JAKARTA – Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin resmi ditahan oleh Kejaksaan Agung pada Rabu (9/8/2023).
Ia ditahan terkait kebijakan di Blok Mandiodo yang diperkirakan telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp5,7 triliun. Untuk diketahui, Blok Mandiodo yang berada di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah area pertambangan bijih nikel.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan, selain Ridwan Djamaluddin, Kejagung juga menahan satu orang lagi yakni berinisial HJ. Dia menyebut, HJ bertindak sebagai Koordinator RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) di Kementerian ESDM.
“Jadi, dua-duanya dari Kementerian ESDM di mana peran yang bersangkutan adalah memberikan suatu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara seluruhnya adalah Rp 5,7 triliun,” tutur Ketut dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Ridwan Djamaluddin keluar dari gedung Kejagung pada pukul 17.53 WIB, Rabu (9/8/2023), dengan mengenakan rompi tahanan Kejagung berwarna pink dan tangan diborgol.
Dia keluar dengan dikawal oleh 2 petugas Kejagung.
Kronologi Peran Ridwan
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan kronologi dan peran Ridwan dalam kasus korupsi ini diantaranya sebagai berikut:
Pertama, Pada tanggal 14 Desember 2021, Tersangka Ridwan Djamaluddin memimpin rapat terbatas guna membahas dan memutuskan untuk melakukan penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan, hal itu sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018.
Kedua, akibat pengurangan atau penyederhanaan aspek penilaian tersebut, maka PT Kabaena Kromit Pratama yang sudah tidak memiliki deposit nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya, mendapatkan kuota pertambangan Ore Nikel (RKAB) Tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton, demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada di sekitar Blok Mandiodo.
Ketiga, Pada kenyataannya, RKAB tersebut diguanakan atau dijual oleh PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lainnya kepada PT Lawu Agung Mining untuk melegalkan pertambangan Ore Nikel di lahan milik PT Antam, Tbk seluas 157 hektar yang tidak mempunyai RKAB. Hal yang sama juga dilakukan terhadap lahan milik PT Antam, Tbk yang dikelola oleh PT Lawu Agung Mining berdasarkan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Antam, Tbk dan Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara/Konawe Utara.
Lalu peran tersangka HJ bersama dengan Tersangka SW dan Tersangka YB telah memproses permohonan RKAB PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018, melainkan mengacu pada perintah Tersangka Ridwan Djamaluddin berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 Desember yang tersebut di atas. (Web Warouw)