JAKARTA- Sejak peringatan hari kebangkitan nasional pertama, yakni 107 tahun yang lalu, persoalan kaum perempuan masih juga kompleks hingga saat ini.
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Jumlah perempuan buta aksara sekitar 6,5 juta orang, sisanya laki-laki atau 3,5 juta orang. Mayoritas perempuan buta aksara berada pada usia 40 tahun ke atas. Dari data yang dihimpun Kemendiknas angka buta aksara per Desember 2009, sebesar 8,2 juta orang.
“Persoalan ini dikarenakan banyaknya perempuan yang tidak punya akses pendidikan dan drop out (DO) atau putus sekolah dari bangku sekolah lantaran tidak ada biaya atau kemiskinan,” demikian Ketua Umum Aksi Perempuan Indonesia (API) Kartini, Minaria Christyn kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (20/5)
Kondisi ini menurutnya sangat timpang dengan mandat UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Tapi, Kebijakan pemerintah yang liberal dalam dunia pendidikan semakin melempar jauh kemampuan rakyat untuk berpendidikan.
Kondisi perekonomian rakyat yang tidak stabil tidak disadari oleh pemerintah menjadi problem yang memicu rakyat kesulitan mengakses beberapa hal, salah satunya pendidikan.
“Mustinya, dengan kondisi perekonomian seperti ini, pemerintah secara dewasa tidak membebani rakyat dengan pencabutan subsidi diberbagai sektor yang semakin membuat kehidupan carut marut, pendidikan menjadi mahal, kebutuhan rumah tangga membengkak, hingga akses kesehatan menjadi sulit,” tegasnya.
Banyaknya buruh migran yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) jadi faktor terbesarnya adalah karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang layak bagi kaum perempuan di Indonesia.
“Hingga perempuan harus keluar negeri untuk memenuhi kebutuhan minimal ekonominya, atau yang lebih miris lagi bahkan hingga memunculkan fenomena sosial berupa praktek prostitusi,” ujarnya.
Menurutnya masalah ekonomi yang mendasari seluruh kondisi di atas adalah akibat dominasi modal asing atas perekonomian nasional, atau yang dikenal dengan neoliberalisme.
“Oleh karenanya pemerintahan Jokowi-JK harus konsisten menjalankan Trisakti dan mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan dominasi modal asing,” ujarnya
“Maka seluruh rakyat Indonesia, laki-laki dan perempuan, bersatu padu dalam semangat kebangkitan nasional, bergotong royong melawàn dominasi imperialisme. Tak Ada Pembebasan Nasional Tanpa Pembebasan Perempuan! Tak Ada Pembebasan Perempuan Tanpa Pembebasan Nasional!” tegasnya. (Diena Mondong)