JAKARTA- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menuntut adanya percepatan penanganan korban dampak erupsi Gunung Siabung. Sejak kejadian erupsi tahun 2010, sampai saat ini masih banyak korban yang belum tertangani secara tuntas. Bahkan terdapat korban yang masih tinggal di tempat pengungsian selama 6 tahun.
Salah satu langkah yang dituntut oleh DPD RI kepada pemerintah adalah diterbitkannya payung hukum sebagai bentuk percepatan penanganan dampak erupsi gunung Sinabung. Adanya payung hukum tersebut diharapkan menjadi solusi atas berbagai permasalahan terkait pengambilan kebijakan dalam menangani korban erupsi gunung Sinabung.
Keberadaan sebagai payung hukum tersebut dapat digunakan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait dalam mengeluarkan kebijakan untuk menangani korban erupsi Gunung Sinabung. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPD RI untuk menjembatani aspirasi stakeholder Kabupaten Karo dan Sumatera Utara dengan pemerintah pusat hari Selasa (8/11) di DPD RI, DPD RI mendesak agar pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang mampu menyelesaikan dampak erupsi gunung Sinabung secara tuntas. Kepres No. 21 Tahun 2015 dianggap tidak dapat menyelesaikan permasalahan secara tuntas.
Menurut Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas, saat ini banyak korban erupsi Gunung Sinabung yang belum tersentuh pemerintah. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa kendala yang dialami saat penanganan korban Sinabung. Dirinya berharap agar adanya payung hukum dari pemerintah dapat memunculkan solusi dalam menangani korban Sinabung secara tuntas.
“Sesunguhnya Presiden telah menerbitkan Keppres No. 21 Tahun 2015 tentang penempatan relokasi program masyarakat korban. Keppres tersebut hanya berlaku sampai akhir tahun 2015, padahal masih banyak pekerjaan yang kita rasakan belum selesai,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba mengatakan bahwa selama 6 tahun berjalan, masih ada korban Sinabung yang belum tertangani dengan baik. Senator asal Sumut ini juga mendesak adanya langkah tegas dari pemerintah dalam bentuk payung hukum untuk menangani masalah korban Sinabung. “Ini ada orang selama 6 tahun di pengungsian, itu melanggar hak asasi manusia. Adanya keppres ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tanah sebagai bentuk penanganan yang sifatnya komprehensif,” tegasnya.
Menurut Senator dari Kepulauan Riau, Djasarmen Purba yang turut hadir dalam RDP tersebut, adanya payung hukum dari pemerintah, seperti keppres, mampu menjadi solusi atas pemasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dan kementerian/lembaga (K/L) dalam mengambil kebijakan terkait penanganan masalah korban Sinabung. “Saya catat, ada beberapa masalah disini, seperti ketersediaan lahan, kompromi dengan masyarakat. Harus ada solusi, solusi itu bisa berupa Keppres, ujarnya.
Butuh Payung Hukum
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPRD Sumatera Utara, Wagirin Arman mengatakan bahwa keberadaan regulasi dari pemerintah dapat digunakan sebagai payung hukum dalam mengambil kebijakan di daerah untuk menangani korban Sinabung.
“Tanpa ada regulasi yang ada, maka tindakan tidak bisa diambil, dana tidak bisa dikeluarkan, dan ada kerjasama dengan pemerintah daerah. Adanya keppres dapat digunakan sebagai payung hukum untuk mengambil kebijakan penanganan Sinabung. Tanpa adanya keppres, penanganan masalah ini saya katakan omong kosong,” tegasnya.
Senada dengan Wagirin, Sekda Kabupaten Karo, Sabrina Mars mengakui hingga saat ini masih ada pengungsi yang tinggal di tempat pengungsian. Bahkan beberapa tempat pengungsian tersebut tidak memiliki dinding disekitarnya. Selain itu, Sabrina juga menjelaskan bahwa dalam merelokasi korban Sinabung, terdapat beberapa masalah yang dihadapi, mulai dari masalah lahan, tradisi berkelompok dalam masyarakat, bahkan adanya konflik antar pengungsi dengan masyarakat di sekitar lahan relokasi.
Merespon pendapat dalam RDP tersebut, Wakil Sekretaris Kabinet, Bistok Simbolon mengatakan bahwa penanggulangan bencana tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah. Dirinya mengatakan bahwa diperlukan adanya rapat koordinasi lagi sebelum keppres dikeluarkan.
“Perlu duduk bersama karena perbedaan data. Ada persoalan-persoalan yang ada dan bisa diselesaikan tanpa adanya keppres, bisa PP bisa Perpres. Keppres hanya menetapkan pengurus, makanya ditetapkan waktu 3 bulan. Kita tampung aspirasinya, masing-masing K/L akan mempertimbangkan perlu tidaknya adanya keppres. Pemerintah juga akan mengundang KL terkait, memetakan permasalahan dan mengeluarkan kebijakan terkait percepatan penyelesaian permasalahan erupsi Sinabung,” jelasnya.
Sementara itu, terkait dengan penanganan korban Sinabung, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Willem Rampangilei mengatakan penanganan pengungsi erupsi Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara saat ini sudah berada pada tahap ke III. Warga sudah diperbolehkan kembali ke desa asal status gunung sudah dalam level status awas.
“Kecuali tiga desa yaitu Sigarang-garang, Sukanalu dan Mardinding, keseluruhan 648 kepala keluarga (KK). Ketiga desa itu tidak diperbolehkan kembali ke desa karena akan direncakan untuk direlokasi pada tahap berikutnya,” ucap Willem saat rapat di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (8/11).
Kepada Bergelora.com dilaporkan pada tahap I sebanyak 370 KK dari tiga desa dalam zona merah radius 3 km dari kawah gunung direlokasi dibangunan hunian tetap. Di kawasan area penggunaan lain (APL) seluas 250 hektar termanfaatkan 30 hektar masih tersisa 220 hektar.
“Hunian tetap sudah dilengkapi dengan prasarana lingkungan permungkiman, fasilitas umum dan fasilitas sosial,” jelas Willem.
Willem menambahkan, pada relokasi mandiri tahap II, sasaran 1.683 KK setelah dilaksanakan verifikasi dan validasi menjadi 1.682 KK. Tambahan data baru sebanyak 221 KK akan segera dilakukan verifikasi dan balidasi serta ditetapkan dengan SK Bupati.
“Pendanaan hibah dari pusat kedapa daerah sebesar Rp 190 miliar telah ditransfer bulan Desember 2015 ke rekening kasu umum daerah,” tukas Williem.
Ia menambahkan, untuk rencana relokasi tahap III sebaiknya pemerintah/pemda menyediakan lahan baik untuk hunian tetap maupun lahan usaha tani melalui percepatan pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan.
“BNPB akan menfasilitasi penyediaan anggaran bantuan untuk hunian tetap. Seperti infrastruktur dasar hunian tetap dan fasilitas sosial), dan ekonomi produktif,” jelas Willem. (Enrico N. Abdielli)