JAKARTA- Gagasan Jokowi untuk mengaktifkan pesawat tanpa awak di wilayah udara Indonesia sangat strategis untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
“Gagasan ini tidak perlu dipikirkan terlalu berat dan rumit sebab yang kita bicarakan adalah mengamankan milik kita sendiri dengan tujuan yang baik bukan merugikan negara lain. Tujuannya jelas seperti mencegah illegal fishing, llegal mining, illegal logging, dan ancaman kedaulatan oleh aktivitas yang tak bisa terdeteksi dengan cepat di perbatasan,” demikian anggota Komisi -I-DPR, Evita Nursanty kepada Bergelora.com, di Jakarta, Senin (26/5).
Indonesia menurutnya memiliki teknologi pesawat ini dan siap dikerahkan. Kalau kerugian akibat aktivitas illegal yangg bisa mencapai lebih Rp 200 triliun bisa dicegah tentu akan sangat bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.
Upaya-upaya pencegahan seperti itu juga dilakukan negara-negara lain. Yang paling penting menurutnya seperti yang dipikirkan Jokowi adalah bagaimana membuat sesuatu secara riil dengan dampak besar.
“Memang harus kita akui kontrol atau pengawasan SDA kita itu perlu lebih ketat dan bagaimana bisa melaksanakannya secara efektif dan efisien. Itu intinya,” tegasnya.
Indonesia juga berhak memberdayakan peralatan dan SDM yang mampu mendeteksi kegiatan mata-mata di udara, laut dan darat dan termasuk alutsista TNI dan kemampuan bertindak cepat seperti yang dilakukan TNI AU selama ini.
“Jangan lupa pula kegiatan pengintaian selalu punya tujuan tertentu, dan kita pun punya intelijen. Kita bukan negara yang diam saja,” tambahnya.
Ia mengingatkan bahwa Indonesia berdaulat penuh atas wilayah udara yang menjadi wilayahnya, sesuai Undang undang (UU) No 43/2008 tentang Wilayah Negara, UU No26/2007 tentang Penataan Ruang termasuk di dalamnya ruang udara, UU No1/2009 tentang Penerbangan, dan juga berkewajiban menjaga keamanan data spasial sesuai UU No 4/2011 tentang Informasi Geospasial.
Indonesia berkewajiban untuk mempertahankan wilayah udaranya berdasarkan peraturan perundangan dan hukum internasional.
Dengan perkembangan teknologi satelit dan penginderaan jauh memang data spasial negara semakin terbuka, tapi Indonesia harus memiliki kemampuan untuk mengikuti perkembangan itu.
“Itu sebabnya kita terus mendorong BPPT, LIPI, Bakosurtanal, Lapan, TNI dan kalangan industri strategis kita untuk antisipasi perkembangan dan mendorong penguatan diplomasi internasional terkait batas udara,” ujarnya. (Tiara Hidup)