JAKARTA- Pembantaian massal 1965 terhadap jutaan pendukung Soekarno dan anggota dan kader Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 adalah hasil adu domba operasi lembaga intejen Amerika Serikat Central Intelegent Agency (CIA). Namun hingga sat ini sejarah hitam tersebut masih menjadi luka bangsa yang meninggalkan kecurigaan, kebencian disamping penderitaan para keluarga korban.
“Oleh karena itu Partai Gerindra mendukung Presiden Joko Widodo untuk meminta maaf atas nama negara terhadap semua keluarga korban dari PKI dan kaum nasionalis serta rakyat biasa yang tidak tahu apa-apa. Kita dikerjain orang luar. Tujuannya jatuhin Bung Karno, kita korban adu domba Imperialis Amerika,” demikian Wakil Ketua Partai Gerindra, FX Arief Poyuono dalam rilis yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Rabu (12/8).
Menurutnya langkah permintaan maaf yang akan dilakukan presiden merupakan upaya untuk rekonsiliasi nasional agar bangsa Indonesia siap untuk bersatu lagi menghadapi tantangan global dimasa depan.
“Tanpa inisiatif presiden, maka luka itu akan tetap ada. Persatuan tidak mungkin dibangun dan kita akan terus gagal menghadapi kesempatan dan tantangan global dimasa depan. Kita harus membangun. Membangun butuh persatuan,” ujarnya.
Menurutnya, rencana permintaan maaf oleh negara sebenarnya sudah disiapkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, namun belum sempat dilaksanakan pemerintahan sudah berganti ke Presiden Joko Widodo. Arief Poyuono mengakui masih ada orang-orang yang menghembus-hembuskan kebencian pada keluarga PKI dengan mengatas namakan Pancasila.
“Semua agama tidak ada yang mengajarkan kebencian dan dendam. Kita harus konsisten dengan Pancasila yaitu memegang ajaran agama dan membangun persatuan Indonesia bukan membangun kebencian dan dendam. Oleh karena tidak boleh lagi ada diskriminasi, penzoliman atau fitnah terhadap semua keluarga PKI,” tegasnya.
Ia mengatakan selain peristiwa 1965, juga beberapa kasus pelanggaran HAM warisan masa lalu juga harus diselesaikan dengan cara yang sama yaitu permintaan maaf negara dan rekonsiliasi.
“Ada kasus Priok, Talangsari, Papua, Aceh Kedung Ombo, Petrus, penculikan, kerusuhan Mei 1998. Semuanya harus tutup buku dengan permintaan maaf Presiden Jokowi,” tegasnya. (Web Warouw)