Kamis, 19 September 2024

INSTRUKSI MENKES TUMPUL..! Akibat Menkes Lambat Atasi Perundungan Senior, Seorang Dokter Bunuh Diri

.JAKARTA – Akibat Menkes lambat atasi perundungan senior, seorang dokter bunuh diri. Padahal tahun lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan Tentang Pencegahan dan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023.

Dalam banyak kesempatan, Menkes menyampaikan bahwa perundungan yang dialami oleh dokter, baik dokter umum atau PPDS, sudah berlangsung puluhan tahun. Tidak sedikit dokter yang mengalami stres karena mendapatkan tekanan pekerjaan yang tidak berhubungan dengan kedokteran.

“Menkes lambat tangani kasus bullying dokter senior. Instruksi menteri tumpul gak ada yang takut,” demikian kesaksian seorang spesialis kepada Bergelora.com.

Kasus di RS Karyadi

Sejak bulan April media sudah mengungkap kasus dokter residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) mengalami perundungan di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Para dokter residen kerap dijadikan asisten atau pembantu pribadi dokter senior.

Tugasnya jauh dari materi pendidikan calon dokter spesialis yang seharusnya didapat.

Dugaan perundungan tersebut pun dilaporkan Masyarakat Peduli terhadap Pendidikan Indonesia ke Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.

Laporan tersebut dilayangkan dari dokter residen PPDS Gizi Klinis Fakultas Kedokteran Undip Semarang di RSUP Dr Kariadi Semarang.

Perwakilan dokter residen dari Masyarakat Peduli terhadap Pendidikan Indonesia, Agus Pranki Pasaribu menyatakan, laporan tertuju kepada Kementerian Kesehatan RI pada awal Maret 2024.

Mahasiswa PPDS Gizi Klinis mengalami perundungan yang dilakukan oleh konsulen atau dokter senior.

“Contoh, di dalam grup (Whatsapp) ditentukan misalkan kewajiban mengecek air minum, jebakan tikus, kopi, dan lain-lain. Saya pikir apa hubungannya dengan spesialis atau berkaitan dengan kemampuan profesional,” kata Agus kepada pers, Selasa (26/3/2024).

Agus mengatakan, perundungan secara langsung mahasiswa PPDS Gizi Klinis itu diminta untuk melakukan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kompetensi.

Misalnya harus mengikuti dan mendampingi konsulen (dokter senior) dalam acara gala dinner, perjalanan, makan siang, belanja di toko, mengkoordinasi barang-barang bawaan dari berangkat sampai pulang dari luar kota, dan sebagainya.

Ia menilai, semua itu tidak ada kaitannya dalam meningkatkan kualitas profesi dan tidak masuk kriteria dunia pendidikan.

“Kalau kita melihat sumpah jabatan dokter, apa sih yang pertama menjadi sumpah. Hormat dan sama-sama menghargai rekan sejawat,” ujarnya yang juga berprofesi sebagai advokat.

Agus mengatakan, konsulen atau senior seringkali mengajak komunikasi tanpa mengenal batas waktu.

Informasinya yang didapatkannya, dari jumlah 9 mahasiswa PPDS Gizi Klinis, keluar 1 mahasiswa karena tidak kuat sehingga tersisa 8 mahasiswa.

Ia berharap, Kemenkes RI bisa menindaklanjuti ini dan melakukan perbaikan terhadap sistem pendidikan di dunia kedokteran.

“Ini harus berbenah. Kita gak mau menyalahkan siapa-siapa, tapi bagi saya internal kampus dan RSUP Dr Kariadi sebagai rumah sakit pendidikan harus berbenah. Karena terbukti Kemenkes peduli, pada 2023 ada peraturan yang mengatur larangan perundungan di dunia pendidikan kedokteran,” jelasnya.

Jenis Perundungan Residen

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan jenis-jenis perundungan di lingkungan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau dokter residen.

Para dokter residen kerap dijadikan asisten atau pembantu pribadi dokter senior.

“Saya bisa sebutkan contoh yang saya sering dengar. Nomor satu adalah kelompok di mana peserta didik ini digunakan sebagai asisten, sekretaris, sebagai pembantu pribadi. Suruh nganterin laundry, bayar laundry, nganterin anak, ngurusin parkir. Jadi asisten pribadi,” kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).

Laporan lain yang ia terima, banyak dokter residen yang diminta membuatkan tugas para dokter senior, meliputi tugas menulis jurnal dan membuat penelitian.

Hal ini membuat para junior tidak mendapatkan hak yang semestinya untuk belajar.

“Akibatnya kasihan juniornya. Dia harusnya belajar untuk memperdalam spesialisasi yang diinginkan. Kemudian suruh ngerjain sebagai asisten pribadi buat tugas untuk seniornya, yang tidak ada hubungannya dengan spesialisasinya,” papar Budi.

Tak hanya itu, ia juga mengaku menerima laporan soal dokter residen diminta mengumpulkan uang bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Uang tersebut akan dipakai untuk keperluan senior yang bermacam-macam, misalnya membayar rumah kontrakan untuk dokter senior berkumpul, dengan nilai mencapai Rp50 juta pertahun.

Sejauh ini, Kemenkes telah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 1512 Tahun 2023 terkait hal tersebut.

Kemenkes juga menyediakan sarana pelaporan atau hotline jika calon dokter spesialis atau dokter residen menerima perundungan dari dokter senior.

Tercatat, ada dua sarana pelaporan, yaitu melalui situs web https://perundungan.kemkes.go.id/ dan melalui nomor telepon 081299799777.

“Ini yang kita ingin putuskan praktik perundungan yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Ini saya rasa kita harus membangun pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif,” ujar dia. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru