JAKARTA- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini bakal menggelar rapat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) soal konten promosi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di media sosial.
Hal itu merespons usulan Bareskrim Polri soal penurunan (take down) konten promosi ACT di medsos.
“Ini secepatnyalah kami lakukan rapat dengan Kominfo, mudah-mudahan minggu ini kami bisa melakukan rapat sehingga ada keputusan untuk kami segera melakukan [tindakan] yang urgen yang mana dulu kami tangani. Makanya ini memang harus cepat,” kata Risma dikutip dari Antara, Jumat (12/8/2022).
Akan tetapi, Risma tak menyebutkan waktu pasti rapat antarkementerian itu digelar.
Penyidik TP Madya TK III Bareskrim Polri Kombes Pol Eka Mulyana mengusulkan kepada pemerintah agar konten promosi ACT di medsos segera diturnkan. Hal itu seiring pencabutan izin pengumpulan uang dan barang (PUB) akibat penyelewengan donasi oleh lembaga tersebut.
Eka menjelaskan ACT tidak hanya menyerap dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), namun juga melakukan sosialisasi dan amplifikasi promosi melalui media sosial agar masyarakat mau berdonasi.
“Dan ternyata yang menjadi gantungan mereka melaksanakan promosi atau pun amplifikasi ini ada yang menjadi izin, dengan perizinan yang dikeluarkan oleh Kemensos (Kementerian Sosial),” kata dia.
ACT mengantongi tiga perizinan dari Kemensos yang masing-masing menggunakan satu rekening. Namun, Eka mengatakan kenyataannya kegiatan pengumpulan donasi yang diamplifikasi atas nama ACT menggunakan rekening yang bermacam-macam hingga ratusan nomor rekening.
Selewengkan Dana Boeing Rp 107,3 Miliar
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya Dittipideksus Bareskrim Polri melakukan audit terhadap aliran dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) soal dugaan penyelewengan dana donasi. Total ada Rp 107,3 miliar dana dari Boeing yang diduga disalahgunakan.
“Dari hasil pendalaman penyidik Bareskrim Polri dan tim audit bahwa dana sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya diduga sebesar Rp 107,3 miliar,” kata Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Nurul Azizah kepada wartawan, Senin (8/8/2022).
Nurul mengatakan dana sosial Boeing yang diperuntukkan buat pembangkit sarana sosial hanya dikucurkan sebanyak Rp 30,8 miliar.
“Kemudian, didapati fakta juga bahwa ternyata dana sosial Boeing yang digunakan untuk kegiatan pembangunan sarana sosial sesuai proposal ahli waris, berdasarkan hasil audit diduga hanya sebesar Rp 30,8 miliar,” ucapnya.
Berikut ini rinciannya:
– Dana pengadaan Armada Rice Truk Rp 2.023.757.000 (miliar);
– Dana pengadaan Armada Program Big Food Bus Rp 2.853.347.500 (miliar);
– Dana pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp 8.795.964.700 (miliar);
– Dana talangan kepada Koperasi Syariah 212 sebesar Rp 10.000.000.000 (miliar);
– Dana talangan kepada CV CUN Rp 3.050.000.000 (miliar);
– Dana talangan kepada PT MBGS Rp 7.850.000.000 (miliar);
– Dana untuk operasional yayasan (gaji, tunjangan, sewa kantor, dan pelunasan pembelian kantor);
– Dana untuk yayasan lain yang terafiliasi ACT.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana donasi. Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya terancam hukuman 20 tahun penjara.
“Kalau TPPU sampai 20 tahun,” kata Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7).
Dua tersangka lainnya adalah Hariyana Hermain, yang merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan; serta Novariandi Imam Akbari (NIA), Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempatnya pun disangkakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.
Selain itu, Ibnu Khajar dkk disangkakan Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE. Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, serta Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. (Web Warouw)