JAKARTA- Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichien Martadiningrat merasakan diskriminasi kebijakan perlindungan dan pemberdayaan nelayan, yang berbeda dengan petani.
Buktinya, tanggal tanggal 6 Agustus 2013 yang lalu Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), disertai pandangan dan pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD), mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan diundang-undangkan tanggal itu juga oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Sejak tanggal 17 Agustus 1945, belum ada perhatian khusus negara kepada nelayan. Padahal, lautan kita luar biasa, tapi 90% nelayannya hidup di bawah garis kemiskinan. Terjadi paradoks, wilayah lautan Republik Indonesia kaya raya tapi nelayannya tetap saja miskin.” ujar Yussuf yang berpangkat mayor jenderal (marinir) purnawirawan ini dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4).
Mengacu pada ucapan Soekarno yang menyebut petani dan nelayan sebagai soko guru revolusi, serta Soeharto menyebut petani dan nelayan sebagai soko guru pembangunan, sayangnya rezim pemerintahan berikutnya justru mengabaikan nelayan. Padahal, Indonesia merupakan negara maritim yang luas lautannya 5,8 juta km² yang terdiri atas perairan teritorial 12 mil laut dan perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil laut.
“RUU yang dirumuskan hanya UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, tanpa perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Kok lupa, selain negara agraris, kita juga negara maritim,” ujarnya.
Ia berterima kasih atas usul inisiatif rancangan undang-undang yang merumuskan perlindungan dan pemberdayaan nelayan. “Ketika RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani digulirkan dua tahun lalu, kami protes keras ‘apakah isi negara ini hanya petani saja? Kenapa tidak sekaligus RUU perlindungan dan pemberdayaan petani dan nelayan?,” katanya.
Dalam pengantarnya, Ketua Komite II DPD Bambang Susilo (senator asal Kalimantan Timur) menyatakan bahwa pihaknya menyusun RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan sebagai usul inisiatif, menyusul RUU Kelautan yang juga usul inisiatif Komite II DPD yang dirampungkan tahun 2011 yang lalu.
Dalam Sidang Paripurna DPD tanggal 6 Maret 2014 yang lalu, Bambang menjelaskan, RUU Kelautan termasuk list Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2014.
“RUU Kelautan akan dibahas dalam pola tripartit bersama dua pihak lainnya, yakni Pemerintah atau Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan kementerian/lembaga terkait lainnya serta alat kelengkapan DPR, baik komisi maupun panitia khusus (pansus). “Target penyelesaiannya awal masa sidang yang akan datang.” (Enrico N. Abdielli)