Senin, 28 April 2025

Hendardi: Kembalikan Kehormatan DPR, Galang Mosi Tidak Percaya Setya Novanto!

JAKARTA- Kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia merupakan tindakan tidak bermoral dan pelanggaran hukum serius yang dapat mengikis integritas dan marwah kelembagaan DPR. Fraksi-fraksi di DPR harus ajukan mengajukan mosi tidak percaya atas Setya Novanto. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (21/11).

“Pelanggaran tersebut sudah cukup menjadi alasan bagi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memberikan sanksi berat dalam bentuk pemberhentian Setya Novanto dari DPR,” tegasnya.

Menurutnya, transparansi dan kecepatan kerja MKD akan menjadi penentu bagi kelanjutan penyelesaian kasus Setya Novanto. Semua pihak harus memastikan agar MKD dapat bekerja tanpa intervensi.

Dalam menyikapi kasus ini menurutnya perlu ada sejumlah langkah pararel yang ditempuh. Proses pemeriksaan etik akan dilakukan oleh MKD dan menjadi dasar pemberhentian Setya Novanto.

“Sedangkan proses pidana, jika kasus ini diteruskan ke proses hukum, juga dapat menjadi dasar pemberhentian. Namun dua proses itu berliku dan membutuhkan waktu lama, karena itu demi menjaga integritas kelembagaan DPR, Setya Novanto disarankan untuk mengundurkan diri,” tegasnya.

Jika yang bersangkutan tidak mau mengundurkan diri maka menurutnya, Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali, Aburizal Bakri harus mengambil prakarsa untuk menarik dukungan atas Setya Novanto di parlemen.

“Aburizal, sebagai Ketua Umum Partai memiliki kewenangan untuk menarik kader partai dari kursi pimpinan. Dengan langkah ini, integritas kelembagaan DPR tetap bisa terjaga,” ujarnya.

Fraksi-fraksi di DPR juga dapat menempuh jalan politik untuk mengajukan mosi tidak percaya atas Setya Novanto. Mosi ini akan meyakinkan Pimpinan Partai Golkar, dimana Novanto berasal, untuk mengambil tindakan segera.

“Meskipun mosi ini berpotensi menimbulkan kegaduhan politik, tetapi bisa menjadi langkah cepat untuk memulihkan martabat kelembagaan DPR,” ujarnya.

Angkat Kaki dari Papua

Sementara itu, Arkilaus Baho dari Jaman (Jaringan Kemandirian Nasional) Papua menegaskan bahwa selama 48 tahun PT Freeport Indonesia beroperasi dan berbisnis, tidak ada hal baik untuk bumi Papua dan Indonesia. Selama itu pula negara tidak punya kendali serta pengawasan penuh untuk pengelolaan tambang Grassberg di pegunungan Tembagapura dengan hanya dapat bagian 1 %.

Sekarang, menjelang habisnya kontrak karya pertambangan PT. FI, elit Indonesia ribut dengan melibatkan PT FI yang justru menunjukkan lemahnya kedaulatan negara indonesia,” ujarnya kepada Bergelora.com secara terpisah di Jayapura, Sabtu (21/11).

Ia menegaskan pemerintah harus segera putuskan Kontrak Karya dengan PT Freeport Indonesia dan angkat kaki dari bumi Papua.

“Tidak ada renegosiasi ulang terhadap Kontrak Karya Pertambangan PT. Freeport. Pemerintah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aset recovery, pelanggaran HAM dan demokrasi serta perbaikan lingkungan,” tegasnya.

Untuk itu, libatkan Perusahaan Negara dan Daerah untuk mengelola asset negara di pegunungan Tembagapura yang orientasinya untuk kesejahteraan Rakyat Papua khususnya dan Indonesia umumnya.

“Kami akan mendukung penuh langkah-langkah tersebut segera dilaksanakan presiden Joko Widodo. Menuju Bangsa yang besar, maju dan sejajar dengan Bangsa lain di dunia dengan Gerakan Kemandirian Nasional,” tegasnya. (Calvin G. Eben Haezer)

 

 

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru