JAKARTA – Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Megawati Soekarnoputri meninjau Indonesia Research and Innovation (InaRI) Expo 2024 dan Indonesia Electric Motor Show (IEMS) di BRIN Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dia berkeliling meninjau peserta pameran.
Di lokasi, Kamis (8/8/2024), dia didampingi Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Megawati tampak menanyakan kepada para peserta pameran.
Sejumlah pengunjung terlihat bersalaman dan berswafoto dengan Megawati. Mega meladeni permintaan pengunjung tersebut. Sejumlah pelajar SMP dan SMK juga hadir di sana.
Seorang pelajar bernama Farid menyodorkan buku putih dan pena ke Megawati. Megawati terlihat menerimanya dan kemudian pesan di buku pelajar tersebut.
“Untuk Farid dan teman-teman, jadilah anak bangsa Indonesia yang pintar, cerdas, punya etika, moral nurani sehingga INDONESIA RAYA ABADI. Cinta: Ibu Megawati Soekarnoputri. Presiden ke-5 RI,” tulisnya.
Setelah menerima buku tersebut, Farid tampak tersenyum. Dia merasa senang karena mendapat pesan dari Megawati.
“Senang, senang banget,” kata Farid.
Megawati juga tertarik dan lama mengamati booth manuskrip kertas daluang kitab Samarqand, yakni kitab berbahasa Arab dengan terjemahan bahasa Jawa yang menunjukkan bagaimana pembelajaran agama Islam di masa lalu.
Bahkan Megawati memanggil periset manuskrip itu untuk diberi penjelasan. Setelah meninjau pameran, Megawati akan mengikuti pertemuan dan dialog BRIN dan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA).
Jadi Inget Pengkhianatan Mega Pada Gus Dur
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Megawati Soekarnoputri dan PDIP terlibat dalam pemakzulan Presiden RI ke 4 KH Abdurrachman Wahid (Gus Dur). Kejatuhan Gus Dur membawa Megawati merebut dan menikmati kursi Presiden.
Pemakzulan terhadap Gus Dur itu menurut Mahfud MD, adalah tidak sah dan bertentangan dengan konstitusi.
“Gus Dur itu jatuh sebenarnya adalah dari sudut hukum tata negara itu penjatuhannya tidak sah. Tetapi kan saya punya disertasi tentang politik hukum, kalau di dalam hidup bernegara itu hukum adalah produk politik. Kalau politik menghendaki ini, hukumnya tidak mendukung, politiknya itu membuldoser hukum. Itu bisa terjadi sampai sekarang,” ujar Mahfud.
Mahfud yang sempat menjabat sebagai Menteri Pertahanan era Gus Dur menerangkan kriteria presiden dapat dilengserkan termuat dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978, yakni dinyatakan sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara.
“Apabila presiden benar-benar melanggar Haluan Negara diberi memorandum I agar memperbaiki (kebijakan), kalau masih benar-benar melanggar Haluan Negara diberi memorandum II agar memperbaiki kebijakannya. Kalau sudah memorandum II masih melanggar lagi, MPR melakukan Sidang Istimewa untuk memberhentikan,” ucapnya.
Namun, yang terjadi pada Gus Dur tidak demikian, lanjut Mahfud. Gus Dur dimakzulkan Sidang Istimewa MPR melalui kasus yang berbeda antara memorandum I, II, dan III.
Memorandum I dan II terkait dengan isu Buloggate dan Bruneigate yang menyatakan bahwa Gus Dur patut diduga melakukan penyalahgunaan. Berbeda dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978 yang mengatur ‘sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara’.
“Masuk memorandum II, selesai, enggak ada Sidang Istimewa untuk memorandum I dan II. Sidang Istimewa yang kemudian diangkat untuk kasus lain. Kasusnya itu karena Gus Dur memecat Kapolri Bimantoro dan menggantinya dengan Chaerudin Ismail. Nah, itu melanggar aturan memang,” ucap Mahfud.
Mahfud menjelaskan bahwa pergantian Kapolri tidak boleh dilakukan secara sepihak, melainkan juga harus atas persetujuan DPR. Hal itu sebagaimana Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000. Meski begitu, ia menegaskan semestinya Gus Dur tidak langsung dijatuhkan karena ini kasus baru. (Web Warouw)