JAKARTA- Kepolisian Republik Indonesia segera diminta memeriksa Wakil Presiden Jusuf Kalla atas pernyataannya yang berbau diskriminasi SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) dan nepotis dalam berbisnis dengan perusahaan tambang emas Amerika Serikat Freeport McMoran. Hal ini ditegaskan oleh Ketua DPP Partai Gerindra, Iwan Sumule kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (29/12).
“Pernyataan Wapres Jusuf Kalla berbau SARA dan masuk katagori ‘Hate Speech’. Polri harus tangkap dan periksa Jusuf Kalla. Tegakkan hukum seadil-adilnya,” tegasnya.
Aktivis 98 ini mengingatkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti tidak diskiriminatif dalam menegakkan hukum, karena hukum berlaku pada siapapun tidak melihat pangkat dan jabatannya.
“Jangan hanya berani menangkap rakyat kecil seperti pemilik akun @ypaonganan, tapi tidak berani memeriksa Wakil Presiden yang jelas-jelas menyebar luaskan kebencian berbau SARA yaitu anti-cina,” ujarnya.
Iwan Sumule mengingatkan 8 Oktober 2015 lalu Kapolri menerbitkan Surat Edaran (SE) Hate Speech, atau ujaran kebencian. Menurut surat edaran tesebut, ujaran kebencian adalah tindak pidana yang berbentuk, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita bohong, dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
“Kapolri menjelaskan bahwa aspeknya meliputi suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan dan kepercayaan, ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, dan orientasi seksual. Ujaran kebencian dapat melalui media kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring media sosial, penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa cetak maupun elektronik, dan pamflet,” jelas Iwan Sumule.
“Misalnya, orasi ataupun pidato keagamaan yang mengandung unsur mengajak orang membenci orang lain. Kalau bisa saya sebutkan contohnya, ya yang selama ini dilakukan Abu Bakar Baasyir, lalu hasutan sekjen Jakmania jelang final turnamen sepakbola Piala Presiden, juga kejadian di Aceh Singkil,” ujar Iwan Sumule mengutip Kapolri Badrodin.
Wapres Geram
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla geram lantaran banyak pihak yang menyudutkannya dalam kasus Freeport. Keluarga Kalla, yakni adik iparnya, Aksa Mahmud; dan keponakannya, Erwin Aksa, dituding bertemu dengan bos Freeport, Jim Bob atau James R. Moffet, dan mendapat saham 40 persen dalam rencana pembangunan smelter di Mamberamo, Papua.
“Saya tidak tahu. Pokoknya begini saja deh, kalau memang benar ada proyek smelter dibangun oleh Aksa, ambil saja keuntunganya,” kata Kalla, di kantornya, Senin, 28 Desember 2015. “Tapi kalau tidak, yang mempermasalahkan itu musti bayar jumlah yang sama. Hati-hati,” ujarnya seperti dimuat sebuah situs media nasional.
Kalla mengatakan pertemuan antara kerabatnya dan bos Freeport itu tidak terkait dengan pembangunan smelter. Dia geram lantaran saat ini banyak pihak yang menuding tanpa disertai fakta dan data yang jelas. Sebelumnya, Kalla pernah mengatakan pertemuan antara Aksa dan Jim Bob hanya membahas soal bisnis semen, bukan smelter.
Dia juga menilai kerja sama yang dilakukan kerabatnya dan bos Freeport itu sebagai bentuk bahwa pengusaha Indonesia bisa bersaing dengan pengusaha asing. Artinya, Jim Bob memperhitungkan kualitas perusahaan asal Indonesia, yang dikelola Aksa, untuk bergabung bisnis tanpa ada unsur politis.
“Kalau urusan dagang, ya dagang. Daripada orang Cina yang jadi kontraktor,” kata Kalla. Pengusaha nasional atau pribumi kerja di daerah cari proyek yang bagus, apa salahnya? Jangan anti dengan pengusaha,” tegasnnya. (Web Warouw)