JAKARTA – Perusahaan-perusahaan asing dulu yang keluar dari Rusia akibat sanksi Barat yang terkait dengan konflik Ukraina kini berbondong-bondong berusaha untuk kembali. Hal itu diungkapkan perwakilan ekonomi khusus Presiden Vladimir Putin, Kirill Dmitriev.
Dmitriev, yang juga merupakan CEO Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), menanggapi laporan Korea Times pada hari Jumat (28/3) bahwa perusahaan Korea Selatan ingin melanjutkan operasi di Rusia, mengingat pembicaraan gencatan senjata yang dipimpin AS antara Moskow dan Kiev.
“Perusahaan global antri untuk kembali ke Rusia, menandakan kepercayaan baru dan peluang segar di salah satu pasar terbesar di dunia,” tulis Dmitriev di X, seperti dikutip Russia Today, Sabtu (29/3/2025).
Lebih dari 1.000 perusahaan Barat – dari perusahaan ritel terkenal hingga raksasa otomotif – telah keluar dari pasar Rusia dalam tiga tahun terakhir. Namun, saat pembicaraan gencatan senjata konflik Ukraina semakin gencar, perusahaan-perusahaan besar Korea Selatan dilaporkan tengah meningkatkan studi kelayakan untuk melanjutkan operasi di Rusia. Dorongan tersebut mencerminkan pentingnya Rusia secara strategis bagi negara tersebut sebagai pasar, khususnya mengingat meningkatnya tekanan tarif dari AS, kata outlet tersebut.
LG Electronics dilaporkan menjadi salah satu yang pertama, dan baru-baru ini melanjutkan sebagian operasi di pabrik peralatan rumah tangganya di Moskow, yang memproduksi mesin cuci dan lemari es, kata outlet tersebut mengutip sumber-sumber industri.
“Langkah tersebut ditujukan untuk mencegah kerusakan fasilitas produksi yang telah menganggur,” kata seorang pejabat LG kepada Korea Times.
Hyundai Motor Group, yang bersama dengan KIA menduduki dua posisi teratas di antara merek mobil di Rusia pada tahun 2021, juga menilai dengan cermat prospek untuk kembali memasuki pasar Rusia.
Grup tersebut menjual pabriknya di St. Petersburg hanya seharga 10.000 rubel (USD120) dengan opsi pembelian kembali selama dua tahun pada tahun 2023.
Artinya, grup tersebut harus membuat keputusan untuk memulai kembali produksi di fasilitas tersebut sebelum akhir tahun 2025.
Awal minggu ini, produsen peralatan rumah tangga asal Italia, Ariston, mengumumkan kembalinya mereka ke Rusia setelah keluar dari pasar pada tahun 2022.
Perkembangan tersebut tampaknya mencerminkan tren yang muncul dari potensi kembalinya dan pembelian kembali oleh merek-merek asing utama di tengah perubahan hubungan AS dengan Rusia.
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin menyatakan pada hari Rabu bahwa kasus masing-masing perusahaan akan dievaluasi secara individual.
Perusahaan asing yang keluar dari Rusia “di bawah tekanan pemerintah” tetapi mempertahankan “pekerjaan, kontak, dan teknologi,” bersama dengan opsi pembelian kembali, kata dia, dapat diizinkan untuk kembali.
Mishustin menambahkan bahwa perusahaan yang memiliki keahlian unik juga akan disambut baik—selama mereka mematuhi ketentuan lokalisasi dan investasi.
Harta Karun Tanah Jarang Disodorkan ke AS
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Sovereign Wealth Fund (Dana kekayaan negara) Rusia mengincar pengembangan deposit logam tanah jarang dan ingin bermitra dengan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) . Hal ini disampaikan oleh CEO Russian Direct Investment Fund (RDIF), Kirill Dmitriev.
Dmitriev, yang juga telah ditunjuk sebagai utusan Presiden Vladimir Putin untuk kerja sama ekonomi internasional, adalah bagian dari tim negosiasi Rusia dalam pembicaraan dengan pejabat AS di Arab Saudi pada bulan Februari, di mana ia berfokus pada masalah ekonomi.
“Cadangan logam tanah jarang Rusia melebihi jumlah di Ukraina hingga beberapa kali lipat, dan kami memiliki sejumlah deposit Rusia,” kata Dmitriev kepada wartawan seperti dilansir Reuters.
Seperti diketahui Tanah jarang dan logam penting lainnya sedang menjadi primadona, menyusul peran pentingnya dalam industri teknologi tinggi. Logam tanah jarang menjadi perhatian global dalam beberapa bulan terakhir, ketika Presiden AS Donald Trump berupaya melawan dominasi China di sektor ini.
Presiden Vladimir Putin telah menawarkan kesempatan kepada AS, di bawah kesepakatan ekonomi di masa depan, untuk bersama-sama mengeksplorasi deposit logam tanah jarang Rusia.
“Kami ingin melibatkan perusahaan Amerika dalam proyek-proyek ini, ada minat yang signifikan, tetapi Rusia juga harus tertarik,” kata Dmitriev.
Rusia menurut data Survei Geologi AS (USGS) memiliki cadangan logam tanah jarang terbesar kelima di dunia. Posisi pertama masih diduduki oleh China dan diikuti Brasil, India, dan Australia. USGS memperkirakan cadangan Rusia berjumlah mencapai 3,8 juta metrik ton.
Perkiraan Rusia tentang cadangan tanah jarang secara keseluruhan, bahkan lebih tinggi.
Menurut Kementerian Sumber Daya Alam, Rusia memiliki cadangan 15 logam tanah jarang dengan total 28,7 juta ton per 1 Januari 2023. Dari jumlah itu, 3,8 juta ton sedang dalam pengembangan atau siap untuk dikembangkan, ungkap Dmitriev. (Web Warouw)