Oleh: M. Nigara
GEREGETAN. Kesan itu kembali muncul, saat menyaksikan tim nasional Indonesia menghadapi Palestina dalam acara FIFA matchday, Rabu (14/6/23) malam di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya. Laga yang disaksikan sekitar 40.000 penonton itu berakhir imbang 0-0.
Senin (19/6/23) tim nasional kita akan kembali turun dalam FIFA matchday kedua melawan Argentina, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Meski beberapa bintang, bahkan bintang utama mereka Leonel Messi dikabarkan tidak akan hadir, Argentina tetap tim terbaik di dunia saat ini. Kita tahu, Argentina adalah juara dunia 2022.
Di atas kertas kedua lagi tersebut akan sangat berbeda. Pertama karena kelas Palestina dan Argentina, begitu jauh. Kedua secara teori, menggunakan cara apa pun, kita sulit memghadapi juara dunia. Mungkin, catatan: Ini pasti tidak dilakukan, tim nas kita menggunakan pola kuno, saat di Olimpiade Merlbourne 1956, ketika Maulwi Saelan, Endang Witarsa, Thio Him Tjiang, Ramlan, Rusli Ramang, dan kawan-kawan mampu menahan Uni Soviet 0-0, di laga pertama.
Menurut kisah, Tonni Pogacknik menerapkan pola permainan bertahan total. Sekali lagi, menurut kisah, seluruh pemain kita memenuhi kotak sendiri. Akibatnya Lev Yasin dan kawan-kawan tak mampu membongkarnya. Tapi, di laga kedua kita kalah 0-4.
Lumayan Bagus
Secara menyeluruh penampilan tim asuhan Shin Tae-yong sudah jauh lebih baik. Pola menyerang dan bertahan, sudah lebih rapih. Kepercayaan diri para pemain pun sudah semakin meningkat. Faktor ini yang begitu lama menjadi kendala dalam setiap tim nasional kita, di semua lapisan.
Dulu, banyak pemain nasional kita nyaris selalu minder jika bertemu pemain-pemain asing, utamanya mereka yang berkulit putih. Keterbatasan bahasa dan pergaulan internasional seolah menghilangkan bakat yang mereka miliki. Secara teknis, sesungguhnya banyak pemain kita yang memiliki skill sangat tinggi, tapi, begitu perasaan minderwaardig (bahasa Belanda) muncul, semua kemampuan hilang-lenyap tak berbekas.
Sementara untuk para pemain nasional kita saat ini, bukan juga karena berasal dari naruralisasi hingga sudah terbiasa dalam pergaulan internasional, pemain-pemain lokal kita juga memiliki pergaulan yang sama. Banyak dari mereka mengemban ilmu di Garuda Select dan tim sejenisnya yang berlatih di Inggris serta negara-negara lain. Dan, banyak pula pemain kita yang juga sudah bermain di klub-klub luar. Maka, kita sudah bisa menyaksikan para pemain kita yang tidak ciut lagi bertemu dengan pemain bule.
Tukang Bikin Gol
Namun, persoalan utama, belum juga hilang. Pada laga versus Palestina itu, lini depan tim asuhan STY masih memprihatinkan. Pola tekanan dan strategi sudah baik, tapi penyelesaian akhir masih mandul. Seperti ada ganjalan besar yang menghadang, akibatnya banyak peluang terbuang begitu saja.
Bahasa vulgarnya, kita membutuhkan para tukang bikin gol. Tim mampu membuka pertahanan lawan, tapi tak mampu melesakkan si kulit bundar ke gawang lawan.
Berbeda dengan tim Sea Games, catatan: Mereka juga sempat ditangani oleh STY sebelum PSSI menunjuk Indra Sjafrie menjadi pelatih di Seag Kamboja, 2023.
Sananta, Fajar, dan kawan-kawan memperlihatkan kualitas mereka dalam mencetak gol. Di Seag tim asuhan Indra mampu mencetak 21 gol dan kebobolan 5. Dari sana, dua pemain kita menjadi top skorer: Sananta dan Fajar.
Dengan hasil itu, sesungguhnya kita telah memiliki mesin-mesin gol. Hanya saja, tidak semua pemain Seag yang berhasil merebut medali emas setelah puasa selama 32 tahun, dipanggil oleh STY.
Nah, jika kita melihat hasil saat berlaga melawan Palestina itu, bagusnya STY mau mengevaluasi kekuatan depan kita. Apalagi, toh dua pemain naturalisasi kita Rafael Struick dan Ivar Jenner juga masih tergolong sangat muda, namun tetap dipercaya oleh STY.
Menurut hemat saya, jika Rafael, Sananta, Fajar dimainkan dalam satu tim, bukan tidak mungkin tim kita mampu mencetak gol demi gol.
Jadi, laga melawan Argentina sendiri bisa pula dipakai untuk menguji secara murni kekuatan pertahanan kita. Selain itu, siapa tahu pula ada peluang-peluang yang membuahkan gol untuk tim kita, siapa tahu…
*Penulis, M. Nigara, Wartawan Sepakbola Senior