Selasa, 10 Desember 2024

Fidel Castro Ruz: Pemimpin Pembebasan Kuba*

Oleh: Tatiana Lukman**

Sabtu pagi, 26 November 2016, seperti hari-hari lainnya, begitu bangun tidur langsung kupasang televisi, dan ambil kanal teleSUR dari Venezuela. Betapa terkejut, kata-kata pertama yang kudengar adalah: “Fidel Castro Ruz telah wafat kemarin, Jumat malam, jam setengah 11…” Beberapa menit kemudian, muncul di layar televisi Raul Castro Ruz mengumumkan kepergian El Comandante en Jefe untuk selamanya. Aku duduk termenung di tempat tidur.

Kira-kira jam 6 sore, anakku menelepon. Seharian dia menelepon, tapi aku sedang menghadiri acara di Diemen, salah satu kota di Belanda. Anakku bertanya.

 “Apa sudah dengar tentang Fidel?”

 “Sudah sejak pagi tadi,” jawabku.

Akhirnya Fidel pergi. Hukum alam tak terelakkan. Sejak Fidel menyerahkan jabatan dalam partai dan negara, kami sudah siap-siap menerima berita yang tak menyenangkan itu. Kendati kita sudah bersiap-siap untuk ditinggalkan seseorang yang begitu kita sayangi dan hormati, tak terhindarkan pertanyaan: mengapa begitu cepat?

Bersama anakku, kami mengenang betapa kami beruntung dan merasa istimewa diberi kesempatan oleh Fidel untuk hidup, belajar dan bekerja membangun sebuah masyarakat baru dimana kesejahteraan bersama, kesamaan dan kehidupan kolektif menjadi prioritas. Berkat kemenangan “Gerakan 26 Juli” pada Januari  1959, yang dipimpin Fidel, Camilo dan  El Che serta  sistem  ekonomi, politik  dan sosial yang dibangun kemudian, kami mendapat pendidikan, layanan kesehatan dan perumahan tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.

Buat anakku, Kuba adalah tanah airnya. Dia tak kenal tanah air lain kecuali Kuba. Bagiku Kuba adalah tanah airku kedua. Satu-satunya negeri asing dimana aku tidak merasa seperti orang asing dan punya hak dan kewajiban sepenuhnya sama seperti orang Kuba. Kami menerima ransum sama seperti semua penduduk Kuba. Untuk sandang, kami juga dapat kupon sama banyaknya seperti orang Kuba.

Kami terkenang hari anak-anak di Kuba. Hari bahagia bagi semua anak-anak di seluruh pulau Kuba. Setiap anak mendapat tiga macam kupon. Semua barang mainan dibagi dalam tiga kategori. Kupon pertama untuk  mainan yang ada dalam kategori pertama. Kupon kedua untuk mainan dalam kategori kedua. Dan kupon ketiga untuk mainan dalam kategori ketiga.

Aku  belajar banyak dari pengalaman hidup di Kuba. Integrasi penuh dalam kehidupan politik dan sosial di Kuba telah membuat aku sadar akan sulitnya membangun sebuah masyarakat yang bertujuan mengakhiri penghisapan manusia oleh manusia. Sulit, bukan berarti tidak mungkin.

Aku percaya dan menyaksikan sendiri sepak terjang, sikap hidup dan nilai-nilai etik dan moral yang dijunjung Fidel dan El Che, pendiri “Wilayah Bebas Pertama di Amerika Latin” (El Primer Territorio  Libre de America Latina).

Propaganda AS

Tatiana Lukman [paling kiri] ketika berada di rumah saudara angkatnya Tania di Kuba [Foto: dokumentasi pribadi]Aku kerap kali berdebat keras dengan orang-orang yang tidak tahu tentang kehidupan di Kuba ketika sudah menetap di Belanda. Otaknya hanya dipenuhi propaganda media komunikasi borjuis reaksioner, alat kaum imperialis Amerika Serikat (AS) yang kerjanya memutar balik atau memalsukan fakta dan menyebar kebohongan. Fitnah dan tuduhan yang umum mereka lontarkan adalah antara lain, Fidel seorang diktator, di Kuba tidak ada demokrasi (karena hanya ada satu Partai), warga tidak bisa pergi ke luar negeri, rakyat kelaparan dan lain sebagainya.

Ada orang berpendapat negatif tentang Fidel dan Kuba disebabkan karena tidak punya akses pada sumber informasi alternatif, artinya informasi yang obyektif dan lebih mencerminkan keadaan yang benar dan menyimpang dari media arus utama.Tapi, ada juga yang berpandangan negatif karena ideologi dan pendirian kelas yang menempatkannya di pihak yang bertentangan dengan kepentingan rakyat yang terhina dan tertindas.

Banyak orang tidak mengerti dan tidak mengakui bahwa Kuba adalah sebuah Republik berdaulat dengan undang-undang, hukum, peraturan dan lembaganya sendiri dan tentu saja berbeda dengan negeri lain. Apakah sistem multipartai seperti di Indonesia atau sistem dua partai seperti di AS, menjamin ada dan jalannya demokrasi untuk seluruh rakyat? Tidak diperlukan teori yang muluk-muluk untuk  membuktikan bahwa hak demokratis rakyat jelata yang dipinggirkan di kedua negeri itu selalu dilanggar oleh kaum  penguasa yang menggunakan aparat militer untuk menindasnya.

Tengok misalnya, bagaimana para penguasa memperlakukan kaum tani dalam kasus-kasus konflik tanah di tanah air. Sama dengan perlakuan aparat kekuasaan Amerika dalam memperlakukan  warga berkulit hitam dan latinos serta perlawanan rakyat Indian yang mempertahankan tanah, sungai, sumber kehidupan dan kelangsungan hidupnya melawan pembangunan pipa minyak. Apakah didengar dan dipedulikan jeritan dan perlawanan kaum tani dan rakyat Indian oleh para pejabat negara dan presidennya?

Sebaliknya, di Kuba, pada zaman Fidel, rakyat tidak perlu berdemo agar Fidel mendengar dan memperhatikan masalah-masalah besar yang dihadapi warganya. Fidel dikenal sebagai orator yang sering bicara panjang dan berjam-jam. Itulah juga cara Fidel berdialog dan berkomunikasi dengan rakyat, serta sekaligus mendidiknya.

Tapi aku menyaksikan banyak sekali orientasi, arahan dan kritik-kritik Fidel  yang dengan jelas dan gamblang diajukan dalam pidatonya, tidak dijalankan dalam praktik. Sering sekali aku memikirkannya, tapi tidak tahu di mana masalahnya dan bagaimana mengatasinya.

Seandainya Fidel seorang diktator, seharusnya dia dilengkapi dengan alat dan lembaga kekuasaan yang dia kontrol langsung dan dapat dia gerakkan kapan saja untuk  memaksakan kehendak pribadinya. Tapi bukan ini yang terjadi!

Aku pun mengalaminya. Fidel sering bicara tentang kualitas pendidikan. Fidel menjelaskan bahwa Kuba tidak lagi membutuhkan kuantitas seperti pada awal kemenangan revolusi, tapi kualitas. Fidel juga bicara tentang guru yang “murah hati”, yang “menghadiahkan” angka supaya muridnya lulus sehingga sang guru dipandang sebagai guru yang “baik” karena semua muridnya lulus atau naik kelas. Padahal, menurut Fidel, itu adalah menipu masyarakat, karena memberi masyarakat lulusan yang tidak berkualitas dan tidak mampu kemudian bekerja dengan baik.

Dengan rajin kukumpulkan semua pidato Fidel yang menyangkut pendidikan, karena aku bekerja sebagai guru bahasa Perancis. Aku terapkan semua peraturan pendidikan di Institut dimana aku mengajar. Aku  bukan guru yang “murah hati”, bukan guru yang suka “menghadiahkan” angka. Hal ini bukan semata-mata karena aku ingin menerapkan arahan yang diberikan Fidel, tapi karena aku setuju pendapat Fidel dan memang begitulah prinsip dan keyakinanku. Aku memberi kelas ekstra untuk murid-murid yang punya kesulitan. Tapi murid-murid malah “ngumpet” dan menghindari bantuan itu. Karena sering  bolos tanpa alasan, tidak bikin pekerjaan rumah, menolak hadir dalam kelas ekstra, akhirnya hasilnya tidak naik kelas! Jadi aku adalah satu-satunya guru yang muridnya banyak tidak naik kelas! Aku punya catatan untuk setiap murid, berapa kali bolos, berapa kali tidak bikin pekerjaan rumah, berapa kali menghindari kelas ekstra.

Tiba-tiba dalam sebuah rapat serikat buruh, direktur sekolah mengkritik aku karena banyak murid yang tidak lulus. Dia mengancam kalau keadaan ini tidak berubah, maka aku akan dipecat! Surat 10 halaman yang mengungkap keburukan dan pelanggaran yang terjadi di Institut kukirim ke Fidel. Hasilnya, aku tidak dipecat, tapi tidak ada perubahan apa-apa yang berkaitan dengan apa yang  kuungkapkan dalam surat. Oleh para kolega, aku dinasihati supaya tidak melawan arus.

Bertemu Fidel

Contoh lain lagi. Satu kali aku ditugaskan serikat buruh untuk membantu sebuah delegasi buruh Kanada yang datang untuk menghadiri perayaan Satu Mei di Havana. Tiba-tiba kami terima berita delegasi akan bertemu Fidel. Semua anggota delegasi berjingkrak gembira dan sibuk menyiapkan dirinya. Sampai ada yang menyayangkan tidak pakai perhiasan yang layak!

Pada pertemuan itu aku sempat ditanya Fidel. Aku jelaskan bahwa aku dari Indonesia dan kuucapkan terima kasih atas undangan yang diberikan kepada keluargaku untuk tinggal di Kuba. Fidel teringat kasus itu. Kemudian Fidel tanya tentang  anakku dan menyatakan ingin bertemu dengan dia. Fidel menunjuk pada pejabat di sampingnya, Pedro Ross, Ketua CTC (Central De Trabajadores de Cuba)  ketika itu, supaya mengurus pertemuan itu.

Waktu  berlalu tanpa berita dari Pedro Ross. Kemudian aku meneleponnya. Pedro Ross mengundang kami berdua ke kantornya. Kami pikir akan diberi pengaturan untuk pertemuan dengan Fidel. Ternyata hanya ngobrol-ngobrol dengan dia. Aku ajukan masalah ini kepada pejabat Partai, jawabannya sama: Fidel sangat sibuk, tidak mungkin punya waktu untuk bertemu dengan anakku. Siapa yang tidak tahu Fidel sibuk! Fidel sendirilah yang paling tahu apakah dia punya waktu atau tidak untuk hal-hal yang oleh pejabat lain dianggap remeh temeh! Aku sendiri tidak tahu alasan Fidel ingin bertemu anakku. Tapi itulah yang dia kemukakan langsung kepadaku. Apakah Fidel asal omong? Yang jelas Fidel adalah pemimpin yang sederhana dan rendah hati. Banyak orang yang pernah ketemu Fidel berkata merasa bebas dan berani mengutarakan apa yang ingin diutarakan. Sering aku dengar orang Kuba menarik nafas sambil berkata: Ay, si supiera Fidel (Ay, seandainya Fidel tahu!).

Melihat perkembangan Kuba sekarang, sering terngiang kembali pidato Fidel. Aku ingat kata-kata Fidel yang mengkritik keras “pasar bebas tani” dimana harga melambung tinggi, tak terjangkau oleh mereka yang berpendapatan sebagai guru atau pelayan. Fidel menekankan peran perusahaan negara, koperasi dan peran kolektif.

Aku ingat pidato Fidel ketika menjelaskan internasionalisme proletar. Fidel membedakan dan memisahkan hubungan antar-negara  dan hubungan Partai Komunis Kuba dengan organisasi politik yang sedang berjuang di berbagai negeri. Hubungan kenegaraan tidak menghalangi Partai Komunis Kuba untuk berhubungan, bersolidaritas  dan mendukung perjuangan rakyat yang dipimpin  partai progresif dan revolusioner atau partai komunis di negeri itu. Dalam kunjungan ke Kuba tahun 2010, aku tidak percaya ketika seorang pejabat Partai berkata bahwa kepentingan nasional Kuba adalah prioritas. Lho, kok begitu jadinya?

El Che

Che Guevara adalah anggota pimpinan Revolusi Kuba yang paling serius mempelajari ekonomi politik bersamaan dengan tugas-tugas lain yang diterima dari Partai dan negara. Setelah nasionalisasi bank dan perusahaan-perusahaan besar imperialis, Che bertugas membangun ekonomi dan industri nasional. Ide yang Che perjuangkan dan ingin terapkan ketika menjabat sebagai Menteri Industri Kuba mendapat perlawanan dari para pejabat dan anggota pimpinan Partai  yang menganut garis ekonomi revisionis modern Soviet (financial self-management). Perdebatan besar dalam bidang ekonomi mencapai puncaknya tahun 1963 hingga 1964. Perdebatan berakhir dengan kepergian Che ke Afrika dan kemudian ke Bolivia.

Tahun 1987, dalam salah satu pidatonya, di tengah-tengah apa yang dinamakan ketika itu proses pembetulan, Fidel mengungkap sejumlah penyelewengan besar dalam kehidupan ekonomi Kuba. Fidel mengakui dampak negatif dari ditinggalkannya pikiran dan ide Che Guevara dalam bidang ekonomi. Fidel berkata bahwa Che secara radikal menentang digunakannya kategori dan mekanisme serta  hukum ekonomi kapitalis (misalnya, hukum nilai) dalam membangun sosialisme. Dengan kata lain Che menentang kebijakan ekonomi yang dijalankan kaum revisionis di Uni Soviet ketika itu. Di samping itu Fidel sependapat dengan Che bahwa membangun sosialisme  bukanlah hanya soal produksi dan distribusi kekayaan tapi juga masalah pendidikan dan kesadaran.

El Che dan Fidel, dua tokoh pemimpin terpenting dari Revolusi Kuba sudah meninggalkan kita semua. Namun keteguhan dan pengalaman dalam perjuangan gigih pantang menyerah melawan imperialisme AS hanya 90 mil dari pantainya akan terus memberi inspirasi kepada rakyat berbagai negeri yang sampai hari ini masih harus menghadapi perang agresi dan perampokan kaum imperialis yang semakin merajalela dan kejam. Begitu juga pengalaman positif maupun negatifnya dalam usaha membangun sebuah masyarakat yang bertujuan melenyapkan penghisapan manusia atas manusia.

Hasta la Victoria Siempre, Querido Comandante, Soldado de Justicia!

 

*Tulisan diambil dari http://koransulindo.com/fidel-castro-ruz-pemimpin-pembebasan-kuba

**Penulis adalah mantan guru di Kuba

 

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru