JAKARTA – Pemohon uji materi Undang-Undang (UU) Pilkada, Raziv Barokah, menyatakan bahwa gugatannya yang meminta agar opsi kotak kosong dalam kertas suara diberlakukan di semua daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2024 merupakan bentuk peringatan kepada partai politik.
Raziv mengatakan, keberadaan opsi kotak kosong diharapkan dapat menyadarkan seluruh partai politik agar tidak sembarangan memilih calon kepala daerah yang diusung, tetapi harus megnutamakan calon yang sesuai dengan kehendak rakyat.
“Jadi kami merasa bahwa penting untuk memberikan kota kosong di seluruh daerah. Kenapa? Karena kalau proses kandidasinya benar, kotak kosong enggak laku. Orang enggak akan milih. Kalau prosesnya tidak benar, kotak kosong akan laku, pemilih akan lari, sehingga pemerintahan tidak akan bisa berjalan dengan baik,” ujar Raziv, Minggu (8/9/2024).
Menurut Raziv, saat ini partai politik terkesan mengutamakan kandidat tanpa mendengarkan aspirasi masyarakat.
Imbasnya, banyak kandidat di berbagai daerah yang sama sekali tak dikenal dan tak menjadi opsi pilihan masyarakat. Oleh karena itu, Raziv dan dua kawannya meminta agar terdapat opsi kotak kosong dalam surat suara di pilkada semua daerah, tak terbatas pada daerah dengan calon tunggal. Dengan demikian, masyarakat yang tak sepakat dengan pasangan kandidat yang tersedia bisa mencoblos kotak kosong untuk menunjukkan pilihan politiknya.
“Itu beban yang harus kita berikan kepada para penguasa kita, dan itulah yang kami harapkan ditangkap oleh mahkamah konstitusi. Sebagai sebuah hal yang jika tidak dilaksanakan dengan proses kandidasi yang baik, maka akan mencederai kedaulatan rakyat, negara hukum, dan juga pemilihan yang demokratis,” kata Raziv.
Kepada Bergelora.com di Jakarta diberitakan sebelumnya, tiga orang advokat asal Jakarta dan Tangerang meminta agar terdapat opsi kotak kosong dalam kertas suara di semua daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2024, tidak terbatas pada daerah dengan calon tunggal. Para advokat bernama Heriyanto, Ramdansyah, dan Raziv Barokah itu menuangkan permintaan tersebut dalam permohonan uji materi atas UU Pilkada ke MK, Jumat (6/9/2024).
“Menyatakan pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai: surat suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf b memuat foto, nama, dan nomor urut calon, dan kolom kosong sebagai wujud pelaksanaan suara kosong,” seperti dikutip dari salinan permohonan di laman resmi MK, Minggu (8/9/2024).
Selain itu, pemohon juga meminta agar MK merevisi Pasal 85 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 94 UU Nomor 8 Tahun 2015, agar mempersilakan pemilih untuk mencoblos kolom kotak kosong di surat suara, serta menghitungnya sebagai suara sah. Gugatan ini telah tercatat dalam sistem pengajuan permohonan pengujian UU milik MK dengan nomor registrasi 120/PUU/PAN.MK/AP3/09/2024.
Jika Kotak Kosong Menang
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebanyak tiga opsi akan dipertimbangkan dalam rapat konsultasi antara Komisi II DPR dengan KPU, Selasa (10/9) esok, untuk membahas kemungkinan wilayah dengan calon tunggal dimenangkan kotak kosong di Pilkada 2024.
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan opsi pertama adalah pilkada ulang dengan kotak kosong melawan pasangan calon, seperti yang ada di sejumlah daerah saat ini.
“(Opsi kedua), pilkada dipercepat, dua tahun ke depan, dan dibuka pendaftaran baru selama itu dijabat penjabat,” kata Mardani dilansir dari Antara, Minggu (8/9).
Sementara opsi ketiga, selama lima tahun daerah tersebut dijabat oleh penjabat kepala daerah.
“Ketiganya ada kelebihan dan kekurangan,” kata Mardani.
KPU dijadwalkan menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI untuk membahas fenomena kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024 pada Selasa (10/9).
Beberapa waktu lalu, Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengusulkan Pilkada ulang dilakukan pada 2025 jika di Pilkada serentak 2024 ini, ada daerah yang dimenangkan kotak kosong.
Menurutnya, jika Pilkada ulang dilakukan di jadwal Pilkada lima tahun mendatang, maka daerah yang dimenangkan kotak kosong akan dipimpin oleh Penjabat (Pj) selama lima tahun.
“Logikanya pilkada berikutnya lima tahun, tidak seperti pilkada kemarin yang bergelombang, kalau diisi PJ selama lima tahun berganti-gantian terus ya. Tapi ini tentu dari apa yang kami pikirkan dan kami pahami dari regulasi,” kata Afif pekan lalu.
Saat ini, KPU mencatat ada 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9) pukul 23.59 WIB.
Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Para calon tunggal itu akan berhadapan dengan kotak kosong.
Bentuk Inkonsistensi Demokrasi
Sebelumnya, peneliti bidang politik The Indonesian Institute (TII) Felia Primaresti mengatakan bahwa adanya kotak kosong di Pilkada merupakan bentuk inkonsistensi demokrasi.
“Esensi demokrasi itu adalah menciptakan pilihan sebanyak-banyaknya. Tanpa kompetisi, esensi demokrasi berkurang karena tidak ada ruang untuk debat atau evaluasi atas berbagai alternatif,” kata Felia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Selain itu, kata dia, fenomena kotak kosong juga mencerminkan kegagalan partai politik dalam mempersiapkan kader yang kompeten untuk bersaing di tingkat daerah.
“Fenomena seperti ini bisa terjadi karena partai politik tidak serius dalam mempersiapkan kader yang kompeten, dan kemudian juga diperparah dengan munculnya satu koalisi besar yang seolah mengaburkan pilihan dan persaingan yang kompetitif,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa hasil pilkada yang melibatkan kotak kosong dapat menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi pemimpin terpilih. Terlebih, kata dia, bila banyak pemilih yang memilih kotak kosong.
Menurut dia, hal tersebut dapat melemahkan hubungan antara pemimpin dan rakyat, serta memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi politik.
Oleh sebab itu, dia mempertanyakan komitmen partai politik dalam menciptakan persaingan yang sehat dan demokratis karena demokrasi yang ideal seharusnya menawarkan pilihan calon kepala dan wakil kepala daerah yang beragam untuk berkontestasi menawarkan visi hingga program.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum mencatat ada 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9) pukul 23.59 WIB. Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. (Web Warouw)