BANDAR LAMPUNG- Ketua Jaringan Kerakyatan Lampung (JKL), Joni Fadli yang dikenal dengan panggilan Acong mengecam perlakuan rasisme yang dilakukan oleh petugas Sentra Gakkumdu Lampung Timur, Lailatul Khoiriyah, S.HI saat memeriksa Isnan Subkhi pada hari Selasa (8/5) di Kantor Sekretariat Panwas Lampung Timur. Pertanyaan tidak pantas berbau rasis tersebut telah mencoreng Pilkada Lampung 2018 dan dipastikan akan dilaporkan ke Bawaslu Pusat.
“Petugas negara yang bertugas memastikan pilkada yang bersih dari sentimen SARA justru menanyakan pada Isnan, apakah Acong orang Cina? Kalau saya Cina emang kenapa?” tegas Acong kepada kepada media di Bandar Lampung, Senin (14/5).
Menurutnya dalam peraturan perundang-undangan, petugas negara khususnya petugas dalam Pilkada dilarang menghembuskan sentimen SARA.
“Justru saat melakukan pemeriksaan resmi yang yang ditugaskan oleh negara, petugas menghembuskan sentimen SARA dan tercatat dalam berita acara,” jelas Acong.
Dalam Berita Acara Klarifikasi pertanyaan nomor 39 tertulis, Lailatul Khoiriyah bertanya pada Isnan Subkhi, ” (Apakah-red) Acong orang China?”
Kemudian dijawab tegas oleh Isnan Subkhi, ”Bukan. Acong Orang Lampung.”
Berita Acara Klarifikasi tersebut ditanda tangani langsung oleh Lailatul Khoiriyah, S.HI, sebagai Koordinator Sentra Gakkumdu Panwaslu Kabupaten Lampung Timur yang memeriksa Isnan Subkhi pada pukul 03.00, Selasa (8/5) di Kantor Sekretariat Panwas Lampung Timur.
Dalam Berita Acara Klarifikasi disebutkan Isnan Subkhi warga Metro, berusia 29 tahun bekerja sebagai wartawan di Way Jepara sempat ditahan oleh Panwaslu Lampung Timur hari Senin (7/5) terkait pasal 69 JO 187 Ayat 2 UU No 10/2016 dengan dugaan pelanggaran terkait penyebaran selebaran berupa kertas yang berisi hinaan terhadap salah satu pasangan calon gubernur.
Joni Fadli atau Acong adalah Ketua Jaringan Kerakyatan Lampung (JKL), Joni Fadli adalah aktivis 98 yang sejak tahun lalu membongkar skandal perselingkuhan Gubernur Ridho Ficardo dan Sinta Melyati.
“Saya orang Lampung asli. Saya menginginkan pemimpin Lampung yang baru yang bersih dan bermoral. Saya sudah bawa kasus ini sampai ke DPR-RI dan Mabes Polri pada tahun lalu,” ujarnya.
Acong menceritakan bahwa dirinya sudah mendapatkan panggilan dari Sentra Gakkumdu kabupaten Lampung Timur. Acong memastikan akan memenuhi panggilan.
“Pesan ibu saya,– jangan takut untuk bicara kebenaran. Dalam darahmu mengalir darah nenek moyang Abung Subing. Dalam kelakar orang Lampung ditandai 3 senjata dipinggang. Itu tanda keberanian orang Abung Subing mengusir pengacau dari laut utara. Jangan takut, jangan gentar. Saya akan hadapi mereka,” tegas Acong.
Fakta Perselingkuhan
Kepada Bergelora.com dilaporkan sebelumnya, upaya berbagai pemberitaan untuk memojokkan Isnan Subkhi dan Acong dengan mengatakan telah melakukan Black Campaign dijawab langsung oleh Acong.
“Black campaign adalah kampanye hitam tanpa fakta berbau fitnah. Perselingkuhan petahana cagub Lampung Ridho Ficardo dengan Sinta Melyati adalah fakta bukan fitnah! Ini namanya negative campaign yaitu membuka fakta-fakta gelap yang selama ini berusaha ditutupi oleh Ridho,” ujarnya ketika ditemui di Bandar Lampung, Selasa (8/5) malam.
Acong menegaskan, rakyat Lampung tidak pernah lupa terhadap kasus perselingkuhan yang berujung kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ridho pada Sinta Melyati.
“Kami hanya mengingatkan kejahatan yang berusaha ditutupi oleh petahana,” tegas Acong.
Kasus ini menurutnya sudah pernah terungkap diberbagai media massa lokal maupun nasional namun sampai sekarang terus dibungkam oleh petahana Ridho Ficardo.
“Sinta lewat pengacaranya sudah pernah mengadu sampai ke Komisi III, DPR-RI. Rakyat Lampung resah dengan kasus ini. Kami yang mengantarkannya ke DPR. Ridho dipanggil tapi gak berani datang ke DPR-RI sampai sekarang. Semua ada di media massa,” jelas acong.
Sementara itu Isnan Subkhi juga menjelaskan bahwa tidak benar dirinya menyebarkan selebaran yang berisi perselingkuhan Ridho-Sinta tersebut di saat kampanye Arinal- Nunik di Lampung Timur seperti yang diberitakan oleh media-media massa pembela Ridho Ficardo.
“Kami tidak tahu ada kampanye Arinal- Nunik. Kami menyebarkannya pada masyarakat di dalam Pasar Sumber Sari, Kecamatan Mataram Baru, Lampung Timur. Jam 10 pagi. Lokasi itu 400 meter jauhnya dari area kampanye Arinal-Nunik pada siang hari, setelah kami ditangkap,” tegas mantan Ketua Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND)- Provinsi Lampung ini.
Menurutnya, kalau bukan mahasiswa, siapa lagi yang berani bertanggun jawab terhadap kerusakan moral gubernur seperti saat ini.
“Tugas mahasiswa adalah menyadarkan masyarakat untuk tidak lagi memilih pemimpin yang tidak bermoral dan pelaku kejahatan kekerasan seksual. Karena dana Pilkada Lampung 2018 ini adalah milik rakyat, bukan untuk memilih gubernur amoral,” tegasnya. (Salimah)