Selasa, 1 Juli 2025

DPD Siapkan Pengadilan Agraria

JAKARTA- Banyaknya konflik dan sengketa tanah yang terjadi di berbagai daerah, menjadikan masalah pertanahan sebagai salah satu isu strategis dari Komite I Dewan Perwakilan Daerah RI. Hak atas tanah dan pengadilan Agraria menjadi salah satu materi dalam RUU Pertanahan yang sedang disusun oleh Komite I DPD RI.

 

Wakil Ketua Komite I, DPD-RI, Fachrul Razi mengatakan bahwa masalah pertanahan terjadi di semua provinsi dan persoalannya sangat rumit. Pada periode sebelumnya (2009-2014), Komite I DPD RI telah menyusun RUU Hak Atas Tanah dan RUU Pengadilan Agraria, meskipun sampai saat ini belum dibahas dan diputuskan menjadi undang-undang. Karena urgensi persoalan tanah ini, maka untuk menggali masukan guna menyempurnakan substansi RUU Pertanahan ini, maka Komite I DPD RI mengadakan uji sahih RUU Pertanahan di Universitas Riau, Kamis (11/6).

“Kita berharap dengan kehadiran DPD RI disini, RUU Pertanahan bisa goal dan dipakai oleh akademisi maupun dunia pendidikan,” tandas senator asal provinsi Aceh ini dalam rilis yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Jumat (`12/6).

Sebelumnya Komite I DPD RI telah mengadakan studi banding ke Swedia, Afrika Selatan dan Cina untuk mengkaji mengenai kepemilikan dan pengelolaan tanah.
Menurut Anggota Komite I DPD RI dari Provinsi Riau Intsiawati Ayus hal-hal yang menjadi argumen pokok dari penyusunan RUU pertanahan antara lain konflik dan sengketa pertanahan yang semakin marak dan diikuti dengan jumlah korban yang signifikan.

“UUPA sendiri tampaknya belum memuat substansi yang eksplisit dan lengkap untuk dapat dijadikan landasan mengatasi dan mengelola konflik”, ujarnya.

Potret ketimpangan penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan atas tanah yang semakin dalam. Dalam RUU Pertanahan perlu penegasan untuk menentukan batas maksimum luas penguasaan bagi semua hak atas tanah untuk semua kegiatan.
Sektoralisme pengaturan mengenai sumber daya agraria menurutnya semakin tak terkendali sehingga semakin memarginalkan kedudukan UUPA sebagai peraturan pokok di bidang agraria.

“RUU ini juga disusun untuk memperkuat keberadaan penguasaan tanah berdasarkan ulayat masyarakat hukum adat,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Scale Up, Romes Irawan Putra yang juga hadir dalam uji sahih tersebut mengatakan penyebab konflik lahan diantaranya penghancuran struktur masyarakat hukum adat secara sistematis oleh negara pasca lahirnya Undang-undang No. 5 /1979.

“Penunjukan dan atau penetapan sepihak kawasan hutan negara, hak masyarakat hukum adat atas hutan dan tanah tidak mendapat ruang pengakuan yang nyata dalam kebijakan pembangunan daerah,” ujarnya

Orientasi pembangunan menitikberatkan industri skala besar berbasis lahan, tumpang tindih kewenangan sektor pertanahan, kegagalan pengaturan tata ruang untuk memberikan ruang kelola yang adil bagi masyarakat hukum adat, dan tidak efektifnya program pembangunan ekonomi berbasis masyarakat.

“Langkah penting dalam penyelesaian konflik yaitu pelembagaan penyelesaian konflik, membangun strategi terpadu penyelesaian konflik, mempercepat proses penyelesaian konflik lama dan mencegah terjadinya konflik baru, serta mengakui dan memastikan perluasan ruang kelola bagi masyarakat adat dan lokal dalam alokasi tata ruang di berbagai tingkatan”, urai Romes.

Kegiatan uji sahih di universitas Riau ini juga dihadiri oleh anggota Komite I DPD RI lainnya yaitu Rijal Sirait (senator asal Sumatera Utara), Hudarni Rani (senator asal Bangka Belitung), dan Nurmawati Dewi Bantilan (senator asal Sulawesi Tengah). Selain di Provinsi Riau, uji sahih RUU Pertanahan juga dilangsungkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Jawa Timur. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru