Minggu, 13 Juli 2025

Hendardi: Bukan Komunis, Tapi Kekerasan Intoleransi Yang Semakin Nyata

JAKARTA- Pernyataan Presiden Joko Widodo yang disampaikan oleh Sekretaris Kabinet dan  Kapolri terkait langkah pemerintah menghadapi dugaan kebangkitan komunisme menggambarkan kemunduran sikap pemerintah yang sedang berupaya mencari terobosan  penyelesaian kasus 1965. Tuduhan kebangkitan komunisme tidak pernah bisa diverifikasi dan dibuktikan oleh pemerintah karena ia merupakan propaganda tanpa indikasi dan bukti yang kuat. Sementara tindakan radikal dan intoleran justru memanifes dalam bentuk kekerasan yang nyata.  Demikian Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (12/5)

“Jokowi kemungkinan memperoleh masukan yang tidak tepat dari para pembantunya atau bahkan pihak-pihak tertentu sengaja membelokkan fenomena intoleransi dalam bentuk pembubaran berbagai kegiatan masyarakat sebagai bentuk kebangkitan komunisme,” ujarnya.

Menurut Hendardi, Presiden Joko Widodo harus memastikan betul bahwa propaganda kebangkitan komunisme adalah modus lama yang digunakan untuk membungkam kebebasan warga dan menghalang-halangi upaya pengungkapan kebenaran dan pemulihan hak korban peristiwa 1965.

“Bahwa Indonesia masih memiliki Tap MPRS dan Undang-undang No. 27 Tahun 1996 tentang perubahan pasal 107 KUHP yang intinya melarang komunisme, semua pihak telah mafhum. Tetapi penggunaan ketentuan tersebut secara membabi buta merupakan tindakan yang membahayakan demokrasi dan HAM,” ujarnya.

Selama ini tuduhan kebangkitan komunisme tidak pernah bisa diverifikasi dan dibuktikan oleh pemerintah karena ia merupakan propaganda tanpa indikasi dan bukti yang kuat.

“Sementara tindakan radikal dan intoleran justru memanifes dalam bentuk kekerasan yang nyata. Jadi tidak bisa soal radikalisme kanan dan komunisme kiri diperlakukan sama,” ujarnya.

Jika propaganda kebangkitan komunisme terus dilanjutkan dan diafirmasi oleh pemerintah, yang menjadi korban utama adalah kebebasan sipil. Jokowi semestinya paham bahwa munculnya propaganda yang mendaur-ulang ketakutan terhadap komunisme ini kuat dugaan didesign dan didorong pihak-pihak tertentu yang selalu menciptakan hantu-hantu di kepala rakyat seolah-olah PKI akan bangkit kembali.

“Padahal itu lagu lama yang selalu di putar ulang ketika menguatnya aspirasi masyarakat sipil mendesak penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965. Harus ingat bahwa itu adalah janji Jokowi yang tertuang dalam Nawacita,” tegasnya. (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru