JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga di level 5% di tengah pelemahan ekonomi global. Meski begitu, pertumbuhan itu disebut tidak cukup untuk mencapai cita-cita Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi (high income country) alias negara maju.
“Tentu kalau ditanya 5% cukup? Tidak, terhadap keinginan kita untuk menciptakan kemajuan atau mencapai high income country,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (28/8/2024).
Sri Mulyani menyebut pertumbuhan 5% mampu dicapai Indonesia di tengah berbagai dinamika dan hiruk pikuk kondisi global yang cenderung negatif dari sisi pertumbuhan, ekspor, impor, maupun dari segi inflasi dan suku bunga.
“Ini adalah 5% yang tidak biasa karena environment global sebenarnya menekan luar biasa besar seperti perang, inflasi tinggi, suku bunga tinggi, global growth melemah dan terjadinya protectionism,” ucapnya.
Pertumbuhan ekonomi yang terjaga stabil di 5% dinilai bisa digunakan sebagai modal Indonesia untuk terus tumbuh ke depan.
“Kalau dilihat dari environment yang sangat menekan, yang theoretically banyak negara mengalami tekanan pelemahan atau bahkan masuk resesi di Eropa, kita masih bisa menjaga 5% itu berarti kita terus harus menjaga resep untuk menyeimbangkan domestik demand dengan tetap secara oportunistik memanfaatkan global environment,” imbuhnya.
Menurut Sri Mulyani, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia ingin mencapai di atas 5%, instrumennya bukan pada stimulus fiskal moneter, melainkan harus melalui kebijakan struktural dan produktivitas.
“Sehingga strategi kita konsumsi rumah tangga akan dijaga, investasi terutama melalui berbagai sektor-sektor yang didorong sering menggunakan instrumen fiskal untuk menciptakan insentif baik dikonsumsi rumah tangga maupun investasi,” imbuhnya.
Rupiah Menguat
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap faktor penopang yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali ke level Rp15 ribu-an dalam dua pekan terakhir.
Mulanya, Bendahara Negara itu mencatat tiga bulan yang lalu rupiah bersama mata uang di seluruh dunia mengalami tekanan depresiasi yang sangat berat. Karena tekanan itu, rupiah sempat terperosok ke atas Rp16 ribuan per dolar AS.
Namun, dalam dua pekan terakhir, rupiah kembali perkasa. Jika pada 7 Agustus lalu, rupiah masih terkulai tak berdaya di level Rp16.146 per dolar AS, pagi ini mata uang garuda sudah berhasil perkasa di level Rp15.504 per dolar AS.
“Ini menggambarkan bahwa ada faktor global yang mempengaruhi, terutama dari sisi negara-negara maju yang memiliki dampak kepada seluruh dunia,” tutur wanita yang akrab disapa Ani itu dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-4 Masa Persidangan I 2024-2025 di Jakarta Pusat, Selasa (27/8).
Ani menyebut rupiah juga ditopang oleh pondasi ekonomi Indonesia, terutama pada outlook neraca pembayaran.
Oleh sebab itu, ia menekankan ekspor dan current account deficit atau defisit transaksi berjalan menjadi sangat penting dan bergantung kepada produktivitas serta daya saing dari perekonomian Indonesia.
“Di sisi lain, landasan ekonomi makro terutama dari sisi fiskal memberikan kredibilitas yang mampu menarik arus modal kembali pada saat terjadi ketidakpastian,” ujar dia lebih lanjut.
Lebih lanjut, Ani menjelaskan kondisi AS dengan defisit APBN mereka yang sangat besar akan mendorong penerbitan surat berharga negara (SBN) AS yang cukup besar.
Menurutnya, hal ini berpotensi menahan yield dari US Treasury yang akan berimbas kepada banyak SBN negara berkembang, terutama Indonesia. Namun, dengan reputasi dan kredibilitas APBN, ia yakin Indonesia mampu menciptakan nilai selisih yang cukup dekat.
Ia pun menyoroti bagaimana suku bunga AS diperkirakan akan dipangkas tiga kali dengan total penurunan 100 basis point dari sebelumnya hanya 75 basis point.
“Indonesia dalam hal ini surat berharga di antara emerging market memiliki daya tarik yang cukup besar karena fondasi fiskal yang terjaga baik. Risiko ketidakpastian yang sangat tinggi ini perlu untuk kita waspadai dan kita cermati,” tegas Ani. (Enrico N. Abdielli)