Kamis, 30 November 2023

Eva Sundari: Jangan Gagalkan Program Kerakyatan Jokowi

JAKARTA- Demokrasi gotong royong, parlemen berpartner dengan Presiden,  keduanya saling membutuhkan. Dalam Sistem presidensil, tupoksi DPR adalah pengawas Pemerintah bukan penghambat dan menggagalkan program-program kerakyatan pemerintah dalam melaksanakan perintah UUD 1945. Hal ini disampaikan oleh politisi aktivis Pusaka Trisakti, Eva Kusuma Sundari kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (9/10) menjawab ancaman pernyataan kelompok Koalisi Merah Putih.

Alangkah ironis menurutnya jika Jokowi ingin mewujudkan kedaulatan politik, ekonomi berdikari dan membangun kepribadian bangsa yang diperintahkan Trisakti sehingga RI mandiri menjadi bangsa bermartabat di dunia justru dihalangi DPR.

“Sepatutnya Pak Hasyim Djojokusumo paham bahwa dalam sistem presidensiil ada prinsip keterpisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Tidak bisa saling menjatuhkan, ini untuk mewujudkan prinsip check and balance yang menjadi syarat demokrasi. Tidak ada dominasi kekuasaan satu atas lainnya seperti jaman Orba dimana kekuasaan terkonsentrasi di presiden. Hal ini jangan sampai terulang misalnya tersentralisasi di parlemen,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini juga menjelaskan bahwa prinsip independesi hukum sebagai buah reformasi atau revisi yang dijamin konstitusi harus dihormati dan ditaati. Kasus-kasus yang sudah ditangani pengadillan tidak boleh diintervensi secara politik di parlemen seperti kasus transjakarta ataupun APBD Solo.

“DPR bisa menggunakan hak angket, interpelasi dan hak bertanya tetapi atas suatu kasus yang difinitif dan faktual sesuai di MD3(Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD-red) Sehingga, jadi aneh dan sesat pikir atas niat  menghambat, menghalangi bahkan meng-impeach Jokowi sebelum pelantikan presiden,” jelasnya.

Pemahaman tentang kekuasaan dan wewenang antara parlemen dan presiden juga menurutnya harus mengikuti undang-undang yang ada. Menurut UUD presiden adalah kepala negara sekaligus pemerintahan sehingga sepantasnya presiden juga memiliki hak prerogatif terutama untuk pembentukan pemerintahan.

“Sebalinya, parlemen bersama KY (Komisi Yudisial) bisa menentukan hakim agung dan hakim konstitusi, atau bersama pemerintah lewat panitia seleksi (pansel) memilih komisioner-komisioner di Komnasham, Komisi Pemberantasan Korupsi dan lainnya,” ujarnya.

Menurutnya, keharusan bekerja sama dan saling membutuhkan 2 lembaga makin jelas untuk pembentukan perundang-undangan. Mulai prolegnas, pembahasan, hingga pengesahan harus melibatkan dan dengan persetujuan 2 belah pihak.

“Ini wujud gotong royong. Berbeda dengan demokrasi Amerika yang saling bisa veto dan saling ngeblok (political blocking-red) karena basis ideologinya individualisme,” ujarnya.

Sepatutnya juga menurut Eva Sundari, kekecewaan pribadi tidak dibalaskan dengan memperalat institusi-institusi negara yang diciptakan untuk kepentingan rakyat banyak.

“Alangkah ruginya bangsa ini, dikala sedang menghadapi tekanan ekonomi global dengan pengintegrasian perekonomian, elit-elit politik tidak bersatu tetapi merongrong presiden yang bertugas sebagai komandan melawan musuh dari luar,” ujarnya.

Untuk itu menurut Eva Sundari, dibutuhkan ketajaman analisa terhadap situasi objektif yang berkembang agar tidak salah dalam membedah persoalan dan menyiapkan jalan keluarnya.

“Kita berharap semua pihak bisa bertindak layaknya negarawan yang rasional, proporsional dan mementingkan kepentingan umum. Rakyat butuh pemimpin-pimpinan yang efektif dan bisa ditauladani yang bekerja untuk kemaslahatan rakyat.

Ancaman KMP

Sebelumnya pimpinan Partai Gerindra, Hashyim Djojohadikusumo, mengancam akan menggunakan kekuatan untuk mengejar dugaan keterlibatan kasus korupsi Joko Widodo.

“Kami akan menggunakan kekuatan kami untuk menyelidiki dan menghambat,” ujarnya kepada media beberapa waktu lalu.

Menurutnya pihaknya akan menyelidiki kasus dugaan korupsi pembelian bus TransJakarta buatan China senilai Rp 1,1 triliun saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kasus lainnya adalah penyimpangan dalam anggaran pendidikan, Kesehatan dan Bantuan Sosial saat Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo. (Dian Dharma Tungga)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru