MAKASSAR – Penetapan tersangka pada mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dinilai tidak logis. Sebelum menjadi menteri Dahlan Iskan adalah orang kaya raya yang memilik harta triliunan rupiah. Hal ini disampaikan oleh ujar Juru Bicara Jaringan ’98 Sulawesi Selatan (Sulsel) M. Abduh Bakry Pabe, Selasa (9/6/2015), menyikapi status tersangka Dahlan Iskan (DI) atas dugaan korupsi gardu listrik beberapa hari lalu.
“Gak logis, di luar akal sehat kita kalau Dahlan Iskan korupsi memperkaya diri. Hartanya saja mungkin triliunan rupiah. Dahlan Iskan telah bawa kemajuan bagi PLN dan rakyat,” ujarnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (9/6)
Abduh menilai, sejak Dahlan Iskan menjadi Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN), berbagai keluhan rakyat cepat teratasi, birokratisme pegawai hilang dan PLN maju profesional. Proses administrasi sambungan listrik mudah dan bebas pungli, hanya hitungan hari aliran listrik sudah menyala, sehingga membantu proses kehidupan dan produksi usaha rakyat hingga seluruh Indonesia.
“Dulu malas kalau bayar listrik ke kantor PLN, biasanya jorok, panas, saling serobot dan banyak calo. Belum lagi ngelihat gaya pegawai yang sok kuasa dan angkuh. Gak banget kata anak sekarang. Nah sejak DI pimpin, terasa sekali perbedaan dan kemajuannya. Kantor nyaman, listrik makin cepat tersambung luas hingga pelosok pedesaan. Gak byar pet terus. Coba saja check di lapangan. Ini gak ngarang,” tutur Abduh.
Dugaan korupsi gardu listrik yang merugikan negara Rp 33,2 miliar, lanjutnya, harus disidik kejaksaan secara adil dan transparan, agar tidak terjadi tebang pilih dan jadi polemik hukum berkepanjangan. Terlebih, DI adalah tokoh pers yang dikenal tegas, lugas dan cekatan di lapangan.
“Dahlan Iskan banyak menjadi inspirasi bagi kaum muda dan rakyat, oase di tengah rasa dahaga akan sosok kepemimpinan praktis, cekatan dan mau terjun langsung, tidak asal bapak senang (ABS). Kejaksaan harus adil dan transparan, jangan tebang pilih, jangan ada rekayasa. DI juga punya hak untuk membela diri di depan hukum. Dahlan Iskan harus buka-bukaan, agar semua clear. Fiat Justitia Ruat Caelum, hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh!” pungkas Abduh.
Sebelumnya, Dahlan Iskan resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Ia jadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.
“Tim penyidik menyatakan bahwa saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka,” kata Kepala Kajati DKI Jakarta Adi Toegarisman di Kejaksaan, Jumat (5/6) lalu.
Penetapan mantan Dirut Perusahaan Listrik Negara (PLN) ini diakui Kajati DKI sudah berdasarkan dua alat bukti.
Seperti diketahui, Dahlan Iskan telah diperiksa tim penyidik kejaksaan, Kamis (4/6). Ia diperiksa selama sembilan jam setelah dua kali mangkir dari panggilan tim penyidik. Ia hadir bersama kuasa hukumnya, Pieter Talaway. Jumat (5/6) Dahlan kembali juga menjalani pemeriksaan yang berujung pada penetapannya sebagai tersangka.
Kejati DKI Jakarta telah menetapkan 15 tersangka atas kasus yang terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara ini. Sepuluh di antaranya telah masuk ke tahap penuntutan dan berkas telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kesepuluh orang tersebut adalah Fauzan Yunas selaku Manajer Unit Pelasana Kontruksi Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region Jawa Barat; Syaifoel Arief selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa dan Bali (JJB) IV Region DKI Jakarta dan Banten; I Nyoman Sardjana selaku Manajer Konstruksi dan Operasional PIKITRING Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Kemudian Totot Fregantanto selaku Pegawai PT PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (PIKITRING) Jawa dan Bali; Yushan selaku Asisten Engineer Teknik Elektrikal di UPK JJB 2 PT PLN (Persero); Ahmad Yendra Satriana selaku Deputi Manajer Akuntansi PIKITRING Jawa, Bali dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero); Yuyus Rusyadi Sastra selaku pegawai PLN (Persero) PIKITRING Jawa dan Bali; Endy Purwanto selaku pegawai PT PLN (Persero) PIKITRING Jawa dan Bali; Arief Susilo Hadi selaku pegawai PT PLN Proring Jawa Tengah dan DI Yogyakarta; dan Ferdinand selaku Direktur PT HYM.
Kasus ini berawal ketika perusahaan pelat merah tersebut melakukan pembangunan 21 gardu induk pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pembangunan ini dilakukan dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013.
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.
Para tersangka pun kini disangka dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Enrico N. Abdielli)