JAKARTA- Mayarakat mengecam keras perlakuan aparat TNI yang jelas-jelas mengintimidasi dan mengekang kebebasan kehidupan warga sipil yang terjadi belakangan ini Medan dan Bandung. Masyarakat dengan tegas menolak Intervensi TNI dalam semua sendi kehidupan warga sipil. Hal ini ditegaskan oleh Asep Komarudin kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (23/8), mewakil ratusan kelompok sipil yang tergabung dalam Gema Demokrasi.
Gema Demokrasi juga mengkritik sikap diam otoritas sipil yaitu Walikota Bandung dan DPRD Kota Bandung yang membiarkan aksi kekerasan aparat TNI pada warga sipil yang tergabung dalam komunitas Perpustakaan Jalanan di Taman Cikapayang.
“Otoritas sipil yaitu pemerintah kota Bandung c.q. Walikota dan DPRD untuk segera mendorong peran aktif kepolisian dalam tugas menjaga ketertiban dan melindungi warga sipil. Kembalikan militer ke barak!,” tegas Asep Komarudin.
Ia juga mengingatkan penegakan Undang-Undang TNI Nomor 34/ tahun 2004 dan menyerukan agar pemerintah pusat memperhatikan kecenderungan penyimpangan atudan ini di daerah oleh instansi terkait.
“Kasus terbaru menunjukkan bagaimana arogansi anggota TNI secara telanjang dipertontonkan di ranah publik. Di Medan, Sumatera Utara 15 Agustus anggota TNI AU dan Paskhas Lanud Suwondo, melakukan tindakan brutal terhadap sejumlah warga kelurahan Sari Rejo, tercatat beberapa warga mengalami luka-luka dan dua orang jurnalis yang sedang meliput juga mengalami tindakan serupa,” jelasnya.
Selang lima hari kemudian kekerasan berlangsung kembali pada Sabtu, 20 Agustus 2016 di saat komunitas Perpustakaan Jalanan menggelar lapak baca buku gratis di Taman Cikapayang Dago, Bandung. Kegiatan melapak buku berlangsung hingga pukul 23.00 ketika datang 2 truk TNI, 1 mobil polisi militer, mobil sipil, dan sepeda motor.
“Kendaraan-kendaraan tersebut bermuatan kurang lebih 50 personil. Selain itu aparat keamanan berseragam tersebut juga membawa senjata api dan pentungan rotan. Saksi mata melihat para aparat turun dari kendaraan masing-masing seraya berteriak dan membentak-bentak: “bubar.. ,bubar…” pada kerumunan orang di sekitar Taman Cikapayang. Salah seorang aparat TNI tanpa sebab yang jelas memukuli tiga orang dari Perpustakaan Jalanan,” paparnya.
Ia mengatakan, di Bandung, perlakuan brutal aparat pada warga yang tengah berkumpul bukan terjadi sekali itu saja. Dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir ini, bukan polisi ataupun Satpol PP, melainkan aparat dari TNI lah yang kerap melakukan pembubaran serupa.
Bandung yang dikenal sebagai Paris van Java, kota musik, kota komunitas kreatif telah beberapa waktu lamanya tersandera oleh sebuah aturan yang dikeluarkan untuk mengatur mobilitas warga yaitu pemberlakuan jam malam hingga pukul 23.00. Aturan tersebut berlatar belakang kejadian penusukan terhadap anggota TNI yang dilakukan oleh salah seorang anggota gang motor. Belakangan, sweeping pun dilakukan aparat TNI pada kerumunan-kerumunan warga dengan alasan mencegah kejahatan yang dapat muncul, walaupun seringkali tidak terkait dengan keterlibatan gang motor.
Ia mengingatkan, keterlibatan TNI dalam keseluruhan upaya penyelesaian konflik (penggusuran, intoleransi, pembangunan) justru semakin memperburuk kondisi kebebasan warga sipil. Keterlibatan TNI di ranah publik semacam itu tidak sesuai karena Bandung tidak dalam kondisi keadaan darurat.
Bila dibiarkan menurutnya akan meruntuhkan seluruh tatanan supremasi hukum dan pemenuhan hak asasi manusia. Tindakan aparat TNI di atas jelas-jelas bertentangan dengan UU TNI Nomor 34/ Tahun 2004 pasal 7 ayat 2 dan 3 yang mengatur pelibatan TNI di hal-hal luar perang, yang mengharuskan adanya keputusan politik (kebijakan presiden), dan mendapatkan pertimbangan DPR RI.
“Praktik keterlibatan TNI yang semakin marak ini menunjukan arogansi dan keengganan untuk tunduk pada supremasi sipil yang berdampak pada pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak sipil warga yang dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.
Gema Demokrasi
Gema Demokrasi terdiri dari, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Asosiasi Pelajar Indonesia, Arus Pelangi, Belok Kiri Festival, Desantara, Federasi SEDAR, Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK), Forum Solidaritas Yogyakarta Damai (FSYD), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Garda Papua, Gereja Komunitas Anugrah (GKA) Salemba, Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB), Gusdurian, Institute for Criminal Justice Reform (IJCR), Imparsial, Indonesian Legal Roundtable (ILR), INFID, Institut Titian Perdamaian (ITP), Integritas Sumatera Barat, International People Tribunal (IPT) ‘65, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), KPO-PRP, komunalstensil, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) Hongkong, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), LBH Pers, LBH Pers Ambon, LBH Pers Padang, LBH Bandung, LBH Jakarta, LBH Yogya, LBH Semarang, Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Papua Itu Kita, Partai Pembebasan Rakyat (PPR), Partai Rakyat Pekerja (PRP), PEMBEBASAN, Perempuan Mahardhika, Perpustakaan Nemu Buku – Palu, Pergerakan Indonesia, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Politik Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI), PULIH Area Aceh, PurpleCode Collective, Remotivi, Sanggar Bumi Tarung, Satjipto Rahardjo Institut (SRI), Serikat Jurnalis Untuk Keragaman (SEJUK), Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), Sentral Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (SGMK), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Suara Bhinneka (Surbin) Medan, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI), Serikat Buruh Bumi Manusia-Nanbu (SEBUMI-NANBU), Solidaritas.net, Taman Baca Kesiman, Sloka Institute, Ultimus, Yayasan Bhinneka Nusantara, Yayasan Satu Keadilan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Manikaya Kauci, Yayasan Kartoenbitjara Indonesia, YouthProactive. (Irene Gayatri)