JAKARTA – Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam merespons pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyebut obat di Indonesia mahal. Bahkan, kata Menkes Budi obat di Indonesia lebih mahal hingga lima kali lipat dari Malaysia.
Noffendri menjelaskan obat-obat yang lebih mahal berkali-kali lipat dari Malaysia adalah jenis originator yang dimiliki industri asing. Obat originator ini merupakan obat impor dan memiliki hak paten secara global.
“Originator sudah pasti produksi farmasi penanaman modal asing. Ada sekitar 20 pabrik di Indonesia untuk originator,” ujar Noffendri dalam konferensi pers di kantor PP IAI, Jakarta, Kamis (25/7/2024)
“Kemudian dalam penguasaan pasar, originator ini hanya 10 persen (di Indonesia). Kemarin yang diributkan bermasalah itu (harga mahal) yang originator yang 10 persen,” sambungnya.
Noffendri menjelaskan kenapa obat di Malaysia bisa lebih murah daripada Indonesia meski mereka juga menggunakan jenis obat originator.
“Kami punya rekanan MPS (Malaysian Pharmacists Society), semacam IAI-nya Malaysia. Mereka mengatakan negara mereka mayoritas (pakai) originator, karena besar dan mayoritas pakai, otomatis harganya bisa ditentukan oleh pemerintah mereka, harganya jauh lebih murah,” kata Noffendri.
“Jadi jangan dibandingkan dengan Indonesia, karena (originator) hanya 10 persen, itu kan hukum pasar,” sambungnya.
Di sisi lain, Noffendri mengatakan sebenarnya obat-obat di Indonesia ini sudah tergolong murah. Hal ini karena Indonesia memiliki obat generik bermerek dan generik yang 90 persen menguasai pasar Indonesia.
“Obat generik dan generik bermerek ini diproduksi oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN) itu ada sekitar 190 industri farmasi,” kata Noffendri.
Harga obat-obat generik dan generik bermerek ini bahkan bisa lebih murah hingga 50 persen dari obat originator.
“Misalnya yang originator Rp 20.000, giliran yang generik bermerek yang diproduksi pabrik indonesia harganya bisa Rp 4.000, bisa seperempatnya. Bahkan kalau yang generik bisa sekitar Rp 2.000 harganya,” katanya.
Noffendri menegaskan, baik originator, generik bermerek, maupun generik memiliki khasiat yang sama. Meskipun memiliki harga yang berbeda-beda.
“Originator dan generik khasiatnya sama karena itu persyaratan yang harus dipenuhi ketika mendaftar di Badan POM. Lalu Badan POM memberikan jaminan obat ini (generik) khasiatnya sama dengan produk originatornya. Jadi masyarakat nggak usah khawatir,” tutupnya.
Dari pengamatan Bergelora.com, sebagian besar dokter cenderung meresepkan obat paten atau bermerek (branded) karena bisa mendapatkan fee dari perusahaan-perusahaan obat. Sebagian besar masyarakat juga masih rendah kepercayaannya terhadap obat generik karena dianggap tidak manjur. Keadaan ini yang menyebabkan masyarakat harus menerima harga obat yang mahal.
Kebanyakan obat generik adalah produksi obat dari perusahaan BUMN yang makin lama kehilangan pasar dalam negeri. Sehingga ketersediaan obat dikuasai oleh perusahaan farmasi dari luar negeri yang otomatis menguasai dokter-dokter Indonesia. (Web Warouw)