Rabu, 19 Februari 2025

GURU KOQ KEJI BANGET NIH…! Gara-gara KIP Belum Cair Gak Bisa Bayar SPP, Guru Hukum Siswa Duduk di Lantai

JAKARTA – Terkait kejadian viral siswa di Medan yang disuruh duduk di lantai selama berjam-jam oleh gurunya, ibu korban buka suara. Diketahui sang anak dihukum karena menunggak SPP selama tiga bulan, dengan jumlah Rp 180.000. Pemberian hukuman ini diketahui berlangsung dari 6 Januari hingga 8 Januari 2025, di tengah kegiatan belajar mengajar.

Ibunda siswa, Kamelia mengungkapkan alasan mengapa ia belum melunasi biaya sekolah anaknya. Ia menjelaskan bahwa alasannya belum membayarkan SPP sang anak karena dana dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar Rp 450.000 belum cair.

Hal ini membuatnya kesulitan untuk membayar uang sekolah karena selama ini biaya sekolah anaknya dibayar dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan KIP.

“Pokoknya, enam bulan dibiayai pakai dana BOS, 6 bulan bayar dari Juli sampai Desember. Kalau cair, Rp 450.000 itu saya habiskan untuk biaya sekolah, nggak pernah saya ambil,” ujar Kamelia saat ditemui di kediamannya pada Jumat (10/1/2025)

Permohonan Dispensasi Orang Tua Siswa Ditolak

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebelum hukuman tersebut diberikan, Kamelia mengaku telah meminta dispensasi kepada wali kelas agar anaknya dapat mengikuti ujian semester pada Desember 2024 meski uang SPP belum dibayar.

Ia mengajukan permohonan tersebut karena kondisi keuangan yang sulit ditambah dengan sakit yang ia alami saat itu. Saat itu, pihak sekolah mengizinkan anaknya untuk mengikuti ujian, namun ia tidak diizinkan mengambil rapor.

Awalnya Sang Ibu Tidak Percaya Pada masa libur sekolah, sempat ada pengumuman melalui grup WhatsApp yang menyatakan bahwa siswa yang belum melunasi uang SPP dan uang buku tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran.

Namun, Kamelia menganggap pengumuman tersebut sebagai candaan dan tidak menyangka akan benar-benar diterapkan.

Pada 6 Januari 2025, kegiatan belajar mengajar di sekolah dimulai setelah liburan semester.

Saat itu, sang anak langsung disuruh duduk di lantai, namun ia tidak menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.

Pada hari berikutnya, 7 Januari 2025, Kamelia menerima pengumuman serupa yang meminta orang tua untuk membayar tunggakan SPP agar anak mereka bisa mengikuti pelajaran.

“Ibu-ibu mohon kerjasamanya yang belum menerima raport ataupun belum lunas SPP dan membayar uang buku mohon datang ke sekolah karena tidak dibenarkan anaknya mengikuti pelajaran kalau itu belum selesai,” jelas Kamelia menirukan.

Kamelia kemudian mengirim pesan suara kepada guru untuk memberitahukan bahwa ia belum bisa datang pada hari itu karena sedang mendampingi seorang pasien dalam tugasnya sebagai relawan di Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP).

Baru pada 8 Januari 2025, Kamelia berencana untuk datang ke sekolah dan membereskan urusan SPP anaknya. Ia kemudian menyuruh sang anak untuk berangkat lebih dulu lantaran ia harus menjual handphonenya untuk membayar uang sekolah.

Baru pada saat itu, sang anak berani mengadu bahwa ia disuruh duduk di lantai karena tunggakan SPP. Kamelia awalnya tidak percaya dan mengira anaknya hanya berbohong atau dihukum karena tidak mengerjakan tugas.

Hukuman Guru Membuat Hati Kamelia Sedih

Setelah ia tiba di sekolah dan melihat anaknya duduk di lantai, Kamelia merasa sangat sedih dan emosional. Kamelia didatangi kawan-kawan anaknya dan meminta dirinya mengambil rapor karena gak tega korban dihukum.

“Waktu di gerbang kawannya itu mengejar saya, memegang tangan saya dan bilang supaya saya mengambil rapor si Mahesa karena dia duduk di semen,” katanya.

Hal ini yang kemudian membuatnya merasa sedih dan menganggap perlakuan guru tersebut kejam.

“Saya sempat nangis ya Allah kok begini sekali. Sampai saya ke pintu kelas, saya lihat anak saya memang duduk di lantai. Saya bilang kejam sekali gurumu, nak,” ungkap Kamelia.

Kamelia juga menceritakan betapa pilu hatinya melihat anaknya dihukum hanya karena menunggak SPP sebesar Rp 180.000.

“Saya menangis benar-benar teriak karena dari hari Senin sampai Rabu anak saya disuruh duduk di lantai dari pagi sampai jam 1 siang,” kata Kamelia, mengenang penderitaan anaknya.

Kamelia juga mengaku sempat berdebat dengan guru Haryati yang memberikan hukuman tersebut.

Saat itu, sang guru menegaskan bahwa tindakan itu sesuai dengan peraturan sekolah, yang melarang siswa yang belum melunasi uang sekolah untuk mengikuti pelajaran.

“Kan sudah saya bilang, peraturan yang belum bayar dan lunas tidak dibenarkan ikut sekolah,” ujar Kamelia menirukan ucapan Haryati.

Dikatakan bahwa Haryati sempat menyuruh Mahesya pulang karena orang tuanya belum bayar SPP. Tetapi karena siswa kelas 4 SD itu tak mau pulang, karena Haryati menyuruh siswa tersebut duduk di lantai selama berjam-jam.

“Kata gurunya, anak ibu sudah saya suruh pulang tetapi tidak mau pulang,” bebernya.

Namun, saat perdebatan berlanjut, kepala sekolah datang untuk melerai dan membawa mereka ke ruangan. Kamelia pun menanyakan apakah peraturan tersebut berlaku di sekolah, namun Kepala sekolah menjelaskan bahwa ia tidak tahu menahu mengenai tindakan tersebut. Kepala sekolah menjawab tidak tahu menahu ada seorang siswa dilarang ikut pelajaran dan didudukan di lantai selama berjam-jam.

“Kepsek bilang tidak tahu. Sama sekali tidak tahu dan dijawab tidak ada,” ujarnya.

Bantuan dari Donatur dan Permintaan Maaf dari Sekolah

Setelah video viral mengenai hukuman tersebut beredar, banyak pihak yang memberikan bantuan kepada Kamelia untuk melunasi uang sekolah anaknya.

Kepala sekolah Yayasan Abdi Sukma Kota Medan juga mengunjungi rumah Kamelia, namun sayangnya tidak ada perwakilan dari pihak oknum guru.

“Dari tadi ada relawan datang kepala sekolah juga sempat datangi saya dan bilang masalah uang sekolah nggak usah dipikirkan,” sebutnya.

Terkait insiden ini, Ketua Yayasan Abdi Sukma Kota Medan, Ahmad Parlindungan, menegaskan bahwa Haryati, guru yang memberikan hukuman kepada siswa tersebut akan diberikan skorsing sementara.

“Kami yayasan akan memberikan pembebasan tidak mengajar atau skorsing sampai waktu yang ditentukan kemudian,” ujar Ahmad, Sabtu (11/1/2025).

Ahmad juga menyebutkan bahwa adik kandung siswa juga bersekolah di sekolah yang sama, yakni duduk di kelas 1 SD. Keduanya sama-sama menunggak uang sekolah. Namun sang adik masih bisa ikut belajar mengajar, tidak seperti abangnya yang dihukum wali kelas karena alasan menunggak uang sekolah.

“Mediasi sudah. Sudah meminta maaf. Anaknya ada 2 disini, yang kelas 4 dan kelas 1 SD. Nah, yang kelas 1 ini tidak ada masalah. Sama-sama tidak membayar uang sekolah,” jelas Ahmad.

Terkait masalah pribadi antara wali kelas dan orang tua siswa, menurut Ahmad tidak ada permasalahan apapun. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru