JAKARTA- Komisi III DPR RI menyatakan penyesalannya atas pencopotan Kepala Bareskrim, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso (Buwas) atas dasar telah menimbulkan kegaduhan dalam pemberantasan korupsi belakangan ini. Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi III, DPR RI, Bambang Soesatyo kepada Bergelora.com Kamis (3/9) di Jakarta.
“Alasan pencopotan Buwas karena penegakan hukum yang dilakukannya telah menimbulkan kegaduhan. Maka hal itu sama saja, istana memperbolehkan orang korupsi asal tidak gaduh,” demikian ujarnya.
Menurutnya DPR selama ini menganggap kinerja Buwas justru sangat memuaskan dan telah mengembalikan citra Kepolisian sebagai lembaga hukum negara yang memiliki wibawa dan kekuatan melawan korupsi.
“Kami di komisi III sangat menyesalkan pencopotan tersebut terjadi. Mengingat kinerja Buwas dalam pemberantasan korupsi sangat memuaskan dan telah berhasil mengembalikan kewibawaan dan marwah Polri dalam hal pemberantasan korupsi menyaingi KPK,” ujarnya.
Tuduhan bahwa Buwas menimbulkan kegaduhan menurutnya ada mengindikasikan pihak-pihak yang ingin melindungi para koruptor yang sedang disasar oleh Bareskrim.
“Saya menduga ada yang ingin dilindungi (koruptor-red) akibat gebrakan Buwas. Kalau alasannya Buwas telah menimbulkan kegaduhan, itu keliru,” ujarnya.
Sementara itu Indonesian Club mengatakan, penegakan hukum oleh Bareskrim dalam mengungkap skandal kejahatan korupsi yang telah berjalan seperti dalam kasus PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), dwelling Time, penimbun sapi, Pertamina Foundation dan CSR BUMN merupakan langkah berani.
“Adalah tragis jika dianggap telah membuat kegaduhan yang menghambat pembangunan ekonomi,” demikian Direktur Indonesian Club kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (3/9)
Menurutnya tuduhan ini hanyalah untuk menutupi bahwa dalam skandal kejahatan tersebut banyak melibatkan kepentingan elit politik dan parpol yang selama ini memanfaatkan dan berlindung dibalik kekuasaan Istana Presiden. Kentalnya kepentingan politik di lingkaran Istana Presiden memperlihatkan jika telah terjadi kekalahan penegakan hukum sehingga seorang Presiden Joko Widodo pun yang sejatinya lahir dari rahim rakyat justru tunduk dan takluk. Istana Presiden justru berdiri paling depan melawan langkah pemberantasan korupsi.
“Inilah bentuk corruptor fight back yang selama ini telah menguras seluruh kekayaan rakyat indonesia yang difasilitasi kekuasaan Istana Presiden dengan tidak hanya mengorbankan seorang Komjen Budi Waseso tapi juga melemahkan institusi penegak hukum Polri. Jika langkah Istana Presiden kerap dan mudah melakukan intervensi hukum seperti ini maka akan menjadi preseden buruk penegakan hukum,” ujarnya.
Menurutnya, istana presiden juga tak memiliki politic will pemberantasan korupsi yang jelas dan terukur terlebih dengan munculnya 8 calon pimpinan KPK hasil seleksi tim 9 Srikandi yang jauh tak memiliki kompetensi dalam melakukan pemberantasan korupsi.
“Bagaimana mendesign pemberantasan korupsi jika kewenangan insitusi penegak hukum dan aktor yang memiliki keberanian justru di amputasi sendiri oleh Istana Presiden. Inilah persekutuan jahat Istana dan koruptor,” ujarnya. (Enrico N. Abdielli)