JAKARTA- Masyarakat Indonesia Timur barusan sadar, bahwa presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang dimenangkan oleh 70 persen dukungan rakyat dari Indonesia timur tidak bisa banyak diharapkan akan memperbaiki kesejahteraan rakyat Indonesia Timur karena sudah berbohong. Hal ini tercermin dari susunan kabinet yang baru dibentuk dinilai tidak melibatkan tokoh-tokoh yang legitimate di Indonesia Timur. Hal ini ditegaskan oleh mantan anggota DPR, Engelina H. I. Pattiasinadalam pernyataan sikap rakyat Indonesia Timur terhadap pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta, Kamis (30/10).
“Sebulan sebelum pencoblosan kami dihubungi grup Jokowi-JK yang minta agar Indonesia Timur bisa menymbangkan 70 persen dukungan suara. Karena di Indonesia barat Jokowi-JK dikuatirkan kalah. Di Indonesia timur, struktur PDIP tidak ada yang bekerja. Semua kerja dilakukan oleh relawan Jokwi-JK karena kita mencintai Jokowi-JK. Tapi sekarang, kami masih tidak dipercaya untuk ikut mengelola negara ini. Kapan Indonesia timur akan maju kalau tidak ada pimpinan yang kami percaya di kabinet,” ujarnya.
Engelina H. I. Pattiasina mengatakan bahwa selama ini wilayah Indonesia Timur habis dikeruk oleh pemerintah pusat tapi pembangunan tidak terjadi di Indonesia Timur. Setiap kampanye pemilu partai-partai dan capres menjanjikan peningkatan kesejahtaraan rakyat di Indonesia Timur.
“Jokowi-JK juga sama. Pasti hanya janji kosong. Selama ini sumberdaya alam dari kampung kami yang membiayai negara dan membayar hutang luar negeri yang banyak dikorup pemerintah pusat. Semua emas, minyak, gas, batubara dan lainnya dikuras habis oleh kalian. Apakah kalian pikir kita akan membiarkan semua ini tetap berlangsung?” ujarnya.
Wartawan Senior Sinar Harapan, Daniel Dhuka Tagukawi kepada Bergelora.com mengatakan sejak era Presiden Bung Karno sampai dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selalu memperhatikan politik kewilayahan dalam memilih anggota kabinet. Hal ini memang tidak tertulis, tetapi perhatian itu tampak dalam wajah anggota kabinet yang dipilih karena presiden memahami persis makna kebhinekaan/keberagaman, kebangsaan, dan tenggang rasa memelihara kebersamaan sebagai sesama anak bangsa.
“Hal ini tidak lepas dari pemahaman, bahwa jabatan menteri itu merupakan jabatan politik, sehingga sangat naif kalau mengabaikan begitu saja politik kewilayahan. Profesionalisme itu fokus pada jenjang karier birokrat, karena hanya birokrat yang diharapkan profesional karena ditunjang dengan keahlian dan pengetahuan yang detail mengenai seluk-beluk satu kementerian,” ujar Penggerak Perhimpunan Indonesia Timur di Jakarta ini.
Menurutnya dari 34 anggota kabinet yang diangkat, 29 di antaranya berasal dari kawasan barat Indonesia (Jawa dan Sumatera), utamanya 24 dari Jawa dan lima orang dari kawasan timur Indonesia yaitu Amran Sulaeman, Saleh Husin, Yohana S. Yembise, Rahmat Gobel dan AAN Puspayoga.
“Padahal, kekayaan dari Kalimantan dikeruk senilai ratusan triliun per tahun, tetapi tidak satupun putera-puteri Kalimantan dianggap pantas berada di kabinet,” Ujarnya. (Web Warouw)