JAKARTA- Pengelolaan yang baik atas potensi sumber daya alam dapat menjadi pendapatan negara, salah satunya investasi hijau atau perdagangan karbon, yang mampu memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam ekonomi berkelanjutan dan konservasi lingkungan. Hal ini disampaikan, Hashim Djojohadikusumo, menjelaskan dalam acara Dialog Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Bahwa terdapat tiga potensi pemasukan negara yang bisa dimaksimalkan. Pertama, mentertibkan para pengemplang pajak dengan potensi perolehan hingga Rp 200 triliun. Kedua, perdagangan karbon yang melibatkan hutan, mangrove, dan gambut dengan potensi pendapatan sekitar Rp 93 triliun. Ketiga, potensi perolehan dari transaksi internet atau ekonomi digital yang juga dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara sekitar Rp 300 triliun pertahun.
Direktur Eksekutif Gerakan Muliakan Orang Indonesia (GeMOI) Csnter, Dr. Ir. Justiani, menjelaskan, bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam menghasilkan kredit karbon yang dapat diperdagangkan di pasar global, berkat luasnya wilayah hutan dan lautan yang dimiliki. Perdagangan karbon ini dapat menjadi instrumen penting dalam mendukung upaya banyak negara untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.
Pernyataan Hashim diatas mengundang tanda tanya dari banyak pihak.
“Dari ketiga potensi perolehan dari transaksi pendapatan untuk negara selama ini kan menkeunya kan Sri Mulyani Indrawati, kenapa tidak dikerjakan? Mengapa baru sekarang akan dikerjakan”.
Justiani, direktur eksekutif GeMOI Centre ketika ditanya redaksi Bergelora, Senin (28/10/24), menjelaskan lebih teknis dalam mengelaborasi pernyataan Hashim diatas.
Pertama. Menkeu sudah ditugasi untuk segera menerapkan sistem perpajakan berbasis telematika sehingga tidak bisa lagi permainan kongkalikong antara petugas dengan pengusaha.
Poin kedua mengharuskan adanya pemahaman yang komprehensif mengenai model ekonomi sirkular yang bertumpu pada ekonomi rakyat, platform yang membantu rakyat terorganisir secara otomatis, model keuangan yang mendukung serta harus menerapkan prinsip-prinsip penyelamatan bumi (back to nature) Sedangkan faktanya hutan di Indonesia masih dikuasai oleh segelintir oligarki sehingga tidak memenuhi syarat untuk ekonomi sirkular tadi. Keuangan dari perdagangan karbon kan tujuannya agar terbentuk close-circuit economy model, dimana peran pemerintah harus menyesuaikan persyaratan tersebut.
Ketiga. Berbagai model transaksi internet dengan perkembangan pesat platform di pasar menuntut kompetisi yang sangat ketat, perlu inovasi model bisnis yang bisa menarik users karena mendapat manfaat kongkrit. Termasuk pemerintah apabila mau masuk ke arena ini wajib mengikuti kompetisi tersebut. Kalau pemerintah hanya menarik pajak maka pasti tidak akan laku.
Rakyat pilih platform yang lain yang memberi manfaat. Disinilah istilah The death of Government sering muncul. Komitmen untuk menata ulang model ekonomi akan digaungkan.
Contoh Gampang, bank bank BUMN misalnya harus bersaing dengan bank digital yang tidak punya ribuan kantor-kantor cabang apalagi ribuan pegawai di setiap cabang tersebut sehingga bank digital memberikan yield lebih baik dalam aneka produknya sudah terjadi saat ini.
Mampukah para menteri Kabinet Merah Putih untuk merumuskan poin ketiga yang disampaikan Hashim itu justru sedang diuji.
Pada tahap awal ini Kabinet yang super gemuk ini ternyata memang disengaja untuk 2 tujuan. Pertama berterima kasih kepada mitra mitra politik pendukung dan sekaligus
Kedua, memberi kesempatan untuk para menteri ditonton rakyat mana yang benar benar memberi manfaat pada rakyat nanti akan ketahuan dengan cetho welo welo.
“Kita beri kesempatan kepada mereka. Kalau menurut Mas Hashim sekitar 6 bulan maksimal. GeMOI Centre memantau dari sisi rakyat apa saja yang dikerjakan para menteri tersebut dan akan disampaikan,” demikian Justiani. (Web Warouw)