JAKARTA – Polemik mengenai wacana pembatasan hingga pemblokiran gim PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG) kembali mencuat setelah insiden tragis di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini menilai, momentum ini seharusnya menjadi titik evaluasi menyeluruh atas ekosistem digital yang selama ini diakses anak-anak tanpa kontrol memadai.
Ia menyambut baik upaya pemerintah mengkaji pembatasan gim daring, namun mengingatkan bahwa langkah tersebut tidak boleh sekadar reaktif.
“Keselamatan anak-anak kita adalah prioritas. Tapi, pembatasan harus ditempatkan dalam kerangka yang utuh, perlindungan anak, keamanan siber, dan literasi digital,” ujar Amelia, dikutip Beegelora.com di Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Menurut dia, anak saat ini tumbuh di tengah algoritma yang menyodorkan berbagai jenis konten dengan cepat, tanpa penyaring yang kuat. Karena itu, solusi perlu dilakukan secara ekosistemik.
Amelia mendorong penerapan klasifikasi usia yang lebih tegas, mekanisme parental control yang mudah digunakan, serta pengetatan moderasi konten pada platform penyedia gim. Ia juga menekankan perlunya kolaborasi antarinstansi, mulai dari Kemendikbudristek, Kominfo, BSSN, KPAI, hingga pihak sekolah dan orangtua.
“Larangan yang hanya berupa slogan, tanpa kontrol nyata, sulit efektif. Kita butuh penguatan karakter, literasi, dan tata kelola platform digital, bukan sekadar blokir,” tegas dia.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah menegaskan, setiap konten negatif termasuk gim online memiliki potensi bahaya bagi anak, terutama ketika dikonsumsi tanpa pendampingan. Ia mengatakan, konten berbahaya bukan hanya gim dengan elemen kekerasan, tetapi juga yang memuat pornografi, perjudian, hingga perilaku negatif lainnya.
“Anak adalah kelompok rentan yang belum punya filter kuat. Mereka sangat mudah meniru apa yang mereka lihat,” kata dia.
“Jika konten yang ditonton berulang kali berisi kekerasan atau pornografi, tentu risiko perilaku imitasi meningkat,” ujar
Margaret. KPAI mendukung setiap kebijakan yang bertujuan memproteksi anak, termasuk evaluasi terhadap gim berisiko. Namun, Margaret menekankan bahwa regulasi sebenarnya sudah ada, yakni klasifikasi usia pada gim.
Masalahnya justru terletak pada lemahnya pengawasan dan kurangnya literasi digital orangtua.
Margaret mengklasifikasikannya menjadi tiga masalah utama, yang pertama masalah pengawasan.
“Tidak ada yang memastikan pengawasan berjalan. Banyak anak mengakses konten digital tanpa pendampingan,” ujar dia.
Kedua, tidak semua orangtua dinilainya memahami regulasi, termasuk tanda rating usia pada gim.
“Dan ketiga, keterbatasan waktu orangtua, yang membuat pendampingan sering tidak optimal,” ujar dia.
“Jika aturan yang ada masih bolong, maka harus ada upaya lebih ketat. Kalau tidak sanggup diawasi, ya risiko kekerasan digital akan terus terjadi,” sambung dia.
Bentuk Koridor Dan Atur Visual Konten
Ketua Bidang Hubungan Internasional PB ESI Eddy Lim mengingatkan bahwa pemblokiran PUBG tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Ia menilai, pemerintah sebaiknya membuat koridor yang sehat, bukan menutup akses sepenuhnya.
“Lebih mudah itu membuat aturan, misalnya mengubah warna darah dalam gim. Itu umum dilakukan di banyak negara,” kata dia.
Eddy juga mengingatkan bahwa gim seperti PUBG sudah menjadi cabang kompetitif yang mengharumkan nama Indonesia di berbagai event internasional. Pemblokiran justru berpotensi menghilangkan ruang pembinaan atlet E-sport.
“Kalau diblokir, tidak ada lagi tempat anak menyalurkan emosi. E-sport membantu mengarahkan minat gaming ke jalur positif. Dan kita tahu PUBG adalah arena yang memberi banyak medali untuk Indonesia. Pemain kita kuat di Asia dan SEA Games,” ujar Eddy.
Pembahasan Lebih detail
Perdebatan mengenai pemblokiran atau pembatasan gim seperti PUBG memperlihatkan bahwa masalah tidak sesederhana menutup akses. Ada dimensi pendidikan, teknologi, regulasi, psikologi anak, hingga industri yang harus dipertimbangkan bersama.
Pemerintah kini diharapkan menggelar rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk menentukan langkah berbasis bukti dan dapat dijalankan secara realistis.
“Langkah yang diambil tentu hanya satu pandangan, harus ada keterlibatan K/L (kementerian/lembaga), dan semacam rakor dengan beberapa pihak. Nah, rakor itu kan tentu untuk kemudian membahas bersama,” saran Margaret.
Sementara itu, Amelia menekankan bahwa lembaga pengawas harus memastikan mekanisme perlindungan benar-benar berjalan, bukan sekadar formalitas.
“Larangan yang hanya berhenti sebagai slogan, tanpa kontrol nyata dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan, diragukan efektivitasnya,” ujar Amelia.
“Saya mengajak Kemendikbudristek, Kominfo, BSSN, KPAI, pihak sekolah, orangtua, industri gim, dan masyarakat untuk bergerak bersama,” seru dia.
Pembatasan usia, literasi digital, sistem parental control, dan regulasi visual mungkin menjadi jalan tengah yang lebih efektif ketimbang pemblokiran total.
Karena pada akhirnya, keselamatan anak dan kesehatan ruang digital adalah tanggung jawab bersama.
“Jadikan momentum ini untuk menata ekosistem yang aman, sehat, dan produktif bagi generasi muda, bukan hanya dengan pembatasan, tetapi juga penguatan karakter dan pengelolaan ruang digital yang bijak,” tegas dia.
Senada, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menilai, opsi pemblokiran PUBG harus ditempatkan sebagai pilihan terakhir, setelah seluruh upaya preventif dan edukatif dijalankan secara maksimal.
“Kebijakan yang diambil harus proporsional, berbasis kajian, dan tetap menjamin ruang kreativitas serta inovasi di dunia digital, tanpa mengabaikan aspek perlindungan terhadap anak dan remaja,” ujar Dave.
Dia menegaskan bahwa Komisi I DPR RI menaruh perhatian serius terhadap isu ini dan akan terus memantau setiap perkembangan secara cermat.
“Kami menegaskan pentingnya kebijakan yang tidak hanya solutif dalam jangka pendek, tetapi juga adil, proporsional, dan berorientasi pada perlindungan serta pembinaan generasi muda Indonesia,” tegas dia.
Rencana Pemblokiran PUBG
Sebelumnya, Mensesneg Prasetyo Hadi menyatakan bahwa gim PUBG berpotensi menormalisasi kekerasan dalam pikiran anak. Hal ini ia sampaikan usai bertemu dengan Presiden pada Minggu (9/11/2025) malam.
“PUBG. Itu kan di situ, kita mungkin berpikirnya ada pembatasan-pembatasan ya, di situ kan jenis-jenis senjata, juga mudah sekali untuk dipelajari, lebih berbahaya lagi,” ujar Prasetyo, di depan kediaman Prabowo.
Prasetyo pun mengisyaratkan bahwa pemerintah akan mengkaji kembali pembatasan gim online untuk membatasi pengaruh terhadap anak Indonesia.
Pembatasan tersebut dilakukan sebagai respons terhadap peristiwa ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta, pada Jumat (7/11/2025).
“Beliau (Presiden Prabowo) tadi menyampaikan bahwa kita juga masih harus berpikir untuk membatasi dan mencoba bagaimana mencari jalan keluar terhadap pengaruh-pengaruh dari gim online,” ujar Prasetyo.
“Karena, tidak menutup kemungkinan, gim online ini ada beberapa yang di situ, ada hal-hal yang kurang baik, yang mungkin itu bisa memengaruhi generasi kita ke depan,” sambung dia.
Menurut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, salah satu game yang kemungkinan akan dibatasi adalah PlayerUnknown’s Battlegrounds atau PUBG.
“Itu kan di situ (PUBG), kita mungkin berpikirnya ada mengambil-pembatasan ya, di situ kan kan jenis-jenis senjata, juga mudah sekali untuk dipelajari, lebih berbahaya lagi,” kata Prasetyo Hadi, Rabu (12/11/2025).
Menurut Prasetyo, secara psikologis, anak-anak yang bermain game online. Seperti PUBG saja bisa menganggap tindakan kekerasan sebagai hal yang lumrah.
Selain menyoroti masalah seputar game online, Prabowo juga menekankan pentingnya menumbuhkan kembali kepedulian sosial dan menghidupkan semangat kehidupan bermasyarakat. Seperti pengaktifan kembali karang taruna di lingkungan masyarakat serta pengaktifan kembali ekstrakurikuler Pramuka.
“Beliau juga tadi membahas bagaimana karang taruna harus aktif kembali, Pramuka harus aktif kembali,” ungkapnya.
Sementara di lingkungan sekolah Prabowo mengimbau sekolah untuk lebih waspada terhadap hal-hal yang mencurigakan. Ia juga menegaskan bahwa saat ini sangat diperlukan untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan.
“Beliau (Prabowo) tadi menyampaikan bahwa kita juga masih harus berpikir untuk membatasi dan mencoba bagaimana mencari jalan keluar terhadap pengaruh-pengaruh dari game online,” pungkas Prasetyo.
Sebelumnya, selain PUBG pemerintah melalui Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) juga ingin melarang permainan game online Roblox.
Pernyataan tersebut disampaikan Mu’ti saat melakukan peninjauan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SDN Cideng 02, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Di hadapan para siswa, ia mengimbau agar tidak terlalu lama bermain ponsel dan menghindari konten kekerasan, termasuk game seperti Roblox.
“Itu mungkin banyak kekerasan ya di game itu, kadang-kadang anak-anak ini tidak memahami bahwa yang mereka lihat itu sebenarnya sesuatu yang tidak nyata,” kata Abdul Mu’ti.
“Sehingga karena itu kadang-kadang praktik kekerasan yang ada di berbagai game itu, itu memicu kekerasan dalam kehidupan sehari-hari anak-anak,” lanjutnya.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan, pemerintah tidak ragu memblokir atau menutup situs gim online, Roblox, jika memang banyak kekerasan dalam game tersebut. Prasetyo mengatakan, ancaman blokir tersebut tidak hanya berlaku bagi Roblox, tetapi juga permainan online lain yang mengandung kekerasan.
“Kalau memang kita merasa sudah melewati batas, apa yang ditampilkan di situ memengaruhi perilaku adik-adik kita, ya tidak menutup kemungkinan,” kata Prasetyo di Kompleks Istan Kepresidenan Jakarta, Selasa (5/8/2025). (Enrico N. Abdielli)

