SUKABUMI- Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebidanan pada Bab 5 akan diatur tentang bidan warga negara asing. Jangan sampai RUU ini dibuat justru hanya untuk memberikan legalitas masuknya bidan asing untuk menyingkirkan bidan nasional yang selama ini sudah bekerja melayani masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh tegas Ketua Forum Bidan Desa Forbides-PTT, Sukabumi, Jawa Barat, Amida Sari kepada Bergelora.com, Rabu (10/8) seusai sosialisasi RUU Kebidanan di Pelabuhan Ratu, Sukabumi bersama Ikatan Bidan Indonesia dan Anggota Komisi IX DPR-RI, dr. Ribka Tjiptaning.
“Kami bidan nasional tidak pernah takut dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan masuknya bidan asing ke Indonesia. Karena ini tanah air kami tempat kami hidup dan bekerja puluhan tahun. Oleh karena itu RUU Kebidanan seharusnya memperkuat kapasitas kerja bidan nasional untuk menghadapi bidan asing. Jangan malah untuk menyingkirkan kami bidan nasional,” tegasnya.
Dengan masuknya pasar bebas, maka tugas pemerintah yang mendesak adalah memperkuat posisi tawar bidan nasional dengan menyediakan pendidikan sarjana kebidanan, mempermudah pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) dan ijin praktek.
“Bahkan sudah seharusnyasemua bidan nasional menjadi pegawai negara (PNS) dan bersatu dengan pegawai lainnya melayani rakyat. Bukan malah menyerahkan nasib kesehatan dan kehidupan rakyat pada pasar bebas dengan bidan asingnya. Kita harus bersatu dalam MEA, bukan malah justru melemahkan diri kita sendiri,” tegasnya.
Amida Sari mengingatkan agar jangan sampai nasib bidan Indonesia seperti dokter Indonesia yang sudah tidak bisa membendung masuknya dokter asing ke dalam negeri.
“Jangan sampai dengan mudahnya bidan asing masuk Indonesia tanpa surat ijin praktek, seperti dokter-dokter asing yang praktek tanpa ijin di Indonesia. Saya tidak mau seperti itu. Dahulukan bidan nasional,” tegasnya.
Menurut Amida Sari, kalau sampai RUU Kebidanan justru melemahkan bidan nasional, maka artinya pemerintah yang terdiri dari eksekutif dan legislatif sudah dikuasai oleh kepentingan asing untuk menguasai pasar kesehatan Indonesia.
“Untuk itu RUU Kebidanan harusnya segera dibuka ke masyarakat agar bisa dipelajari dan dikritisi. Jangan seperti beli kucing dalam karung. Agar ketahuan siapa yang berjuang bagi rakyat dan siapa yang menjual bangsa, rakyat dan negara.
Oleh karena itu ia menyerukan seluruh bidan Indonesia khususnya yang di Sukabumi dan Jawa Barat untuk bersatu mengawal RUU Kebidanan agar tidak menjadi alat untuk menyingkirkan bidan nasional dan membahayakan rakyat Indonesia.
“Kita berhak tahu dan mempelajari RUU Kebidanan itu. Jangan sampai kita lengah seperti dokter-dokter kita yang sekarang berhadapan dengan dokter asing tanpa perlindungan negara,” tegasnya.
Jabar AKI Tertinggi
Sejak 2007, Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian ibu (AKI) yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas,– tertinggi di Asia Tenggara (UNFPA, 2013) dengan 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Lima tahun kemudian, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2013) menunjukkan AKI di Indonesia berada pada angka 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Pemerintah melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebut angka AKI di Indonesia masih 359 per 100 ribu kelahiran.
Badan dunia, United Nation Development Program, Dalam kajian Human Development Report 2015 yang dikeluarkan oleh PBB (Perserikatan bangsa-bangsa). Melaporkan indikator maternal mortality (kematian ibu melahirkan) Indonesia berada pada posisi 190 (kematian) per 100.000 (kelahiran).
Salah satu cara untuk menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan melakukan persalinan difasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan.
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan terdapat 82,2% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Dari hasil tersebut 75% persalinan dilakukan oleh bidan.
erdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2013, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan secara nasional pada 2013 sebesar 90,88%. Berdasarkan data Riskesdas 2013, penolong saat persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%).
Sebanyak 0,8% kelahiran dilakukan tanpa ada penolong, dan hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat.
Berdasarkan Laporan Rutin Program Kesehatan Ibu 2013, Jawa Barat menduduki peringkat tertinggi dalam jumlah AKI di Indonesia. Sekitar 765 kasus kematian ibu terjadi di Jawa Barat dari total 5.019 kasus di Indonesia. Jawa Barat menjadi penyumbang 50% jumlah kematian ibu. Daerah Lain Penyumbang AKI Terbanyak adalah Sumatera Utara 249 kasus, Banten 216 kasus, Jawa Tengah 668 kasus, Jawa Timur 642 kasus
Berbagai Penyebab AKI Tinggi adalah 27% Jumlah kelahiran pada ibu berumur di bawah 20 tahun. 40% Pendarahan saat persalinan. 14% Hipertensi. 22% Infeksi dan 27% Lain-lain
Tiga provinsi dengan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih paling tinggi pada 2013 adalah Jawa Tengah (99,89%), Sulawesi Selatan (99,78%), dan Sulawesi Utara (99,59%). Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua 33,31%, Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%).
Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2010 jumlah tenaga bidan adalah 175.124 orang yang tersebar di berbagai tatanan pelayanan kesehatan dan pendidikan (Rumah Sakit, Puskesmas, RSAB, bidan desa, BPS, institusi pendidikan dan institusi lain). (Web Warouw)