JAKARTA- Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Polri telah menyaksikan copy video yang dibuat oleh Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM. Secara umum dapat disampaikan bahwa ada tiga bagian dalam video tersebut. TGPF masih sengaja belum menyebut 3 nama atau inisial aparat Polri dan TNI yang terlibat dengan sindikat narkoba Freddy Gunawan. Hal ini disampaikan Anggota TGPF Polri, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (30/8)
“Bagian pertama berdurasi 39 detik, kedua berdurasi 18 menit 43 detik, dan ketiga 1 menit 25 detik. Video tersebut dibuat pada 28 Juli 2016 pada sekitar jam 17.00 lewat secara berurutan,” jelasnya.
Ketua Setara Institute ini mengatakan bahwa beberapa materi yang dapat dikemukakan kepada publik adalah berisi perjalanan spritual pribadi Freddy Budiman selama di penjara hingga menjelang proses eksekusi, yang mengaku telah bertobat. Video itu juga berisi semacam evaluasi dan saran menyangkut penanganan narapidana di lembaga pemasyarakatan dan dalam kaitannya dengan upaya menghapuskan praktik peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan.
“Dalam video tersebut, Freddy Budiman juga menghimbau agar penanganan napi narkoba dilakukan secara ketat, tidak dipindahkan dari satu penjara ke penjara lain, termasuk keharusan adanya isolasi dari napi lain,” ujarnya.
Menyangkut nama-nama aparat Hendardi membenarkan ada disebut setidaknya tiga nama namun tidak dalam kaitannya dengan aliran dana sebagaimana kesaksian Freddy Budiman kepada Haris Azhar.
“Kami sengaja tidak menyebut nama atau inisial untuk menghindari interpretasi yang keliru karena berpotensi mengganggu proses penyelidikan lebih lanjut, termasuk untuk memastikan adanya perlindungan hak bagi seseorang,” ujarnya.
Video hanya salah satu petunjuk awal di tengah keterbatasan petunjuk-petunjuk awal dari kesaksian Freddy Budiman.
“Tentu saja masih perlu dicari petunjuk-petunjuk lain yang memperkuat,” ujarnya.
Kesaksian John Kei
Sebelumnya, terpidana kasus pembunuhan, John Refra Kei alias John Kei menjalani hukuman membenarkan adanya pertemuan dan percakapan antara gembong kasus Freddy dengan Koordinator Kontras Haris Azhar pada pertengahan 2014 di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
Terpidana kasus pembunuhan bos PT Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono alias Ayung itu menjadi saksi pertemuan yang terjadi pada pertengahan 2014 tersebut. Pengakuan John Kei ini didapat anggota tim gabungan pencari fakta (TGPF) Polri Hendardi, usai menyambangi lapas di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada Selasa 16 Agustus 2016 lalu.
“Membenarkan. Kesimpulan sementara dari saksi yang kami temui memang benar ada pertemuan itu,” kata Hendardi di Jakarta, Jumat (19/8).
Menurut dia, John Kei juga mengaku mendengar pembicaraan antara Freddy dengan Haris. Bahkan, sambung dia, isi pembicaraan persis seperti testimoni Freddy yang disebarkan Haris.
“Benar materi pembicaraan yang ditulis oleh Haris. Jadi benar itu, tidak ada yang dilebihkan dan dikurangkan,” ucap Ketua Setara Institute ini.
Selama berada di Nusakambangan, Hendardi menambahkan, tim hanya menggali informasi dari John Kei saja. Ke depannya, sambung dia, tim akan meminta keterangan dari pendeta dan mantan Kalapas Nusakambangan, Liberty Sitinjak yang juga mengetahui pertemuan Haris dengan Freddy.
“Yang baru kami dengar keterangannya itu, hanya John Kei. Karena kalau Kalapas itu kan sudah pindah. Tapi nanti berikutnya akan kami dengar keterangannya. Begitu juga pendeta, kami akan dengar keterangannya minggu ini lah,” tandas Hendardi.
Kendati tak banyak info berharga yang didapat dari kedua video itu, Tim Investigasi tidak mundur. Sebab, masih banyak cara untuk mencari keterangan atau bukti seputar kasus ini. Apalagi menurut Kapolri, Tim Investigasi akan fokus pada tiga poin.
Hilangnya Pengacara
Hendardi juga sebelumnya mengaku tidak menemukan pledoi Freddy Budiman. Sementara, pledoi yang didapatkan dari Pengdilan Negeri Jakarta Barat adalah yang dituliskan oleh pengacara Freddy.
Sebelumnya Hendardi juga mengaku tidak menemukan pledoi Freddy Budiman. Sementara, pledoi yang didapatkan dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat adalah yang dituliskan oleh pengacara Freddy. Menurut Hendardi, tidak ditemukan suatu hal yang penting di dalam pledoi yang ditulis pengacara tersebut. Misalnya, tulisan yang menyebutkan nama-nama atau keterangan sebagai pembelaan dari terdakwa.
“Tidak ada yang menyebutkan nama atau apa, dan juga itu bukan pledoi Freddy tapi pledoi pengacara, Freddy sendiri tidak membuat pledoi,” kata Hendardi di Jakarta, Selasa (23/8).
Hendardi mengatakan, isi pledoi itu juga sangat normatif. Hanya berisikan pembelaan kepada kliennya agar dibebaskan dari tuntutan hukum.
“Jadi tidak ada isi yang macam-macam yang kita harap sebagai sensasi dengan menyebut nama atau apa, itu tidak ada,” kata dia.
Oleh karena itu, tim membutuhkan pengacara Freddy untuk mengetahui cerita sebenarnya. Mungkin saja, kata dia, Freddy sempat memberikan informasi kepada para pengacaranya yang tidak masuk di dalam pledoi.
“Meskipun tidak ada isinya, tapi kami tetap mencoba mencari pengacaranya yang membuat pledoi itu. Mungkin dari dia ada keterangan-keterangan informal yang diberikan oleh Freddy, kan kita tidak tahu,” katanya.
Sementara, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, tim gabungan pencari fakta (TGPF) telah mencari pengacara yang membantu kasus Freddy pada tahun 2013 tersebut. Sayangnya, pencarian tersebut tidak membuahkan hasil. Awalnya, didapatkan alamat ketiga pengacara itu di Karawaci, Tangerang.
“Tapi setelah dicek ke lokasi itu ternyata sudah tidak lagi menjadi kantor lawyer sejak tiga tahun yang lalu,” ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/8). (Web Warouw)