Jumat, 7 Februari 2025

JANG COBA MASO…! Rakyat Kembali Usir Kapal Angkut Alat PT. TMS  Keluar Dari Sangihe: Tak Ada Ijin Dikawal 150 Polisi

TAHUNA- Kamis , 3 Januari 2022, jam 16.00 sore, sebuah kapal landing craft – tank (LCT) bernama Artha Bumi Sabit yang membawa alat-alat bor PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) kembali mendapatkan penghadangan dari masyarakat yang tergabung dalam Save Sangihe Island. LCT tersebut, berlabuh di Teluk Tahuna tepatnya di depan pasar pasar Towo Tahuna.

Masyarakat dari beberapa kampung, yang beberapa hari belakangan ini mendapatkan informasi rencana mobilisasi alat berat TMS tersebut, langsung bergerak ke Tahuna. Karena jarak kapal dengan boulevard Tahuna agak jauh, masyarakat berdiri di pinggir jalan (di atas jalan) memegang spanduk penolakan PT.TMS dan dihadapkan ke arah LCT.

Video kapal yang mengangkut peralatan tambang PT TMS yang mencoba masuk Pulau Sangihe, Jumat (4/2):

Informasi yang diperoleh, LCT itu enggan langsung berlabuh di Pelabuhan Pananaru karena sudah dijaga oleh masyarakat.

Mereka masuk ke Pelabuhan Tahuna bermaksud menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan mengajukan permohonan perlindungan keamanan kepada aparat kepolisian dari Polres Sangihe.

Sekitar, pukul 19.00 malam diperoleh infomasi bahwa LCT akan berangkat ke Pelabuhan Pananaru untuk menurunkan alat berat PT.TMS yang di muat. Adapun muatannya yang sempat tertangkap kamera adalah mesin bor (drilling), container yang bertuliskan Indo Drill yang di dimuat dalam truk, serta dua truk lain, muatan lainnya yang ditutup dengan terpal.
Pukul 22.00, LCT tersebut berangkat dari teluk Tahuna menuju Pananaru.

Tanpa dikomando, masyarakat yang dari kampung Menggawa, Bowone, Salurang dan Binebas langsung naik kendaraan pick up masing bergerak menuju Pananaru.

Awalnya ketika LCT berangkat, ada juga masyarakat yang mengikuti dengan perahu pamo, tujuannya memastikan haluan kapal berbelok ke arah Pananaru atau ke kanan ke arah Malebur. Setelah yakin LCT menuju Pananaru beberapa orang yang naik perahu Pamo tersebut kembali ke daratan, lalu bergegas ke Pananaru dengan kendaraan pickup.

Pukul 01.00 dini hari, LCT memasuki Pelabuhan Ferry Pananaru. Di dalam kompleks Pelabuhan sudah dipenuhi aparat kepolisian dari Polres Sangihe.

Dikawal 100 Polisi

Berdasarkan surat tugas yang ditunjukkan oleh Kapolres Sangihe kepada Koordinator SSI Tamako, Ridwan Lahopang (Opo Lao Menggawa), jumlah personil aparat yang ditugaskan sebanyak 100 orang (sesuai daftar nama), lalu ditambah lagi dari polsek-polsek terdekat dengan lokasi Pelabuhan Pananaru 10 orang personil per polsek.

Jumlah keseluruhan aparat kepolisian yang dikerahkan sekitar 150-orang. Pada jam yang hampir bersamaan masyarakat yang datang dari Tahuna tiba di Pelabuhan Pananaru.

Masyarakat yang militan menolak ini menembus dinginnya hujan dengan kendaraan pickup, hanya berjumlah 50-an orang.

Pengawalan yang nampak ‘berlebihan’ ini diberikan oleh Polres Sangihe merespon surat permohonan pengawalan & pengamanan yang diajukan oleh PT.TMS sejak tanggal 26 Januari 2022 yang di tandatangani oleh direktur PT.TMS, Gerhardus Kielenstyn.

Dalam surat tersebut tercantum bahwa alat yang dimobilisasi adalah drilling Machine, dengan rute Bitung – ke Sangihe dengan tujuan akhir PT.Tambang Mas Sangihe site Bowone. Rencana pemberangkatan tanggal 25 Januari 2022 perkiraan tiba 27 Januari 2022 di Pelabuhan Pananaru. Nyatanya, LCT dimaksud nanti masuk Sangihe tanggal3 Februari 2022.

Di Pelabuhan Pananaru, sebagian besar masyarakat berhasil masuk sampai ke dalam kompleks Pelabuhan. Tetapi sebagian, tidak diijinkan masuk, bahkan untuk membawa roti pun kepada saudara-saudaranya, seorang Ibu dari Menggawa bersama anaknya , tidak diijinkan oleh petugas.

Rakyat Menolak Kapal Masuk

Masyarakat tetap bersikeras menolak diturunkannya alat berat dari kapal LCT, meskipun sudah masuk sandar di Pelabuhan Pananaru.

Robison Saul, aktivits SSI asal kampung Sowaeng, mendekat petugas dari syahbandar Tahuna, guna menanyakan surat ijin berlabuh LCT tersebut, dan ternyata ternyata tidak ada.

Petugas yang bernama Demsy (tertulis di topinya) tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan masyarakat, hanya menyarankan agar masyarakat menanyakan ke kepala dinas perhubungan Sangihe. Dia hanya diperintahkan untuk datang ke Pelabuhan Pananaru bersama aparat kepolisian. Tidak ada surat yang ijin yang bisa ditunjukkan.

Melihat penjagaan ketat dari aparat Polres Sangihe yang bersikeras mengamankan mobilisasi alat bor sampai ke Bowone, aktivis SSI, Jan Takasihaeng mengambil megaphone, lalu berbicara lantang dan tegas.

“Demi tanah Sangihe tercinta, kami datang untuk mati di sini, di pelabuhan Pananaru ini! Kami akan mati terhormat, karena kami berjuang menyelamatkan ruang hidup dan masa depan anak cucu kami. Meski jumlah kami sedikit, kami tidak takut. Jika alat berat PT.TMS dipaksakan diturunkan, maka kami akan bertindak. Meski nyawa taruhannya,” tegasnya.

Kemudian di depan barisan aparat polisi, Jan memimpin masyarakat menyanyikan lagi  ‘Sangihe I kekendage sarang papapteku’. Lagu daerah Sangihe yang melukiskan kecintaan mendalam kepada pulau Sangihe ini, bergema di subuh dinihari di Teluk Pananaru, dinyanyikan dengan bersemangat di hadapan aparat.

Pada kondisi masyarakat yang menggigil, karena basah kuyup dalam perjalanan dari Tahuna ke Pananaru bahkan harus bertahan sampai subuh sekalipun mereka tetap kukuh pada sikapnya ‘menolak tegas alat berat PT.TMS diturunkan di Sangihe.

Tidak Ada Ijin

Mendengar tidak adanya dokumen ijin berlabuh, seorang nelayan asal kampung Kalinda Editon Siringan didampingi petugas dari syahbandar tersebut, langsung naik ke atas LCT menemui kapten kapal bersama 6 orang anak buahnya dan menanyakan surat ijin mereka, ternyata memang tidak ada.

Pihak syahbandar pun langsung melarang LCT tersebut membuka pintu kapalnya. Melarang alat bor PT.TMS diturunkan.
Aparat Polres yang jumlahnya banyak tersebut, dipimpin langsung oleh Kapolres AKBP Denny Wely Wolter Tompunuh, didampingi oleh wakapolres, kabag ops, dan seluruh jajarannya tidak bisa berbuat lebih, setelah tahu bahwa kapal LCT Artha Bumi Sabit tersebut berlayar secara illegal.

Masyarakat pun meneriakkan kata-kata, “Polisi harus menahan dan memproses hukum kapal LCT tersebut, karena sudah melanggar hukum. Berlayar tidak punya punya dokumen lengkap. Kenapa dibiarkan? Jika rakyat kecil yang bersalah langsung dihukum” teriak ibu-ibu dari kampung Bowone dan Salurang.

Di antara kerumunan petugas dan masyarakat terdapat dua orang asing (bule) yang di duga adalah Terry Filbert yang bersembunyi di pos samping kiri pelabuhan Pananaru.

Menyadari masyarakat makin marah, tiba-tiba sebuah kendaraan double cabin berwarna putih yang berplat KT mengambil posisi mundur ke dekat pos tersebut menjemputnya, setelah dia naik kendaraan tersebut langsung melaju keluar menjauh dari kerumunan masyarakat. Seorang bule yang lain diduga adalah Gerhardus Kielenstyn.

Setelah mendapatkan penolakan tegas untuk menurunkan alat bor, dan dilarang membuka pintu LCT untuk menurunkan alat bor tersebut, sekira pukul 04.00 subuh LCT pun bergegas keluar dari Pelabuhan Pananaru.

Kepada Bergelora.com di Tahuna dilaporkan, pagi harinya, 5 Februari 2022, beberapa orang aktivis SSI yang terpaksa tidur di sekitar pelabuhan Pananaru, terus bersiaga karena belum ada kepastian kemana arah LCT berlayar.

Mereka pun bertemu nelayan asal Kampung Nagha 2 yang menyampaikan kabar bahwa LCT tersebut nampak terlihat di depan Tamako, mengarah ke utara. Mereka mengira akan masuk ke Pananaru lagi.

Ternyata LCT Artha Bumi Sabit, menuju Tahuna, hanya untuk meminta surat ijin berlayar dari Tahuna untuk kembali kembali ke Bitung.

Margaretha Mananohas, asal kampung Salurang berada dalam barisan masyarakat yang menolak PT.TMS, yang sejak kemarin berada di Tahuna bahkan sampai ke Pelabuhan Pananaru, menyatakan.

“Kejadian pelanggaran hukum oleh yang dilakukan oleh PT.TMS makin banyak, sekarang ini kapal yang mengangkut alat bor mereka tidak ada ijin, kenapa harus dibiarkan pergi begitu saja, bukan diproses hukum? Kapal tersebut harus di tahan mempertanggungjawabkan perbuatannya, mengapa kapal tersebut bisa diberikan ijin berlayar lagi dari Tahuna ke Bitung?” katanya.

“Sementara dari Bitung ke Tahuna tidak Sangihe tidak ada ijin? Jika Indonesia negara hukum kenapa investor pelanggar hukum harus dijaga oleh aparat penegak hukum?, Hukum di negara ini seperti kue ongol-ongol, yang melempem ke mana-mana. Aparat penegak hukum tidak jelas dalam penegakkan hukum, tebang pilih.. Semoga Pak Kapolri melihat bagaimana perilaku aparat penegak hukum di Sangihe, yang nampak mempermainkan hukum di depan rakyatnya”, tandasnya.

Di sementara membuncahnya keheranan masyarakat tentang kapal LCT ilegal tersebut, sekitar, jam 10.00 wita, dari sumber informasi yang bisa dipercaya, dikabarkan bahwa LCT Artha Bumi Sabit, sudah berlayar kembali ke Bitung setelah mengantongi ‘ijin berlayar’ dari Syahbandar Tahuna. (Yul)

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru