JAKARTA- Terbuka sudah akhirnya kebusukan perpanjangan konsensi pengoperasian atau Privatisasi Terminal Petikemas PT JICT kepada Hutchinson Port Holding (HPH). Konsesi itu berpotensi merugikan Pelindo II dari tahun 1999-2019 dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 2,99Trilyun. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (28/11).
“Jika diperpanjang lagi konsensi kepada HPH dari tahun 2019 -2039 maka Pelindo II dan negara berpotensi menderita kerugian sebesar Rp 24,7 triliun dikali dengan 49% saham HPH jadi Rp 11,85 triliun dengan kurs sebesar Rp 13.600/US$. Jadi total semuanya menjadi Rp 14,4 trilyun menurut aprasial yang dilakukan PT Bahana Securities,” jelasnya.
Ia menjelaskan, menurut aprasial oleh Deutshe Bank menunjukkan manfaat bagi Pelindo II Rp 36,5 triliun lebih besar jika mengoperasikan sendiri JICT dibandingkan dengan memperpanjang kontrak. Akibat perpanjangan kontrak maka potensi kehilangan penghasilan Pelindo II adalah Rp 36,5 triliun dikali 49% adalah sebesar Rp 17,9 triliun dengan kurs sebesar Rp 13.600/US$.
Menurutnya, dari Penilaian PT Bahana Securities dan Deuthse Bank dalam pengelolaan JICT oleh HPH semua data dan keterangan yang diberikan kepada pansus angket Pelindo II dibawah sumpah, adalah benar adanya dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan pengetahuan.
“Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu jauh-jauh hari sudah menghitung potensi kerugian Pelindo II dan negara jika JICT dioperasikan kembali oleh HPH,” ujarnya.
Arief Poyuono menyampaikan hitungan potensi kerugian negara versi FSP BUMN Bersatu bahwa keuntungan perusahaan selama 25 Tahun (5 tahun masa sisa ditambah perpanjangan) dikurangi rental fee yang harus dibayarkan oleh Huntchinson Port Holding kepada PT Pelindo II terkait KSO Terminal Peti Kemas (TPK) Koja adalah US $ 2.779.716.535 dikurangi US $ 875.000.000 sama dengan US $ 1.904.716.535
Maka berdasarkan jumlah share konsensi masing-masing mendapatkan share IPC/Pelindo II di TPK Koja 51% mendapatkan US $ 971.405.432,85 dan Share HPH 49 % mendapatkan US $ 933.311.102,15.
Keuntungan perusahaan selama 25 tahun (5 tahun masa sisa ditambah perpanjangan) dikurangi rental fee yang harus dibayarkan oleh Huntchinson Port Holding kepada PT Pelindo II terkait JICT adalah US $ 7.689.068.881 dikurangi US $ 2.125.000.sama dengan US $ 5.564.068.881. Maka berdasarkan jumlah share konsensi masing- masing mendapatkan share IPC/Pelindo 2 di JICT dengan kepemilikan share IPC/Pelindo 2 adalah 49 % di JICT US $ 2.726.393.752 dan share HPH 51 % mendapat keuntungan US $ 2.837.675.129.
Potensi kehilangan pendapatan dari pengelolaan 2 terminal JICT dan TPK Koja yang dialami negara selama 25 tahun dengan membagi keuntungan kepada pihak asing yaitu Huntchinson Port Holding yang tanpa melakukan investasi adalah sebesar US $ 7.689.068.881 dikurangi US $ 2.125.000.000 sama dengan US $ 5.564.068.881.
Dengan kurs Rp 12.000/US$, maka akan diperoleh hasil Rp 43.916.458.247.751 dan jika dirata-ratakan pertahun maka potensi negara kehilangan pendapatan melalui usaha Pelindo II adalah Rp 1,8 Trilyun per tahun.
Dari proses yang diduga kuat adanya praktek nepotisme dan mengakali Undang-undang tentang Pelabuhan dan Undang-undang Pelayaran karena diduga ada kejanggalan proses perpanjangan konsesi JICT mengingat harga jualnya di 2014 lebih rendah ketika dilakukan privatisasi. Proses ini hanya sebesar USD 200 juta sementara di 1999, konsensi JICT dijual dengan harga USD 243 juta.
Pecat Menteri BUMN
Untuk itu, Arief Poyuono mengatakan, Menteri BUMN sangat bertanggung jawab dalam hal ini karena perpanjangan konsensi pengoperasian JICT tidak lepas dari persetujuan Kementerian BUMN.
“Karena sudah cukup bukti yang kuat akan potensi kerugian negara dalam skandal perpanjangan konsensi pengoperasian JICT pada HPH maka FSP BUMN Bersatu mendesak Jokowi untuk segera memecat Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN dan RJ Lino sebagai Dirut Pelindo,” ujarnya.
Menurutnya, langkah RJ Lino yang akan mensomasi PT Bahana Securities hanyalah langkah sia sia dan terkesan untuk menutup nutupi potensi kerugian Pelindo II akibat kebijakan RJ Lino yang katanya sudah membawa keuntungan pada Pelindo II.
FSP BUMN Bersatu juga mendesak Jokowi untuk membatalkan perpanjangan pengoperasian JICT kepada HPH yang diduga penuh dengan Moral Hazzard yang bermaksud merugikan negara untuk keuntungan HPH dalam proses appraisal JICT yang mengarah adanya dugaan praktek pencucian uang yang dilakukan dalam proses due diligence nya.
“FSP BUMN Bersatu berdasarkan keterangan data Bahana Securities dan Deutshe Bank akan melaporkan ke Bareskrim Polri karena perpanjangan konsensi JICT pada HPH sudah dapat dikatagorikan sebagai dugaan tindak pidana korupsi dan penipuan kepada pemegang saham Pelindo II dalam hal ini pemerintah Indonesia,” tegasnya. (Web Warouw)