JAKARTA- Penahanan Mantan Menteri Kesehatan, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya adalah keberhasilan korporasi kesehatan internasional dibidang obat dan vaksin untuk mengkriminalisasi Siti Fadilah yang menertibkan pencurian sampel-sampel virus secara ilegal. Siti Fadilah sudah ditarget masuk penjara setelah tidak lagi menjadi Menteri Kesehatan.
“Setelah berhasil memaksa Presiden SBY untuk mencopot Siti Fadilah sebagai Menteri Kesehatan, korporasi yang menguasai berbagai industri obat dan vaksin internasional punya kesempatan menyusun kekuatan untuk mengkriminalisasi Siti Fadilah dengan berbagai tuduhan korupsi,” Hal ini disampaikan oleh Pengurus Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Roy Pangharapan kepada Bergelora.com seusai konferensi pers di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Selasa (26/10).
Menurutnya, indutri vaksin dan obat-obatan ingin kembali dapat menguasai kesehatan 240 juta rakyat Indonesia seperti sebelum masa Menteri Kesehatan, Siti Fadilah.
“Bagi korporasi obat dan vaksin, Siti Fadilah adalah penghalang yang harus dilumpuhkan. Mereka ingin Namru-2 (Naval Medical Research Unit 2) dapat beroperasi lagi mengembangkan dan mengumpulkan sampel virus berbagai penyakit. Mereka ingin menguasai pasar obat dan vaksin yang dipakai di Indonesia. Mereka ingin seluruh rakyat Indonesia menjadi alat uji coba laboratorium untuk memproduksi vaksin sekaligus senjata biologi untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya,” jelasnya.
Roy Pangharapan mengatakan bahwa sejak Siti Fadilah tidak lagi menjabat sebagai Menkes, masyarakat Indonesia telah kembali dikuasai pasar berbagai obat dan vaksin yang melanjutkan operasinya.
“Tanpa disadari oleh para penegak hukum, KPK, Polisi dan Jaksa telah ditunggangi kepentingan pasar obat dan vaksin. Mereka lupa kalau sanak dan keluarganya pernah diselamatkan Menkes Siti Fadilah dari penyebaran SARS, Antraks dan Flu Burung yang mematikan beberapa tahun lalu. Sungguh mulia perbuatan mereka terhadap Siti Fadilah,” ujarnya sinis.
Kabar Dari Amerika Serikat
Hal ini dibenarkan Burhan Rosyidi adik Siti Fadilah yang selama ini mendampinginya. Ia menceritakan beberapa waktu lalu, ada kabar dari Amerika Serikat bahwa saat ini ada upaya dari beberapa korporasi vaksin Internasional untuk mencabut perjanjian internasional yang mengatur virus sharing yang dibuat oleh WHO.
“Waktu itu Siti Fadilah sebagai Menkes atas nama Indonesia mengatur Material Transfer Agreement (MTA) yang menertibkan sample-sample virus yang dibawa keluar negeri secara tidak sah dan liar dan hanya menguntungkan industri vaksin dan senjata biologi. MTA ini kemudian didukung oleh seluruh negara di dunia kecuali Amerika, untuk dijadikan peraturan WHO dalam Pandemic Influenza Preparedness Framework (PIP) Virus Sharing Framework,” jelasnya kepada Bergelora.com.
Menurutnya, selain soal penutupan Namru-2, masalah MTA ini jugalah yang menyebabkan Presiden SBY ditekan korporasi kesehatan dunia untuk tidak lagi menjadikan Siti Fadilah sebagai Menteri Kesehatan.
“Saat ini ada 7 pengacara internasional yang dibiayai oleh korporasi internasional yang harus ditugaskan untuk mencabut peraturan PIP Virus Sharing Framework tersebut. Namun negara-negara dalam WHO terutama Jerman dan Amerika menolak dan meminta Siti Fadilah segera bangkit membela PIP Virus Sharing Framework -nya. Karena hanya Siti Fadilah yang punya historis bisa menggalang dukungan Internasional untuk melawan 7 pengacara internasional tersebut,” jelasnya.
Maka menurutnya, seorang utusan berkebangsaan Perancis dikirim ke Indonesia untuk menemui Siti Fadilah. Rencananya Siti Fadilah akan diundang disebuah pertemuan internasional di Perancis bersama negara-negara pendukung MTA. Namun utusan itu dipotong oleh seorang pejabat WHO Asia Tenggara asal Indonesia dengan mengatakan Siti Fadilah terjerat kasus hukum. Utusan itu kemudian kembali ke Perancis
“Namun kondisi pihak internasional tetap meminta Siti Fadilah hadir dalam pertempuan internasional itu. Maka disiapkan tele-konferensi Siti Fadilah dengan perwakilan negara-negara yang berkumpul di Perancis. Pada hari Kamis (20/10) Siti Fadilah menerima panggilan KPK untuk diperiksa pada hari Senin (24/10). Tapi setelah diperiksa, Siti Fadilah langsung ditahan KPK di Pondok Bambu,” jelasnya.
Dengan ditahannya Siti Fadilah, menurutnya, saat ini kepentingan korporasi asing dibidang kesehatan khususnya vaksin dan obat sudah bisa menundukkan negara-negara pendukung PIP Virus Sharing Framework untuk menghapus penertiban transfer virus.
“Kaki tangan korporasi asing di Indonesia tidak tahu konsekwensi dari penahanan Siti Fadilah bagi rakyat dan bangsa Indonesia bahkan dunia. Atau mereka memang bagian dari alat asing untuk merusak Indonesia,” ujarnya.
Tekanan Politik
Penahanan Mantan Menteri Kesehatan, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) seusai memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sarat politik. Setelah diperiksa dari pukul 10.00 pagi sampai 14.00 siang, Menteri Kesehatan yang pernah menutup instalasi militer Amerika Serikat Namru-2 (Naval Medical Research Unit Two) ini langsung ditahan di rumah tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur.
“BAP pemeriksaan tidak menyentuh substansi. Pertanyaan penyidik KPK hanya soal biodata bu Fadilah. Ditanyakan apakah bu Fadilah kenal beberapa nama yang sudah pernah disebutkan dalam kasus dr Rustam Pakaya. Setelah itu penyidik mengatakan bu Fadilah harus ditahan. Sepertinya mereka ditekan untuk menahan Bu Fadilah. Sangat sarat kepentingan politik yang anti bu Fadilah,” demikian Pengacara, Ahmad Cholidin, SH kepada Bergelora.com di Rutan Pondok Bambu, Senin (24/10).
Sementara itu, Praktisi Hukum, Hermawanto, S.H., M.H. mengatakan, KPK mempertaruhkan kredibilitasnya menetapkan tersangka dan menahan Siti Fadilah.
“Dalam perkara suap, maka harus jelas siapa yang memberi dan siapa yang menerima, Jika Siti Fadilah menyatakan tidak pernah menerima maka tugas berat bagi KPK untuk membuktikan tindakan langsung siapa yang memberi, dimana, dalam bentuk apa dan kapan pemberian itu dilakukan, jika tidak jelas peristiwa memberi dan menerimanya, maka KPK sedang mempertaruhkan kredibilitasnya,” tegas Alumni LBH Jakarta ini.
Siti Fadilah Supari menurutnya ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK dengan sangkaan Pasal 12 huruf b, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 11 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Siti Fadilah diduga menerima pemberian atau janji dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan I untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis departemen kesehatan dari dana DIPA revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan tahun anggaran 2007
“Perkara ini berkaitan dengan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, maka harus dibuktikan kepada pihak-pihak yang berwenang dalam proses Pengadaan barang dan Jasa. Siti Fadilah sebagai Menteri tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan siapa pemenang tender/perusahaan pelaksana proyek sesuai Perpres 80 tahun 2003 tentang Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah serta berdasarkan Putusan Rustam S. Pakaya. Jadi bagaimana mungkin terlibat suap menyuap dalam proyek tersebut,” jelas Hermawanto.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya-Jakarta ini mengatakan berdasarkan rumusan Pasal yang disangkakan diatas, maka KPK harus mampu membuktikan Siapa yang memberikan suap, siapa yang menerima suap, kapan dan dimana proses suap-menyuap itu terjadi ? Dalam kewenangan apa Siti Fadilah dalam proses pengadaan barang dan jasa tersebut ? Apakah Siti Fadilah berhak memutuskan siapa pemenag tender ? Pelanggaran hukum berkaitan dengan kewenangan apa yang dilakukan oleh Siti Fadilah ? Kewajiban hukum apa yang dilanggar atau tidak dilakukan oleh Siti Fadilah Supari ? (Web Warouw)