Selasa, 1 Juli 2025

Hari Anti Tambang, Rakyat Masih Jadi Korban

PALU- Sembilan tahun sudah Lumpur Lapindo mengubur harapan dan masa depan warga Porong Sidoarjo Jawa Timur, tepatnya pada 29 Mei 2006 yang lalu, hingga detik ini semburan itu masih belum juga menunjukan tanda-tanda akan berhenti. Sejak peristiwa itu warga mulai gelisah menunggu ganti atas kerugian yang mereka alami. Berbagai janji-janji kosong pun juga tak jarang mereka dengar. Termasuk waktu Kampanye Pemilihan Presiden yang lalu.

 

Tepatnya 29 Mei 2014, dalam agenda Kampanye Pilpres, Jokowi mengatakan dengan tegas di depan ribuan warga korban Lumpur Lapindo, “Dalam kasus seperti ini, Negara seharusnya hadir sebagai representasi Kedaulatan Rakyat!”

Jelas dalam komitmen yang diucapkan Jokowi dalam kampanye tersebut, Pemerintahan yang dia pimpin akan hadir berpihak pada rakyat dalam kasus kejahatan korporasi, khususnya korporasi pertambangan.

“Namun, hingga menjelang satu tahun sejak jargon kampanye tersebut terucap, masih belum tampak kehadiran Negara sebagai representasi kedaulatan Rakyat dalam berbagai kasus kejahatan korporasi tambang,” demikian Ketua Jaringan Anti Tambang (Jatam), Sulawesi Tengah, Syahrudin A. Douw kepada Bergelora.com di Palu, Sabtu (20/5) dalam memperingati Hari Anti Tambang 29 Mei.

Selain kasus Lapindo yang tak kunjung usai, di Sulawesi Tengah juga marak terjadi kekerasan disektor Pertambangan. Sebut saja Kasus Tiaka yang menelan dua korban Jiwa ditembus timah panas aparat dan belasan lainnya di Penjarakan karena menolak wilayah tangkapan mereka di ambil alih oleh PT. Medco E&P. Di Balaesang, Tanjung satu orang meninggal dunia juga karena timah panas aparat serta puluhan orang dipenjara. Yang terakhir adalah Kasus PT. Bintang Delapan Mineral di Morowali.

Sejak tahun 2008 awal, aktivitas PT. Bintang Delapan Mineral menuai banyak protes, tetapi karena kekuatan modal dan ketidak hadiran negara dalam kasus-kasus yang merugikan rakyat banyak, akibatnya proses penyingkiran manusia dilakukan dengan cara-cara mematikan dan melumpuhkan sumber kehidupan petani. Sungai Bahodopi yang digunakan selama ini untuk mengairi sawah masyarakat Bahomakmur, warnahnya berubah jadi keruh dan kemerahan, petani berhenti mengelola sawah sejak tahun 2010 karena sungai itu hancur total.

Hari ini 29 Mei 2015 diperingatai sebagai Hari Anti Tambang. Presiden Joko Widodo datang meresmikan smelter milik PT. Sulawesi Mining Investment (SMI) yang tidak lain adalah perusahaan patungan antara PT. Bintang Delapan Group, dan PT. Thingsang dari Cina. PT. Bintang Delapan Mineral disinyalir tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Petani di Bahomakmur terus menuntut agar pemerintah bertanggung jawab atas nasib mereka yang tidak bisa lagi berproduksi akibat ulah PT. Bintang Delapan Mineral.

Untuk itu JATAM Sulawesi Tengah, sebagai Organisasi yang aktif menyuarakan soal-soal penyelamatan manusia dan lingkungan dari bahaya ekstraksi pertambangan dengan ini menyerukan agar pemerintah segera melakukan pengambil-alihan semua Pabrik-Pabrik Smelter ke dalam kekuasaan Negara, khususnya Pabrik Smelter milik PT. Sulawesi Mining Investment dan PT. Vale Indonesia serta Dongi Senoro LNG di Banggai.

“Pemerintah tidak boleh absen dalam kasus-kasus yang menjadikan rakyat sebagai korban,” tegasnya. (Lia Somba)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru