JAKARTA- Pertemuan Jokowi dengan Kajati se-Indonesia tidak memberikan perhatian pada agenda penegakan Hak Asazi Manusia (HAM). Padahal Janji Jokowi tegas akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Pernyataan Jaksa Agung juga ahistoris bahwa kasus tersebut masih perlu dikaji, padahal ada satu kasus yang sudah direkomendasikan DPR untuk segera diadili. Hal ini disampaikanoleh Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (29/11).
“Apalagi yang mau dikaji? Jika tidak disegerakan pembentukan pengadilan HAM, Jokowi sama saja dengan SBY yang menggunakan isu HAM sebagai alat politik menundukkan lawan,” ujarnya.
Sementara itu menurutnya pada hari yang sama, penegakan HAM juga tercederai oleh tindakan Kemenhukham memberikan pembebasan bersyarat bagi Polycarpus BP, terpidana kasus pembunuhan Munir.
“Pembebasan bersyarat itu menciderai keadilan bagi korban dan sahabat Munir dan rasa keadilan masyarakat,” tegasnya.
Pembebasan bersyarat ini menjadi kado pertama untuk Jokowi atas komitmentnya terhadap HAM, seberapa berani dan berkomitment Jokowi atas HAM.
“Pembebasan bersyarat untuk Polycarpus dan arahan Jokowi pada Jaksa Agung dan para Kajati mencerminkan Jokowi gagal mengkonsolidasi aparaturnya untuk konsisten dan berkomitment pada pemajuan HAM,” tegasnya.
Pembunuhan Munir
Sebelumnya Pollycarpus, terpidana kasus pembunuhan terhadap aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, mendapatkan pembebasan bersyarat terhitung Jumat (28/11). Mantan pilot Garuda itu mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani delapan tahun masa hukuman dari vonis 14 tahun penjara.
Pollycarpus Budihari Priyanto adalah salah seorang anggota pilot senior maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang merupakan tersangka kasus pembunuhan seorang aktivis HAM, Munir. Munir meninggal di dalam pesawat di atas langit Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Belakangan diketahui aktivis HAM kelahiran Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965, itu tewas karena diracun.
Pembunuhan tersebut diduga dilakukan dengan cara peracunan. Pollycarpus berada dalam satu pesawat dengan Munir. Polisi menduga bahwa ia bukanlah tersangka utama tetapi hanya berperan sebagai fasilitator. Pollycarpus yang saat itu sedang tidak bertugas, kebetulan berada dalam satu pesawat dengan Munir. Kursi yang kemudian diduduki Munir adalah kursi yang sebenarnya untuk Pollycarpus, namun Pollycarpus menawarkan penggantian tempat duduk dengan Munir. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan penangkapannya.
Pada 1 Desember 2005, jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menuntutnya hukuman penjara seumur hidup karena terbukti terlibat dan merencanakan pembunuhan Munir, namun ternyata ia divonis hukuman penjara selama 14 tahun oleh majelis hakim.
Beberapa waktu lalu bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono mengaku bertanggung jawab secara komando atas pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Dan, dia siap diadili untuk kasus itu.
“Jenderal Hendropriyono mengatakan kalau ia menerima tanggung jawab komando atas pembunuhan Munir,” tulis Allan Nairn, jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, dalam blognya Allannairn.org. (Dian Dharma Tungga)