JAKARTA- Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN)dan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) nya semakin memperlemah sistim kesehatan nasional. Ribuan dokter sebagai petugas kesehatan yang tergabung dalam Dokter Indonesia Bersatu (DIB) saat ini tidak lagi bisa maksimal melayani pasien karena BPJS semakin menekan biaya yang ditanggungnya pada setiap pelayaan kesehatan. Dilain pihak dokter dan rumah sakit dipaksa melayani pasien dengan biaya yang minim. BPJS telah sukses merusak sistim kesehatan nasional. Demikian anggota Presidium Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Dr. Eva Sri Diana, Sp.P kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (11/6).
“BPJS menolak membayar obat-obat penting sehingga rumah-rumah sakit tidak bisa menyediakan obat terbaik untuk pasien. Terpaksa pasien harus beli sendiri di luar rumah sakit. Kami dokter sedih dengan kondisi yang semakin memburuk. Pemerintah lepas tangan terhadap masalah ini,” ujarnya.
Ia menegaskan dokter dan rumah sakit, oleh Undang-undang dilarang menolak pasien, tapi rumah sakit dan dokter nombok terus tidak dibayar oleh BPJS.
“Semua sejawat dokter dan manajemen rumah sakit melaporkan bahwa BPJS tidak membayar hutang-hutang rumah sakit,” ujarnya.
Bukan itu saja, dokter Eva juga mengatakan, saat ini BPJS yang menentukan merek dan perusahaan obat yang boleh menyediakan kebutuhan rumah sakit.
“Namun obat-obat yang ditanggung bayar oleh BPJS semuanya dibawah standar. Ilmu kedokteran jadi tidak berguna dibawah BPJS. Akhirnya dokter dan rumah sakit yang disalahkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Ia menyampaikan sebentar lagi pemerintah akan memberlakukan remunerasi pada dokter dengan menetapkan bayaran yang akan dibayar pada dokter.
“Pada dokter yang semula berpenghasilan rendah mungkin akan menguntungkan, namun bagi dokter-dokter yang sudah berpenghasilan tinggi pasti akan membatasi pelayanannya karena, tanggung jawabnya tidak sebanding dengan gaji yang diterima dari remunerasi itu,” jelasnya.
Menurutnya yang akan semakin menderita dengan kebijakan remunerasi itu adalah pasien yang membutuhkan pelayan kesehatan secara cepat karena darurat hidup atau mati.
“Saat ini saja, antrian operasi pasien jantung dan kanker sudah sangat panjang dan menyusahkan masyarakat. Pasien harus menunggu giliran operasi berbulan-bulan sampai tahunan, karena dokter membatasi pelayanan operasinya,” jelasnya.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo harus segera mengatasi kedaruratan kesehatan akibat SJSN dan BPJS yang murni menjalankan sistim asuransi yang merugikan negara, rakyat, rumah sakit dan petugas kesehatan.
“Mana itu program KIS (Kartu Indonesia Sehat) nya presiden? Kami gak pernah tahu pasien pakai KIS. Program KIS sudah dibajak BPJS. Kartunya ada tapi gak berlaku di BPJS. Presiden gak sadar-sadar. Menkes membiarkan. Masyarakat yang rugi,” ujarnya. (Web Warouw)