JAKARTA- Walaupun tidak ada bukti-bukti yang menguatkan, namun sidang kasus tipikor yang dituduhkan pada Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah tetap dilanjut. Sidang pengadilan tipikor memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi dari Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Rabu (8/3).
“Kriminalisasi yang menimpa Siti Fadilah ini mirip dengan yang pernah dialami oleh Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar. Saat itu Antasari tidak terbukti pernah menyerahkan amplop coklat pada Wiliardi Wizard, tapi tetap dipenjara. Sekarang Siti Fadilah juga tidak pernah terbukti menyerahkan amplop pada Cici Tegal, tapi juga dipenjara. Jadi tanpa bukti hukum mereka dipenjara. Memang aneh ini,” ujar praktisi hukum Hermawanto, SH pada pers Selasa (8/3).
Mantan pengacara yang tergabung dalam Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menjelaskan kelemahan dakwaan pada Siti Fadilah yang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 atau 2 KUHP. Tanpa bukti-bukti yang cukup Mantan Menteri Kesehatan didakwa menyalahgunakan kekuasannya, melakukan perbuatan menganjurkan dengan memberi arahan melalui surat rekomendasi serta meminta agar MULYA A. HASJMY melakukan Penunjukan Langsung (PL) kepada PT INDOFARMA Tbk, sebagai Penyedia Barang dan Jasa.
“Kenyataannya adalah Siti Fadilah sebagai Pengguna Anggaran (PA) secara hukum kewenangannya telah berpindah kepada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yaitu Mulya A. Hasjmy sejak Surat Keputusan Menkes RI Nomor : 470/MENKES/SK/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 di keluarkan yang isinya mengatur agar penunjukan langsung harus sesuai dengan Undang-Undang. Tidak pernah ada bukti Siti Fadilah menunjuk langsung perusahaan pengada barang,” paparnya.
Menurutnya, semua persoalan sesungguhnya telah berakhir pada Mulya Hasymi, dengan kewenangan dan tanggungjawab yang melekat pada Mulya Hasmi, semua perbuatan di design dan dilakukan secara sadar oleh Mulya Hasymi.
“Jika keputusan menteri itu salah karena adanya kesalahan pejabat dibawahnya yang menjalankan pekerjaan secara tidak benar apalagi “bohong”, maka sesungguhnya kesalahan itu dilakukan oleh pejabat yang “membohongi” dan pertanggungjawaban pidana pun selayaknya pada pejabat yang bersangkutan,” tegasnya.
Hermawanto juga menjelaskan bahwa tanpa bukti yang cukup Siti Fadilah didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu PT INDOFARMA Tbk dan PT MITRA MEDIDUA, sehingga merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.148.638.000,00.
“Apakah Siti Fadilah meminta sesuatu pada Mulya Hasymi, jika ya permintaannya apa? Mana buktinya? Kesaksian tanpa bukti bisa menjurus ke fitnah,” ujarnya.
Kepada bergelora.com dijelaskan, Kasus yang menimpa Siti Fadilah adalah akibat penyimpangan pengadaan bufferstock peralatan rumah sakit umum di Kotacane, Aceh. Hal ini sudah pernah diungkapkan oleh Siti Fadilah pada majelis hakim dalam persidangan dengan terdakwa Mulya A. Hasjmy. Siti Fadilah memang mengeluarkan Surat Keputusan Menkes RI Nomor : 470/MENKES/SK/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 yang mengatur cara penunjukan langsung sesuai undang-undang yang berlaku pada pengadaan bufferstock alat kesehatan tersebut untuk rumah sakit di Kotacane, Aceh. Saat itu kebijakan tersebut diambil karena bencana alam di Kotacane, Aceh pada tahun 2005 yang merusak rumah sakit. Bencana yang merusak rumah sakit setempat itu mengakibatkan pelayanan kesehatan terhenti dan menyebabkan kematian terus menerus pada pasien.
“Dalam keadaan darurat akibat bencana, Siti Fadilah tentu harus segera memenuhi kebutuhan rumah sakit Kutacane yang dibutuhkan rakyat yang sedang menghadapi dampak bencana,” ujar Hermawanto
Sebagai saksi, pada sidang pengadilan Tipikor dengan terdakwa Mulya A. Hasjmy, Siti Fadilah juga sudah pernah menyerahkan bukti kepada majelis hakim bukti verbal yang menunjukan proses keluarnya surat keputusan Menkes itu sudah sesuai dengan prosedur adminsitrasi yaitu melewati paraf inspektorat Jenderal dan Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan sebelum ditanda-tangani Siti Fadilah Sebagai Menteri Kesehatan RI saat itu. (Web Warouw)