JAKARTA – Buruh Indonesia kembali mengalami perampasan hak yang dilakukan oleh perusahaan pemasok tier 2 Toyota, PT Nanbu Plastics Indonesia. Perusahaan asal Jepang ini menolak mengangkat empat buruh menjadi karyawan tetap dan malah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal awalnya dalam risalah perundingan tanggal 22 November 2017, Nanbu telah menyatakan kesediaan melakukan pengangkatan dan sudah ada Anjuran Nomor 565/3069/DISNAKER pada 25 Mei 2018 yang pada pokoknya menyatakan demi hukum, buruh seharusnya menjadi karyawan tetap. Sarinah, dari Komite Solidaritas untuk Perjuangan Buruh (KSPB) menyampaikan kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (9/9).
“Bukannya melaksanakan janjinya sendiri dan Anjuran Disnaker, Nanbu malah menggugat buruh di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung. Nanbu meminta PHI Bandung mengabulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan membebankan biaya perkara kepada buruh. Saat ini buruh sudah tidak lagi bekerja di perusahaan dan tidak menerima upah. Tapi Nanbu tega-teganya menggugat buruh juga agar membayar biaya perkara,” ujarnya.
Salah seorang buruh yang digugat adalah buruh perempuan korban kecelakaan kerja yang setengah ruas jari tengahnya buntung saat menjalankan mesin press di pabrik Nanbu.
“Sungguh keterlaluan, buruh perempuan korban kecelakaan kerja pulak masih harus dihadapkan pada sidang di pengadilan!” katanya.
Nanbu adalah bagian dari produksi mobil Toyota sehingga sudah seharusnya Toyota ikut bertanggung jawab atas hal ini sesuai dengan code of conduct Toyota. Apalagi baru-baru ini Presiden Joko Widodo meresmikan Realisasi Ekspor 1 Juta Unit Mobil Toyota. Semester pertama 2018, laba bersih Toyota Indonesia (TMMIN) mengalami peningkatan 58 persen menjadi sebesar 94,9 miliar rupiah.
“Di mobil-mobil itu ada keringat kaum buruh, bahkan darah buruh korban kecelakaan kerja yang mengucur dari daging yang terkoyak-koyak mesin. Tapi ternyata, korban kecelakaan kerja bisa dibuang begitu saja (baca: diPHK) seperti sampah,” katanya.
Sementara itu, buruh Gudang Family Mart yang bekerja di PT Fajar Mitra Indah (PT FMI) juga mengalami perampasan hak. Family Mart juga adalah perusahaan asal Jepang yang bergerak di bidang retail dan saat ini sudah membuka lebih dari toko di Indonesia. Family Mart memiliki ambisi untuk melakukan ekspansi ke berbagai kota, tapi nasib buruh gudang tidak diperhatikan.
“Buruh Gudang Family Mart dipekerjakan sebagai buruh kontrak secara terus-menerus, tanpa uang makan dan transportasi. Upah sering dipotong dengan alasan barang hilang tanpa kejelasan apa saja barang yang hilang itu. Buruh Emak-Emak dibayar di bawah ketentuan hingga per orang kehilangan hak normatif atas upah Rp1 juta per bulan. Upah lembur buruh yang masuk kerja pada hari libur nasional tidak dibayar. Pengusaha melakukan upaya-upaya mengalihkan buruh kontrak menjadi buruh outsourcing sehingga pelanggaran normatif di masa lalu dihapuskan. Dengan membayar upah buruh Emak-Emak di bawah ketentuan, pengusaha telah melakukan perbuatan pidana sehingga pengusaha seharusnya dipenjara. Apa karena buruh ini adalah Emak-Emak, maka gajinya direndahkan,” katanya.
Komite Solidaritas untuk Perjuangan Buruh (KSPB) melakukan aksi serentak dilaksanakan pada Minggu (9/9) di Kementerian Ketenagakerjaan Jakarta Selatan dan Kantor Toyota Indonesia, Tanjung Priok. Bersamaan dengan itu aksi juga dilakukan PT Fajar Mitra Indah ( FamilyMart ).
Aksi serentak juga dilangsungkan di Ternate, Palu, Makassar, Bandung, Yogyakarta, Ambon, Malang, Denpasar dan di depan kantor-kantor cabang/Dealer Toyota Indonesia. Pada hari Senin (10/9) aksi dilakukan di Manado, Tondano dan Tobelo. (Surya)