JAKARTA – Hasil survei mengejutkan mengungkap, jutaan warga negara Inggris rela tak makan demi berhemat. Ini sejalan dengan meningkatnya biaya hidup di negara itu dipicu kekuarangan pangan dan kenaikan harga bahan bakar.
Survei yang dilakukan Times Radio bersama YouGov, dirilis Selasa (16/8/2022), mengungkap, 16 persen responden atau mewakili jutaan warga, mengurangi makan dalam sehari demi menghhemat uang. Selain itu 4 dari 10 konsumen meletakkan kembali makanan yang mereka sudah ambil di rak supermarket dengan alasan keuangan.
Sementara itu sekitar 50 persen responden mengurangi makan di kafe dan restoran dalam upaya untuk menyeimbangkan anggaran karena lonjakan biaya hidup. Kenaikan harga kebutuhan pokok masih terus terjadi di Inggris.
Surat kabar Times mengungkap, harga pangan berada di urutan kedua setelah transportasi sebagai pendorong utama kenaikan inflasi di Inggris, yang mencapai level tertinggi sejak 40 tahun yakni sebesar 9,4 persen pada Juni. Beberapa keluarga mengeluh mereka tidak mampu lagi berbelanja mingguan. Pengambilan sampel dilakukan pada 8-9 Agustus lalu.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sementara itu Data resmi menunjukkan bahwa tingkat inflasi di Inggris Raya (UK) melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, pada Juli 2022.
Dilihat dari segi rumah tangga dan bisnis, kini keduanya kian berada di bawah tekanan. Sementara bank sentral negara Inggris diperkirakan akan menaikkan suku bunga lebih lanjut.
Inflasi itu dipicu kenaikan harga pangan, yang memberikan kontribusi kenaikan terbesar terhadap perubahan antara Juni dan Juli. Suatu hal yang juga diafirmasi Kantor Statistik Nasional (ONS).
“Melonjaknya tagihan rumah tangga dan biaya transportasi menjadi masalah terbesar, dan menahan pengeluaran diskresioner di seluruh Inggris karena pendapatan riil terus turun,” kata Kepala Eksekutif Konsorsium Ritel Inggris Helen Dickinson, dilansir Hops.ID dari laman Xinhua, Kamis, 18 Agustus 2022.
Bahkan inflasi dapat meningkat lebih jauh di bulan Oktober nanti, bersamaan dengan peningkatan besar yang diantisipasi secara luas dalam batas harga energi.
Bank of England juga mengatakan inflasi akan melonjak lebih dari 13 persen pada kuartal keempat, dan tetap pada tingkat yang sangat tinggi sepanjang tahun 2023.
Sementara analisis dari badan amal Citizens Advice menunjukkan bahwa satu dari empat orang di Inggris tidak akan mampu membayar tagihan energi mereka pada bulan Oktober, dan angka tersebut dapat melonjak menjadi satu dari tiga orang pada bulan Januari 2023 mendatang.
Beberapa bisnis pada bulan Oktober juga akan menghadapi tagihan energi lima kali lipat dari harga saat ini, karena kekhawatiran atas pasokan gas Rusia, pasar listrik yang ketat di Eropa, dan gangguan global terhadap Liquified Natural Gas terus memicu lonjakan harga, menurut firma riset pasar Cornwall Insight.
Dickinson juga menyebutkan, bahwa dengan inflasi yang terus tinggi, pengecer juga dapat menghadapi kenaikan tagihan tarif bisnis mereka.
“Ini akan menimbulkan mimpi buruk bagi pengecer yang sudah berjuang dengan margin tipis,” katanya lagi.
Untuk mengatasi krisis biaya hidup yang memburuk, pemerintah Inggris mengumumkan paket bantuan pada bulan Mei, termasuk mengirimkan pembayaran satu kali langsung ke rumah tangga berpenghasilan terendah.
Namun demikian, sejak itu, prospek ekonomi di Inggris semakin buruk, dan dukungan itu dianggap tidak cukup. (Calvin G. Eben-Haezer)