JAKARTA- Silang pendapat tentang pelaksanaan Munas sebelum Oktober 2014 atau April 2015 bukanlah sesuatu yang luar biasa bagi Golkar. Ibarat perusahaan, Golkar merupakan perusahaan tbk atau perusahaan terbuka. Golkar bukanlah ‘partai keluarga’ yg dipimpin oleh Bapak-anak atau Ibu-anak. Sehingga tidak tabu dalam berbeda pendapat. Namun sebaiknya Munas Golkar jangan dipakai untuk mengejar jabatan. Demikian Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar, Bambang Soesatyo dari Paris kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (12/8).
“Jadi, keliru kalau ada yg menilai Golkar bakal pecah atau terbelah. Meski saat ini turbelensi politik di tubuh Golkar tengah naik turun. Saya berkeyakinan usai pelantikan presiden dan pengumuman kabinet baru Oktober 2014 mendatang, suhu politik partai Golkar bakal mereda,” ujarnya.
Bambang Soesatyo tidak membantah dugaan ada kepentingan mengejar jabatan bagi yang mendesak segera ada Musyawarah Nasional sebelum Oktober 2014.
“Sah-sah saja jika ada yg mengatakan jika Munas tdk diselengggarakan pada September atau Oktober 2014, maka kepengurusan DPP ilegal. Namun tidak bisa disalahkan pula jika ada yg menilai bahwa yg mendesak Munas sebelum Oktober 2014 adalah pemburu jabatan utk dpt kursi menteri,” ujarnya.
Begitulah dua wacana terkini yang berkembang di Golkar. Apapun akan terjadi, apakah Munas diselenggarakan bulan Oktober 2014 atau sebelum penyusunan kabinet baru atau tahun 2015.
“Alasannya mudah ditebak. Jika Munas diselengggarakan 2015 maka sudah ketinggalan kereta dan tidak ada gunanya, karena kabinet sudah diumumkan oleh presiden terpilih,” ujarnya.
Menurutnya, sebaiknya para elit, tokoh dan pimpinan Golkar tetap ‘eling’ dan tidak menjadikan Munas Golkar sebagai alat menaikan nilai tawar untuk memperoleh kekuasaan atau jabatan dalam pemerintahan baru nanti.
“Menyusun kekuatan dengan menjaga persatuan dan kesatuan untuk memenangkan pemilu 2019 jauh lebih penting dan terhormat, ketimbang cakar-cakaran hanya sekedar memperebutkan kursi menteri tanpa harga diri,” ujarnya.
Pembaharuan Partai
Sementara itu Anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar MS Hidayat mendeklarasikan dirinya sebagai calon ketua umum Partai Golkar dengan mengusung pembaharuan di partai tersebut.
“Saya menyatakan pencalonan diri sebagai (calon) ketua umum Partai Golkar yang dilatarbelakangi motivasi mempersiapkan Golkar menghadapi Pemilu 2019 yang pertama kali menggabungkan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden,” kata Hidayat dalam deklarasinya di Bandung, Minggu (10/8).
Dia mengatakan visi elektoral Pemilu 2019 adalah mengupayakan dukungan seluasnya untuk memposisikan Golkar sebaik-baiknya di tengah kehidupan bangsa dan negara.
Menurut dia, dengan demikian Golkar memastikan diri untuk mewujudkan pengabdiannya untuk, pertama memberikan kedudukan utama pada aspirasi luas dan tidak pada kepentingan sempit. “Kedua memajukan secara optimal pelayanan publik yang luas dan adil, serta ketiga melindungi seluruh golongan dan masyarakat,” ujar Hidayat.
Dia menjelaskan Golkar sebagai organisasi politik yang bersejarah dalam kehidupan politik saat ini tidak dapat dipisahkan bahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari politik cita-cita nasional Indonesia. Menurut dia, partai berlambang pohon beringin saat ini menggerakkan cita-cita dan kemampuan organisasinya untuk bersama rakyat menempuh perjalanan lanjut bangsa Indonesia.
“Hal itu sebagai upaya menyusun diri untuk mengemban pengabdian nasional,” ucap Hidayat. (Ant/Enrico. N. Abdielli)