Sabtu, 26 Juli 2025

GIMANA PENGAWASANNYA NIH..? Kasus Keracunan MBG Terjadi Lagi, Perlu Ada Sanksi!

JAKARTA – Masalah keracunan dalam Makan Bergizi Gratis (MBG) masih saja terjadi, kasus terbaru muncul di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sanksi tegas seperti apa yang diperlukan agar kejadian tidak berulang?

Sebanyak 111 siswa SMPN 8 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dilarikan ke sejumlah rumah sakit akibat keracunan usai menyantap MBG.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan detail terkait kasus yang terjadi awal pekan lalu. Di sisi lain, dia memastikan bahwa evaluasi dan pelatihan kepada SPPG atau dapur MBG selalu dilakukan untuk memastikan kualitas dan gizi MBG.

“Sedang dicek detail penyebabnya. Iya betul (SPPG selalu diberi pelatihan),” kata Dadan, Rabu (22/7/2025).

Ketika ditanya apakah ke depannya akan ada sanksi tegas kepada SPPG yang terbukti lalai dan tidak menjalankan SOP dalam penyajian MBG, sehingga menyebabkan keracunan, Dadan menyebut akan melakukan perbaikan terus-menerus.

“Kita akan perbaiki terus-menerus,” lanjutnya.

Kasus keracunan MBG bukanlah yang pertama kali. Kasus ini secara berulang kerap terjadi dengan beragam sebab, mulai dari masalah food tray alias nampan yang tidak memiliki standar mutu, hingga adanya kontaminasi bakteri Salmonella dan E coli. Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran hingga trauma orang tua mengenai keselamatan anak mereka yang menjadi penerima manfaat MBG.

Saat ditanya, bagaimana langkah BGN untuk meyakinkan orang tua dan siswa bahwa MBG yang diberikan memenuhi standar kualitas, mutu, dan gizi seimbang, Dadan menegaskan bahwa pihaknya terus mengupayakan zero accident.

“Kita upayakan zero accident,” tegas Dadan.

Perlu Pengawasan Dan Sanksi Tegas

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menegaskan bahwa program MBG masih memiliki kelemahan dalam tata kelola dan pengawasan di tingkat daerah.

Salah satu sorotan utama adalah lemahnya peran pemerintah daerah dalam memastikan program berjalan dengan aman dan membawa manfaat langsung kepada masyarakat sekitar.

“Saya melihat memang ini harus dibuat satu peraturan teknis yang mengatur mengenai tata kelola dan sanksi-sanksi itu,” kata

“Jika muncul keracunan-keracunan itu, itu kan sebenarnya masalah pengawasan yang lemah, masalah pengawasan kualitas, masalah tata kelola yang tidak transparan,” ujarnya.

Ia menyoroti adanya ketimpangan pelaksanaan di tiap daerah yang belum diimbangi dengan pengawasan dan tanggung jawab memadai dari pemda.

“Jadi kadang-kadang sama, tapi kan tiap daerah itu beda-beda. Pengawasan pemerintah daerah itu rendah. Sepertinya sudah, kalau sudah menyerahkan kepada dapur SPPG mereka (lepas tangan),” lanjutnya.

Padahal, menurutnya, program ini seharusnya membawa manfaat ekonomi bagi warga lokal dan bukan hanya soal pemenuhan gizi anak. Dia juga menekankan pentingnya aspek keselamatan dalam distribusi makanan, mengingat risiko keracunan yang pernah terjadi.

“Kalau orang keracunan itu kan membahayakan sekali, bahkan menyangkut nyawa. Jadi harusnya ada semacam protokol-protokol keselamatan,” tambahnya.

“Iya, jadi tegas (sanksinya), pemda yang menyelenggarakan harus terlibat pengawasan. Jika tidak, dikenai sanksi. Karena, program ini menyangkut nyawa dan masa depan Indonesia,” tegasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru