JAKARTA – Kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh atasannya Irjen Ferdy Sambo menuai sorotan dari Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhu meminta Kabareskrim Komjen Agus Andrianto tegas untuk tidak ragu dalam mengusut kasus pembunuhan Brigadir J.
Luhut bahkan mengatakan tak peduli dengan beking ataupun orang-orang yang berada dibalik atau terkait dengan kasus tersebut seperti Irjen Ferdy Sambo.
“Saya minta kepada Kabareskrim Komjen Agus jangan ragu-ragu. Saya enggak ada urusan siapa dia, enggak ada urusan beking-beking. Pokoknya sampai ke akar-akarnya kita cabut nanti Mas Agus,” tegas Luhut Pandjaitan yang dikutip dari siaran Kompas TV.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Jenderal Purnawirawan TNI ini pun meminta kepada Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri atau Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto harus konsisten dan tegas memproses hukum kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat tersebut.
Hingga saat ini, sudah ada 4 tersangka, yakni mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sekaligus suami Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Brigadir Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Luhut Panjaitan mengatakan, dirinya tak peduli jika ada yang mem-backing para pelaku pembunuhan Brigadir J.
Sementara, baru-baru ini, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menolak untuk membuka motif Irjen Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E menembak ajudannya itu.
Agus menuturkan, apa yang menjadi motif pembunuhan akan disampaikan dalam persidangan nanti.
Agus justru mengutip pernyataan dari Menkopolhukam Mahfud MD soal motif yang disebutnya hanya boleh diketahui oleh orang dewasa karena sifatnya sensitif.
“Jangan kepo. Statement Pak Menkopolhukam lebih bijak,” ujar Agus, Rabu (10/8/2022).
Mahfud MD Sebut Negara Bisa Hancur Gara-gara Ferdy Sambo
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali berbicara soal kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurut Mahfud MD pembunuhan Brigadir J bisa membuat negara hancur jika tidak dibuka secara terang benderang.
Terlebih, peristiwa pembunuhan ini terjadi di kediaman perwira tinggi Polri.
“Kalau ada orang mati terbunuh di rumah pejabat tinggi Polri yang tidak dibuka terang-benderang negara ini akan hancur,” tegas Mahfud dalam program Satu Meja, Kompas TV, Rabu (10/8/2022) malam.
Mahfud menyebutkan bahwa Polri mempunyai ribuan satuan kerja di seluruh Indonesia.
Dari ribuan satuan kerja itu, kata Mahfud, 100.000 pengamanan dilakukan Polri setiap harinya.
“Lalu ada satu kasus gini (pembunuhan Brigadir J) masa enggak bisa dibuka, wong (orang) yang ratusan ribu aja diamankan, diselesaikan dengan baik,” ungkap Mahfud.
Karena itu, Mahfud menyatakan bahwa kasus ini penting bagi pemerintah.
Sebab, penyelesaian kasus pembunuhan Brigadir J juga menyangkut kepercayaan publik terhadap Polri.
“Ya sangat penting (bagi pemerintah) karena menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” ujar Mahfud.
Mahfud juga menuturkan, penetapan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka juga tak lepas karena adanya tekanan dari Presiden Joko Widodo dan masyarakat.
Terlepas adanya tekanan tersebut, Mahfud mengatakan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga mempunyai keinginan untuk membuka kasus ini dengan baik.
“Tetapi itu perlu dukungan politik dari kita. Karena kita tahu banyak masalahnya, ada ranjau-ranjaunya di dalam sehingga Pak Presiden mengatakan selesaikan dengan tuntas, dengan transparan,” ucap Mahfud.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, empat tersangka termasuk Sambo dijerat pasal pembunuhan berencana.
Keempatnya dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
“Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya maksimal 20 tahun,” ucap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto dalam konferensi pers, Selasa, (9/8/2022).
Agus menyebutkan, keempat tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri memiliki peran masing-masing dalam pembunuhan.
Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E memiliki peran menembak Brigadir J. Sementara itu, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.
Sedangkan Irjen Pol Ferdy Sambo adalah yang memerintah Bharada E untuk menembak Brigadir J.
“Irjen Pol Ferdy Sambo menyuruh dan melakukan dan men-skenario seolah-olah terjadi tembak menembak (antara Bharada E dengan Brigadir J) di rumah dinas,” tutur Agus. (Enrico N. Abdielli)