JAKARTA- Relawan-rekawan Jokowi-Jusuf Kalla (JKW-JK) telah melakukan serangkaian persiapan untuk mengantisipasi skenario penggagalan penyelenggaraan upacara pelantikan JKW-JK oleh MPR dan DPR sebagaimana ancaman politisi-politisi Koalisi Merah Putih (KMP). Selain melakukan persiapan teknis, relawan-rekawan JKW juga menuntut aparat-aparat lembaga negara untuk melaksanakan tugas-tugas mereka sesuai UUD ’45 dan Undang-undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (UU MD3). Hal ini disampaikan oleh politisi PDI-Perjuangan Eva Kusuma Sundari kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (5/10).
Pelantikan menurutnya hanya wewenang Ketua MA, tetapi pimpinan MPR dan DPR diwajibkan menyelenggarakan dan hadir dalam upacara pengambilan sumpah Presiden terpilih di Gedung MPR/DPR (UU MD3).
“Kesengajaan untuk menghalangi pelaksanaan pengambilan sumpah presiden terpilih adalah suatu pelanggaran konstitusi dan UU MD3,” tegasnya.
Untuk itu menurutnya kelompok-kelompok relawan JKW-JK menyiapkan dukungan pelantikan dengan kembali mengaktifkan jaringan-jaringan di masing-masing daerah. Kornas Laskar Rakyat JKW misalnya menyiapkan aktivitas-aktivitas relawan daerah di 18 propinsi selain akan mengirimkan delegasi ke Jakarta pada tanggal 20 Oktober nanti untuk bergabung dengan 100 ribu relawan di halaman Gedung DPR/MPR dan di perayaan yang diorganisir oleh relawan-relawan seniman.
“Relawan-relawan sepakat untuk menyiapkan opsi-opsi yang tujuannya satu yaitu terlaksananya pengambilan sumpah Presiden RI ke 7 secara aman, lancar, dan penuh kegembiraan. Pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden terpilih JKW-JK harus menjadi sebuah perayaan rakyat. Persiapan sudah separoh matang dan perlu difinalisasi dengan aparat keamanan selain berkoordinasi dengan politisi-politisi Koalisi Indonesia Hebat (KIH),” ujarnya.
Nawacita dan Trisakti
Eva Sundari yang kini aktif dalam Pusaka Trisakti juga menegaskan bahwa Koalisi Indonesia Hebat (KIH) akan bersinergi dengan rakyat untuk mengawal Nawacita dan Trisakti. Menurutnya tekanan dari lawan-lawan politik KIH menurutnya harus bisa ditransformasi menjadi energi positif.
“Para politisi KIH harus berperan konstruktif dan produktiif dalam kerja-kerja parlementer berupa legislasi, budgeting, pengawasan untuk ‘Nawacita’ yang sudah dimenangkan oleh rakyat melalui pilpres 2014. Dukungan rakyat yang terpenting, karena mandat yang mrk terima adalah dari dan demi rakyat,” ujarnya.
Menurutnya, prinsip keterpisahan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif tidak bisa saling menjatuhkan dalam sistem presidensil dan harus digunakan sebagai framework bekerja DPR oleh KIH dan juga KMP untuk memajukan kesejahteraan rakyat secara bersama-sama. Sehingga program-program Nawacita yang pro-rakyat dan berdasar Pancasila, akan secara bersama-sama dikawal oleh semua anggota legislatif.
“Semua anggota legislatif harus memastikan bahwa program-program rakyat dalam Nawacita akan dilaksanakan oleh JKW-JK akan diwujudkan secara akuntabel, efektif-efisien-ekonomis sehingga berdampak ke peningkatan kesejahteraan rakyat. Semua anggota legislatif juga harus memastikan JKW-JK hanya akan melaksanakan Nawacita melalui strategi Trisakti yang merupakan turunan Pancasila dasar negara,” ujarnya.
Fakta bahwa KMP menyapu bersih pimpimpinan DPR dan MPR melalui praktek tirani mayoritas menurut Eva, bukanlah dead end (jalan buntu) bagi politisi-politisi KIH. Prinsip musyawarah yang indikatornya win-win solution bukan lah the winner takes all perlu disikapi secara kreatif.
“Respon negatif dari rakyat terhadap komposisi pimpinan terkait integritas menjadi modal bagi KIH untuk bekerjasama dengan rakyat demi menciptakan kinerja parlemen yang akuntabel, berintegritas, sesuai prinsip-prinsip praktek parlemen universal,” katanya.
Selain perlu mendorong politisi-politisi KIH dan KMP secara individu untuk protes ke Mahkamah Konstitusi karena aturan main yang dibuat KMP dalam tata tertib DPR berupa syarat paket yang diajukan 5 parpol telah membatasi hak mereka yang dijamin dalam UU MD3 untuk memilih dan dipilih sebagai pimpinan,
“KIH harus yakin pimpinan penting tapi tidak mutlak karena kedudukan mereka di parlemen sebenarnya berbasis individu sebagaimana dijamin di konstitusi,” tegasnya. (Dian Dharma Tungga)