Senin, 11 November 2024

JANGAN OMDO DONG..! PDI-P: Proyek Food Estate Bagian dari Kejahatan Lingkungan

JAKARTA- Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyebut bahwa proyek lumbung pangan/food estate yang saat ini dikerjakan pemerintah merupakan bagian dari kejahatan lingkungan. Hal ini diungkapkan Hasto ketika dimintai tanggapan soal dugaan aliran dana kejahatan lingkungan sedikitnya Rp 1 triliun masuk ke partai politik untuk pembiayaan Pemilu 2024.

“Kami memberikan suatu catatan yang sangat kuat terkait dengan upaya yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk membangun food estate,” kata Hasto setelah penganugerahan rekor MURI kepada partainya di Ciawi, Bogor, Selasa (15/8/2023), atas program pengobatan gratis yang berlangsung 218 hari.

Ia menyampaikan bahwa politik seharusnya merawat kehidupan dan menjaga bumi pertiwi.

“Dalam praktik pada kebijakan itu ternyata disalahgunakan, kemudian hutan-hutan justru ditebang habis, dan food estate-nya tidak terbangun dengan baik. Itu merupakan bagian dari suatu kejahatan terhadap lingkungan,” lanjutnya.

Sebagai informasi, program ini digagas Presiden RI Joko Widodo sejak awal kepemimpinan periode keduanya. Ia menugaskan Kementerian Pertanian, yang dinakhodai politikus Partai Nasdem Syahrul Yasin Limpo, menjadi leading sector.

Jokowi juga menugasi Kementerian Pertahanan, di bawah kendali Prabowo Subianto, menjadi back-up dan fokus mengurusi lahan singkong.

Jelang Pilpres 2024, Nasdem diketahui membentuk poros oposisi mengusung pencapresan eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Sementara itu, Prabowo juga membentuk koalisi gemuk tandingan di luar PDI-P, bersama PKB, Golkar, dan PAN, untuk pencapresan dirinya sebagai suksesor Jokowi.

Kembali ke soal food estate, proyek ini dianggap gagal. DPR bahkan pernah menyebutnya kacau balau. Mengacu Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2023, program food estate menjadi proyek prioritas strategis.

Sejumlah provinsi dijadikan sebagai sentra produksi pangan ini, yakni Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, serta Papua Selatan.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, mengatakan, program yang dijalankan lintas kementerian tersebut membuat masyarakat setempat harus meninggalkan kebiasaan perladangan tradisional. Namun, dalam perkembangannya, program tersebut justru gagal dalam upaya menjadi lumbung pangan.

”Food estate yang dimaksudkan untuk mengatasi krisis pangan, dilakukan dengan menghilangkan pangan lokal. Pangan-pangan lokal yang dihilangkan justru membuat masyarakat setempat mengalami krisis pangan,” kata Arie dalam diskusi publik ”Tiga Tahun Proyek Food Estate” di Jakarta, Kamis (13/7/2023).

Arie mencontohkan, di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, misalnya, sekitar 600 hektare dijadikan daerah lokasi penanaman lumbung pangan nasional dengan komoditas singkong. Namun, lahan singkong tersebut tak kunjung panen dan justru mangkrak. Alhasil, masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari program food estate tersebut. Di sisi lain, lahan mereka untuk mendapatkan sumber pangan lokal telah berubah menjadi lahan tandus. Padahal, sebelum berubah menjadi lahan untuk food estate, lahan tersebut merupakan sumber penghidupan masyarakat. Arie menyayangkan, program food estate yang dijalankan terlalu berorientasi pada penyeragaman jenis pangan. Pola perladangan tradisional dihilangkan dan diganti dengan jenis pangan yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat setempat.

”Skema seperti (food estate) ini telah dilakukan oleh masa pemerintahan sebelumnya dan gagal. Namun, tetap ditiru, alhasil dampak yang diberikan hanya membuat kerusakan dan dampak buruk semakin parah,” ujar Arie. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru