Minggu, 20 April 2025

Gereja Protes Pencemaran Laut Timor

KUPANG- Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) menggandeng gereja-gereja Kristen Australia (Uniting Church) menyuarakan dan mendorong Pemerintah Federal Australia untuk secepatnya menyelesaikan masalah pencemaran Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada Agustus 2009. Selain laut tercemar oleh minyak, perusahaan minyak milik Australia itu juga melakukan penyemprotan bubuk kimia sangat beracun di laut. Masyarakat nelayan diserang penyakit gatal yang berujung pada kematian. Pemerintah Australia maupun operator ladang Minyak dan Gas Montara PTTEP Australasia maupun pemilik dari ladang Minyak dan Gas Montara Sea Drill Norway Pty.Ltd sampai saat ini tidak mau bertanggung jawab.

“Pemerintah Federal Australia sendiri belum memberikan tanggapan apapun terhadap himbauan dari Pemerintah Indonesia dan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), terkait kasus pencemaran itu,” demikian surat Sinode GMIT kepada Dewan Gereja-Gereja di Australia dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Sinode GMIT Pendeta Robert St Litelnoni STh dan Pendeta Benjamin Nara Luhu MTh yang ditujukan kepada Presiden Uniting Church di Australia.

GMIT mengambil sikap yang bernuansa “Eco-Pastoral” tersebut melalui sidang Majelis Sinode GMIT ke-38 yang berlangsung di Kupang pada pertengahan April 2015, setelah mengetahui masyarakat di wilayah pesisir mengalami berbagai macam penyakit aneh serta menurunnya produksi hasil usaha mereka seperti budidaya rumput laut dan hasil tangkapan ikan yang bersumber dari Laut Timor.

“GMIT meminta Uniting Church di Australia untuk bersama GMIT menyuarakan dan mendorong Pernerintah Federal Australia untuk secepatnya memberikan klarifikasi dan penyelesaian atas masalah ini sebagai bentuk pertanggung jawaban atas derita yang dialami masyarakat di pesisir NTT,” Pendeta Robert St Litelnoni STh kepada Bergelora.com di Kupang, Selasa (12/5)

GMIT dalam suratnya itu menjelaskan keberpihakan GMIT terhadap kasus pencemaran tersebut didasari oleh panggilannya sebagai gereja untuk menjalankan mandat budaya, yakni panggilan gereja untuk memelihara dan mengelola serta memberdayakan bumi  bagi kesejahteraan sesama dan untuk kemuliaan Tuhan.

“Sedangkan, mandat agung adalah panggilan Gereja untuk terlibat dalam pelayanan holistik, termasuk menjadi berkat bagi sesama dalam hal pendampingan dan pembelaan terhadap korban pencemaran minyak Montara di Laut Timor yang merugikan warga GMIT secara khusus, dan masyarkat secara umum,” ujarnya.

GMIT menyadari adanya relasi simbiosis-mutualisme, antara manusia dan laut, bahwa laut merupakan sumber daya alam yang sakral pemberian Tuhan bagi manusia.

Dosa Sosial

Sayangnya, Laut Timor telah kehilangan sakralitas (desakratitas) berupa pencemaran minyak Montara sebagai bagian dari bentuk eksploitasi sumber daya alam.    
“Pencemaran Laut Timor dalam pemahaman Eco-Pastoral GMIT, bukan saja merupakan gambaran kecerobohan manusia melainkan sebuah dosa sosial yang telah menodai sakralitas alam,” kata Litelnoni.

Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni mengatakan cukup terkejut dengan sikap “Eco-Pastoral” yang ditunjukkan Sinode GMIT yang akan menggandeng Uniting Chruch di Australia untuk menyuarakan masalah tersebut guna mendorong Pemerintah Federal Australia untuk mengambil langkah-langkah pemulihan 

“Uniting Church di Australia telah menyatakan kesediaannya untuk bersama YPTB memberikan penekanan kepada Pemerintah Australia untuk segera menuntaskan kasus ini,” katanya kepada Bergelora.com secara terpisah. (Leo)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru