JAKARTA- Direktur Setara Institute, Hendardi menyatakan dukungannya pada Andi Arief, agar para capres dan cawapres serta masing-masing partai pendukungnya tidak mengkapitalisasi isu pelanggaran HAM berat dan penculikan secara berlebihan.
Namun dirinya juga menuntut agar menjelang akhir jabatannya, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono berani menerbitkan Keppres Pengadilan HAM seperti yang sudah lama direkomendasikan oleh DPR-RI.
“Bagi korban dan LSM yang bergerak di bidang HAM, agenda menagih negara menunaikan penyelesaian kasus penculikan adalah jauh dari politisasi. Ini adalah agenda untuk melawan lupa dan memutus rantai impunitas yang berlangsung terus,” demikian ujar Hendardi kepada Bergelora.com, di Jakarta, Selasa (27/5).
Menurutnya, pada banyak pengalaman negara-negara lain di dunia, menghentikan impunitas senantiasa mengandaikan adanya momentum politik.
“Nah, pengakuan Kivlan zein tentang 13 orang yang masih hilang adalah momentum politik yang mesti dimanfaatkan, yaitu dengan mengejar keterangan Kivlan melalui lembaga-lembaga yang berwenang seperti Komnas dan kejagung,” tegasnya.
Demikian pula pernyataan Prabowo ketika di Pepabri bahwa dirinya bersedia diklarifikasi, menurut Hendardi mesti ditindaklanjuti. Karena sebelumnya penyelidikan Komnas HAM beberapa tahun silam tidak pernah dapat menghadirkan Prabowo.
“Ini adalah momentum politik yang mesti dijemput,” tegasnya.
Hal lain yang perlu ditegaskan menurutnya, bahwa sekalipun ada beberaoa korban penculikan dan juga keluarga korban yang sudah berdamai bahkan bergabung dengan pihak yang diduga menculik, namun hak penegakan hukum dan hak untuk terus mengetahui dimana ke 13 korban bukanlah sekedar ada pada korban dan keluarga korban secara privat.
“Tapi semua itu merupakan hak dalam wilayah publik. Agar kejadian yang sama tidak berulang kembali di masa datang yang menimbulkan korban lebih banyak lagi. Oleh karenanya jawaban adalah Keppres dan penyelenggaraan Pengadilan HAM,” tegasnya. (Web Warouw)