JAKARTA – Warga Indonesia di Brisbane, ibu kota Queensland, mengaku menikmati bantuan dari program Pemerintah Australia yang memberikan rabat untuk tagihan listrik kepada seluruh rumah tangga. Melalui program Energy Bill Relief Fund,
Pemerintah Australia memberikan potongan biaya listrik yang dibayarkan langsung ke sejumlah perusahaan penyediaan listrik, bukan dalam bentuk tunai.
Dengan cara ini, bantuan tersebut tidak dapat disalahgunakan untuk keperluan lainnya oleh warga.
Christen Seanna, salah satu warga Indonesia yang sudah tinggal delapan tahun di Australia, ikut merasakan manfaat dari program ini.
Christen dan suaminya yang baru menikah Oktober bulan lalu, mengaku bisa memiliki uang tambahan untuk keperluan pernikahannya di Indonesia.
“Membantu banget, karena kan banyak printilan (untuk pernikahan). Jadi pas momennya,” ujarnya kepada Tri Ardhya dari ABC Indonesia.
“Sebulan biasanya bayar sekitar 150 dollar Australia (Rp 1,56 juta), jadi sejak Juli sampai September, bisa nabung sekitar 450 dollar Australia (Rp 4,59 juta),” tambahnya.
“Bayar 0 Dollar Australia”
Program subsidi untuk tagihan listrik ini diberikan Pemerintah Australia untuk membantu mengurangi biaya hidup warganya di tengah tingkat inflasi yang masih tinggi.
Untuk program ini, Pemerintah Australia menganggarkan dana sebesar 3,5 miliar dollar Australia (Rp 36,47 triliun) sepanjang tahun keuangan 2024-2025, yang jumlahnya untuk tiap-tiap keluarga dan pemilik bisnis berbeda-beda tergantung di negara bagian mana mereka tinggal.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, di Queensland, warga mendapat bantuan satu kali sebesar 1.000 dollar Australia (Rp 10,43 juta) per rumah tangga hingga akhir Juni 2025. Jumlah ini menjadi yang terbesar jika dibandingkan negara bagian lainnya di Australia karena Queensland menambahkan dana dari pembayaran royalti sektor pertambangan batu bara.
Pada Mei 2024, Pemerintah Queensland mengatakan, royalti yang dibayar sektor batu bara dengan nilai 16 miliar dollar Australia (Rp 166,76 triliun) akan digelontorkan kepada warga dalam bentuk infrastruktur dan pelayanan sosial.
Bantuan ini juga dirasakan oleh Lily Gamble, warga Indonesia yang tinggal di kawasan Kallangur, Queensland.
Tinggal di rumah dengan lima kamar dengan dua anak, tagihan listrik Lily bisa mencapai 350 dollar Australia (Rp 3,64 juta) hingga 450 dollar Australia (Rp 4,59 juta) setiap bulannya.
“Bulan Juli 2024, dari biaya awal sekitar 385 dollar Australia (Rp 4 juta) sebulan, kita bayar 0 dollar Australia,” katanya.
“Ditambah lagi kan di rumah ada panel surya, jadi bertambah kreditnya.”
Meski ada bantuan pemerintah, Lily mengatakan, perusahaan penyedia listrik yang dipakainya menaikkan tarifnya sejak 1 Juli 2024. Jika bantuan ini berakhir tahun depan, Christen mengaku tidak khawatir karena ia dan suaminya selalu mengalokasikan biaya kebutuhan setiap bulan.
“Enggak khawatir karena setiap bulannya sudah jelas segini buat bayar listrik. Jadi enggak bakal syok kalau nanti harus bayar listrik lagi” jelasnya.
Benidictus Jobeanto, yang akrab disapa Ben, asal Melbourne, juga sudah menikmati bantuan ini selama dua bulan terakhir.
“Lumayan membantu sih, maksudnya ini datang pas kami habis kena tagihan gas yang mahal,” ujar Ben kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.
“Di mana-mana, di supermarket semuanya jadi tambah naik, groceries, kita makan di luar juga enggak ada lagi yang 15 dollar Australia (Rp 156.000) (per porsi), kebanyakan… sampai 20 dollar Australia (Rp 208.000) atau lebih.”
Ben juga menambahkan adanya surcharge saat bertransaksi menggunakan kartu yang turut membebani biaya kebutuhan sehari-harinya.
Jumlah bantuan untuk tagihan listrik rumah tangga di Victoria sebesar 300 dollar Australia (Rp 3,12 juta), sedangkan untuk pelaku usaha kecil yang memenuhi syarat bisa mencapai 325 dollar Australia (Rp 3,38 juta).
Di Victoria, bantuan sebesar 300 dollar Australia (Rp 3,12 juta) dipecah dalam empat kali transaksi, yakni masing-masing 75 dollar Australia (Rp 781.000).
Bantuan Bukan Jadi Solusi?
Salah satu kritik soal program ini adalah karena potongan biaya tagihan listrik diberikan kepada semua warga Australia, terlepas masuk dalam kategori kaya atau miskin.
Profesor Bruce Mountain dari Victoria Energy Policy Centre mengatakan, uang yang digelontorkan untuk program ini “seharusnya bisa lebih bermanfaat untuk hal lain.
Menurutnya, dengan nilai total sebesar 3,5 miliar dollar Australia seharusnya bisa memberikan dampak yang lebih besar, misalnya untuk menginvestasikannya ke listrik bertenaga solar dan baterai.
“Dari sudut pandang ekonomi energi, peluang ini terbuang sia-sia padahal jelas uangnya tersedia.”
Brendan French dari Energy Consumers Australia mengatakan, bantuan untuk membayar tagihan listrik dari pemerintah negara bagian dan federal Australia tidak boleh dilihat sebagai solusi untuk masalah jangka panjang.
“Bantuan untuk tagihan selalu menjadi kepentingan konsumen, dan kita tidak akan pernah mendengar advokat konsumen yang mengatakan bantuan ini tidak baik untuk dilakukan,” kata Brendan.
“Tetapi pada akhirnya ini bukanlah solusi. Ini adalah cara yang dipakai untuk mengatasi gejala dari sebuah masalah.” (Calvim G. Eben-Haezer)