JAKARTA- Di pertemuan G7 nanti diharapkan Presiden dapat menyuarakan dengan tegas dan lantang terkait pandangan Presiden Soekarno dahulu. Demikian Dr. Connie Rahakundini Bakrie, ahli intelejen dan pertahanan kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (23/6).
“Presiden Jokowi harus berani menyatakan sikap Indonesia pada negara negara NATO akan pentingnya meninggalkan dan menghapus politik aliansi pakta pertahanan dimuka bumi,” tegasnya kepada Bergelora.com di Jakarta terkait rencana kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Rusia dan Ukraina 30 Juni mendatang.
‘’Terbukti kan bagaimana di era Soekarno, aspirasi dan ambisi Indonesia sebagai negara Pivot Indo Pacific tumbuh dan diakui sebagai kekuatan dominan di bumi bagian selatan, dengan kekuatan Angkatan bersenjatanya yang dibangun menjadi kekuatan utama di lingkar samudera hindia dan pacific dengan kekuatan gelar dan postur saat itu yang tidak perlu dipertanyakan lagi…”
Maka dengan tantangan global saat ini pun menurut Connie harus disambut gembira langkah dan sikap Presiden yang membuktikan pada dunia bahwa Indonesia tidak bisa menghindar dari tanggung jawab untuk memainkan peran yang lebih strategis, proaktif dan positif, dan kembali menjadi pemain yang berpengaruh di kawasan dan dunia.
Sadarkan Washington
Connie mengatakan kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Moscow diharapkan dapat membuat Washington sadar dan belajar ‘’tepo seliro’’ untuk menerima bahwa pusat-pusat kekuasaan baru yang muncul dalam beberapa dekade terakhir patut didorong kembali dengan spirit Non Blok dan apa yang tercantum dalam ‘Dasasila Bandung’ bahwa semua negara dan masyarakat dunia memiliki hak untuk melindungi kepentingan mereka dan memastikan kemerdekaan dan kedaulatan nasional dengan pilihan dan caranya masing masing.
“Contohnya dalam ‘The Rising Of China Issues’, dunia Barat harus dicerahkan bahwa Kawasan kita memiliki architecture regional yang terbuka, sehingga pengaruh China atau India atau Indonesia di 2045 kelak tidaklah bermaksud eksklusif,” kata Connie langsung kepada
“Sebenarnya hal ini saya sudah sampaikan beberapa kali dalam beberapa kesempatan sejak awal perang ini berlangsung, saya tegaskan bahwa involvement NATO yang ‘suicidal” dengan beragam sanksi tidak masuk akal dan berpotensi ‘against international law’ terhadap rakyat dan negara Russia, maka keadaan dunia tidak akan kembali seperti semula sebelum pecahnya konflik di Ukraina ini.
Korosi Globalisasi
Pernyataan Connie Rahakundini ini juga terbukti ditegaskan lagi oleh Presiden Putin dalam pidatonya di Forum Ekonomi Internasional Saint Petersburg (SPIEF) di 17 Juni kemarin.
“Perubahan akibat pilihan yang dilakukan negara Barat utamanya NATO yang dikomandani AS mendorong sudah tentu berimplikasi membawa arus balik perubahan dunia yang akan bersifat mendasar, radikal, dan tidak dapat diubah lagi,” ujarnya.
Misalnya menurut Connie, akan terjadi efek ‘’korosi globalisasi’’ karena akhirnya dunia melihat dengan mata telanjang bagaimana elit penguasa di AS dan negara Barat melakukan sanksi sanksi hukuman kepada Russia yang tidak pernah dilakukan kepada Amerika dengan puluhan perang yang diinisiasinya.
“Sanksi-sanksi tersebut dibuat secara sembrono sehinngga lupa mengukur dampaknya yang melampaui kawasan perang tetapi juga segera ke seluruh dunia,” tegasnya.
Menurut Connie, sepertinya konflik ini akan memaksa membuka mata AS dan aliansinya yang masih terus sangat percaya bahwa dominasi Barat dalam politik dan ekonomi global adalah nilai yang konstan dan abadi.
Presiden Putin menurut Connie malah mengumpamakannya dengan kalimat keras, “Sejak mengklaim kemenangan dalam perang dingin awal 1990-an, AS seolah telah mendeklarasikan dirinya sebagai utusan tuhan di bumi, yang tidak memiliki kewajiban, tetapi hanya kepentingan, dan kepentingan apapun demi AS itu dinyatakan sebagai misi suci”.
“Sementara jika negara lain yang melakukannya kemudian langsung dianggap ancaman,” tegas Connie.
Mekanisme Asean
Connie menegas kan AS dan siapapun tetap dapat menjadi peserta penting, menopang keamanan dan stabilitas regional dan meningkatkan keterlibatan ekonominya melalui inisiatif seperti Asia Reassurance Initiative Act dan BUILD Act. ASEAN yang juga memiliki mekanisme dialog formal dengan Uni Eropa, serta banyak negara lainnya, untuk menciptakan kerangka kerja yang lebih kuat untuk kerja sama dan lebih banyak ruang untuk memajukan kepentingan kolektif anggotanya secara internasional.
“Karenanya kunjungan Presiden ke negara-negara G7 seharusnya juga dapat membawa spirit peran aktif Indonesia dalam upaya mengatasi tantangan terhadap penciptaan arsitektur keamanan yang baru dan berkeseimbangan,” katanya. (Web Warouw)