Sabtu, 12 Oktober 2024

Dicari: Presiden Yang Berani Melawan Mafia Migas!

BONTANG- Praktik mafia minyak dan gas (migas) dinilai membuat Indonesia makin banyak impor BBM karena menghalangi pembangunan kilang minyak di Indonesia. Presiden baru diharapkan berani melawan mafia minyak yang bentuknya tak hanya menguasai trader atau broker minyak namun diduga ada di dalam pemerintahan dan Pertamina.

“Siapapun yang presiden yang berkuasa nantinya harus berani dan bisa melawan mafia migas selain memprioritaskan pembangunan kilang di dalam negeri. Pemerintah masa depan juga menghentikan PT Pertamina melakukan impor minyak dari trader atau broker,” demikian pimpinan Serikat Pekerja (SP) LNG Badak, Bontang Kalimantan Timur, Fajar Gunawan kepada Bergelora.com di Bontang, Kalimantan Timur Minggu (6/7) menanggapi debat calon presiden dan calon wakil presiden tentang mafia migas Sabtu (5/7).

Menurutnya, para calon presiden hanya berani bicara makro tentang kedaulatan dan politik berdikari, tetapi tidak memiliki keberanian untuk tegas-tegas menyatakan penghentian impor minyak dan pendirian kembali kilang-kilang minyak dalam negeri. Padahal menurutnya, omong kosong bicaa kedaulatan dan politik berdikari kalau tidak memiliki keberanian menghentikan impor minyak.

“Hari pertama berkuasa presiden terpilih harus segara bikin surat perintah melarang Pertamina untuk impor BBM atau minyak mentah dari trader. Selama ini Pertamina bukan sebagai perusahaan negara yang bertugas memproduksi minyak, tetapi dijadikan perusahaan pengimpor minyak melalui trader dan broker yang dikuasai mafia migas,” jelasnya.

 

Membongkar Kebohongan

Senada dengan itu, Pimpinan Serikat Pekerja (SP) LNG Badak, yang lain, Sugiono AP membongkar kebohongan bahwa selama ini Pertamina melakukan impor langsung dari produsen minyak di Thailand.

“Itu bohong. Thailand itu juga beli BBM dari negara lain lalu dibeli Pertamina, itukan konyol namanya. Perusahaan-perusahaan asing itu kebanyakan sejatinya bukan produsen minyak tetapi trader atau bahkan broker juga,” jelasnya.

Menurutnya, jika impor langsung dari produsen tentu harganya jauh lebih murah. Tetapi kalau Pertamina beli dari trader atau broker maka negara rugi, trader dan broker yang untung.

Trader dan broker inilah yang menjadi mafia menguasai kebijakan pemerintah untuk mengkerdilkan Pertamina tidak bisa bikin kilang sendiri sehinggak, Indonesia semakin banyak impor minyak.

“Pertamina sendiri sudah menegaskan bahwa Indonesia sudah harus berhenti mengimpor minyak dan menyatakan sanggup membangun kilang sendiri. Mengapa pemerintah justru tetap dengankebijakan impor? Karena Mafia minyak menguasai pemerintahan,” tegasnya.

Sebelumnya menurut Sugiono, Pertamina telah menyusun master plan pengembangan refinery untuk kilang-kilang minyak Pertamina yang ada di Balongan, Cilacap, Balikpapan, Plaju dan Dumai dengan potensi peningakatan kapasitas produksi sebesar 50% pada tahun 2018.

“Jika pemerintahan baru bisa merealisasikan rencana itu maka impor BBM dapat dihentikan karena ketahanan energi nasional secarfa berdikari semakin meningkat,” jelasnya.

 

Disandera Mafia

Menurut data SP LNG Badak kapasitas kilang Indonesia saat ini mencapai 1,157 juta barel per hari. Sedangkan produksi minyak Indonesia yang dapat diolah kilang dalam negeri hanya kurang lebih 649.000 barel per hari. Disisi lain kebutuhan BBM dalam negeri mencapai 1,257 juta barel per hari. Ini berarti terjadi defisit 608.000 barel per hari. Untuk mengatasinya Indonesia memerlukan 2 kilang minyak baru.

Murdjono yang juga aktif di SP LNG Badak mengatakan bahwa, pada tahun 2015 kapasitas kilang Indonesia diperkirakan sebesar 1,167 juta barel per hari. Produksi minyak yang bisa diolah sebesar 719.000 barel per hari. Kebutuhan BBM diperkirakan 1,359 juta barel per hari. Maka terjadi defisit 640.000 barel per hari.

“Kilang yang usianya paling muda dan memberikan keuntungan adalah Balongan yang dibangun tahun 1994. Sementara kilang-kilang lainnya keuntungannya sangat kecil karena telah berumur tua, dibangun pada era 1970-an,” jelasnya.

Indonesia menurut Murdjono saat ini sedang dipersimpangan, apakah akan bangkit dari keterpurukan akibat kebijakan impor enerji BBM yang memberatkan negara dan rakyat, ataukah semakin akan semakin tergilas oleh kepentingan mafia minyak.

“Tidak ada kemandirian, kedaulatan apalagi ekonomi berdikari, kalau pimpinan masa depan tidak berani tegas atau masih disandera oleh mafia minyak, seperti pemerintahan-pemerintahan sebelumnnya,” tegasnya. (Tiara Hidup)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru