JAKARTA- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membubarkan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, karena dilebur dalam BRIM. Pembubaran ini sangat disayangkan, karena LBM Eijkman merupakan lembaga riset yang berpengalaman.
Dalam pemberitahuan resminya, Jumat (1/1/2022), Lembaga Eijkman menyampaikan, kalau mulai 1 Januari 2022, kegiatan deteksi Covid-19 di PRBM Eijkman akan diambil alih Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN. “Bersama, kita pulih kembali. Kami pamit” begitu cuitan akun twiiter Lembaga Eijkman.
Pembubaran Lembaga Eijkman ini mendapat sorotan tajam dari Tokoh Nasional Rizal Ramli melalui akun medsosnya. “Lembaga Eijkman, dapat nobel di zaman Belanda, sangat terkenal dalam bidang research. Kok dibubarin oleh politisi-politisi yang modal kuasa doang, tanpa mengerti manfaat dan cara kerja Lembaga Riset. Biasanya hanya merusak, bukan mau menambah nilai. Quo vadis riset,” cuit Rizal Ramli.
Solusi BRIN
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sementara itu, BRIN mengeluarkan solusi bagi SDM Lembaga Eijkman. Dalam penjelasannya, BRIN menguraikan, Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa seluruh lembaga penelitian harus diintegrasikan ke dalam BRIN.
Selanjutnya, dalam pasal 58 peraturan tersebut disebutkan Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BRIN diatur dengan Peraturan BRIN. Untuk itu, terhitung sejak 1 September 2021 BRIN melaksanakan ketentuan pasal tersebut dengan menetapkan Peraturan Kepala BRIN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja BRIN.
Selain melaksanakan ketentuan pasal 58 dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021, terhitung mulai 1 September 2021, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa 5 entitas Lembaga penelitian resmi berintegrasi dengan BRIN. Kelima entitas yang dimaksud adalah BATAN, LAPAN, LIPI, BPPT, dan Kemenristek/BRIN dan termasuk di dalamnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. “Dengan terintegrasinya Kemristek dan 4 LPNK ke BRIN, status LBM Eijkman telah kami lembagakan menjadi unit kerja resmi yakni Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman di bawah Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati,” kata Handoko.
Dengan status ini kata Handoko, para periset di LBM Eijkman dapat diangkat menjadi peneliti dengan mendapatkan segala hak finansialnya. Perlu dipahami bahwa LBM Eijkman selama ini bukan lembaga resmi pemerintah, dan berstatus unit proyek di Kemenristek. “Kondisi inilah yang menyebabkan selama ini para PNS Periset di LBM Eijkman tidak dapat diangkat sebagai peneliti penuh, dan berstatus seperti tenaga administrasi,” ungkapnya.
Handoko mengatakan, ternyata LBM Eijkman banyak merekrut tenaga honorer yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku. “Untuk itu BRIN telah memberikan beberapa opsi sesuai status masing-masing,” tegasnya.
Opsi-opsi tersebut juga telah disampaikan melalui forum-forum resmi yang dihadiri periset Eijkman.
Pertama, PNS Periset dilanjutkan menjadi PNS BRIN sekaligus diangkat sebagai Peneliti. Kedua, honorer Periset usia diatas 40 tahun dan S3, dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PPPK 2021. Ketiga, honorer Periset usia kurang dari 40 tahun dan S3 dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021.
Keempat, honorer Periset non S3 dapat melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA), sebagian ada yang melanjutkan sebagai operator lab di Cibinong, bagi yang tidak tertarik lanjut studi. Kelima, honorer non Periset diambil alih RSCM sekaligus mengikuti rencana pengalihan gedung LBM Eijkman ke RSCM sesuai permintaan Kemenkes yang memang memiliki aset tersebut sejak awal.
“Sehingga benar bahwa ada proses pemberhentian sebagai pegawai LBM Eijkman, tetapi sebagian besar dialihkan/disesuaikan dengan berbagai skema diatas agar sesuai dengan regulasi sebagai lembaga pemerintah,” tegasnya.(Den)